• Login
  • Register
Jumat, 6 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Gairah Hidup itu Harus Diperjuangkan, Sayang!

Dear teman-temanku yang sedang dealing dengan perasaan tak berharga, bosan dan kehilangan gairah hidup, sayangnya gairah terhadap sesuatu itu harus diperjuangkan. Kita tidak bisa berharap jalan lurus mengerjakan ini langsung sukses, mengerjakan itu langsung sayang. Mungkin ada yang begitu, tapi seringnya tidak.

Nia Perdhani Nia Perdhani
18/03/2021
in Keluarga
0
Gairah Hidup

Gairah Hidup

183
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kalau ada emosi negatif yang sedemikian merusak, menurut saya adalah perasaan tak berharga. Emosi ini bisa diam-diam dan pelan-pelan menyeret kita ke jurang yang membuat kita semakin merasa buruk dan kehilangan gairah hidup. Apa coba yang lebih menyedihkan dari menjalani hidup tanpa gairah? Bangun tidur dengan malas karena tahu sepanjang hari ya akan begitu-begitu saja.

Sedihnya, saya sering menemukan ibu-ibu rumah tangga yang terkena serbuan emosi negatif tanpa gairah hidup ini. Lumrah sebenarnya. Karena menjadi ibu rumah tangga pada umumnya itu nggak mudah. Berbeda dengan laki-laki, perempuan begitu menyandang gelar ibu atau istri biasanya semesta kehidupannya langsung berubah. Diakui atau tidak, tingkat kompromi dalam berumah tangga biasanya dilakukan lebih banyak oleh pihak perempuan.

Laki-laki misalnya, masih bisa dengan mudah “jalan sama teman” atau nongkrong sama teman bercanda ketawa-ketawa riang gembira. Tapi perempuan, apalagi yang nggak bekerja di luar, seringnya hanya bisa tertawa-tawa gila bersama tumpukan cucian baju, cucian piring, setrikaan yang tiada habisnya. Everything about kumbahan dari mulai nyuci sampe masukin lagi ke lemari saya pribadi kadang merasa seperti Perang Badar sepanjang hidup.

Saya pernah ada di level sedemikian merasa tidak berharga. Gairah hidup sirna. Bosan setengah mati menjalani hari. Benci sama diri sendiri kenapa dulu nggak milih lulus kuliah-kerja di kota-lalu hidup bahagia sambil menari bersama gemerlap kehidupan kota. Malah pilih hidup di kampung menjalani hari yang biasa dan begitu-begitu saja.

Untungnya Tuhan gerakkan hati saya buat melawan. Setiap hari saya berpikir apa yang bisa saya kerjakan yang membuat saya bersemangat menjalani hidup. Lha memangnya ngurus rumah dan anak nggak sibuk? Sibuk sih. Tangan dan kakinya kerja terus tapi pikirannya melayang kemana-mana. Lama-lama merasa seperti zombie. Hidup dan bergerak tapi jiwa terasa hampa.

Baca Juga:

Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

Mengapa dan Untuk Apa Perempuan Memakai Jilbab?

Ya gimana ya, mana ada sih orang yang gairah hidup dan passionnya adalah ngosek kamar mandi dan WC, ngurusi kumbahan, muntahan, mbersihin eek kucing liar dan ayam tetangga yang tiada kapok datang meski sudah kita lempar asbak. Sudah begitu, lagi nyapu sejengkal aja kok trus nginjek lego, rasanya pengen membuldoser isi rumah biar kosong dan damai.

Sebenernya kita semua melakukannya sambil “ya udah si lakuin aja gosah ngeluh” gitu kan. Bukan yang “ahaayy asiikk rumahku berantakaan saatnya bekerja dengan riaaang”. Halah jangankan kita, mbak-mbak go-clean yang dapat uangnya dari rumah yang berantakan saja tidak berpikir begitu.

Makanya saya merasa harus sibuk. Otak dan otot. Karena dengan cara itulah saya lupa mengutuk diri sendiri. Saya harus sibuk karena dengan begitulah saya lupa menyesali semua yang saya lepaskan. Saya harus sibuk menyelesaikan satu tantangan ke tantangan yang lain. Karena dengan begitulah saya merasa hidup saya berharga.

Sekarang sudah hampir lima tahun sejak pertama kalinya saya memutuskan untuk menyibukkan diri dengan apa yang saya kerjakan sekarang. Akhirnya saya menemukan  kesibukan yang saya senangi. Nggak ada tips dan trik. Kuncinya hanya coba saja. Coba terus. Sampe ketemu yang kita rasa fit in.

Saya pernah mencoba jadi penulis tapi yaa sejauh ini tingkat keberhasilannya baru tahap menulis status facebook. Saya pernah coba bikin toko alat tulis tapi nggak maju-maju. Saya pernah coba bikin toko snack, nggak laku. Saya pernah coba produksi kerudung, laris, tapi saya frustasi. Ternyata harus terus memikirkan mau bikin kerudung yang kayak gimana lagi dengan detail gimana lagi itu membuat saya frustasi. Mungkin itu yang namanya bukan passion.

Sekarang saya fokus di bidang aneka produk lauk baik mendistribusikan maupun memproduksi sendiri. Saya ingat banget awalnya. Waktu itu saya nyetatus “kalo aku jualan trasi Juwana sama kecap Gentong yang terkenal banget itu, ada yang mau beli gak ya?”.

Untung saja teman-teman begitu supportif. Baca status itu mereka langsung mendukung. Awal-awal jualan yang nglarisi ya teman-teman sekolah itu. Dari dua macam produk itu berkembang menjadi banyak produk. Biasanya para pembeli yang bertanya, kalau saya tidak punya saya carikan. Saya beli lebih, sisa untuk dikirimkan ke buyer saya iklankan. Begitu saja terus.

Terasa banget bedanya melakukan sesuatu yang disenangi dengan yang tidak. Perkara capek, sama capeknya. Perkara bosan, sama kadang bosan juga datang. Bedanya ketika melakukan sesuatu yang kita senangi, lebih mudah kita mengatasi rasa capek dan bosan. Otak saya masih bisa terus berpikir “besok bikin menu apa lagi?”. Lain hal waktu bikin kerudung otak rasanya mampet. Ditanya besok bikin apalagi aku langsung ingin menangis.

Jadi dear teman-temanku yang sedang dealing dengan perasaan tak berharga, bosan dan kehilangan gairah hidup, sayangnya gairah terhadap sesuatu itu harus diperjuangkan. Kita tidak bisa berharap jalan lurus mengerjakan ini langsung sukses, mengerjakan itu langsung sayang. Mungkin ada yang begitu, tapi seringnya tidak.

Sebagai ibu rumah tangga, hanya terus menerus mengepuk-puk diri sendiri bahwa semua pekerjaan rumah tangga yang dilakukan, betapa membosankannya itu, adalah jalan ke surga, biasanya tidak berhasil mengatasi perasaan tidak berharga. Satu-satunya cara ya bergeraklah. Cari gairah hidup apa yang sebenarnya kau cari sampai ketemu. Tidak harus berdagang. Tidak harus mendatangkan uang. Mungkin hanya dengan bercocok tanam. Mungkin dengan mengkritik. Mungkin dengan menulis. Apa saja.

Tapi semua itu butuh perjuangan untuk menyalakan gairah hidup. Semua itu butuh kemauan. Kalau malas, merasa tak punya tenaga, memutuskan untuk rebahan saja, ya tidak apa-apa juga. Tapi ya jangan salahkan orang lain kalau akhirnya mereka lelah mendengar sambatmu yang tiada habisnya. []

Tags: ibu rumah tanggaistrikeluargaorang tuaperempuanperkawinansuami
Nia Perdhani

Nia Perdhani

Pengusaha online shop produk olahan laut. Tinggal di Pati Jawa Tengah.

Terkait Posts

Najwa Shihab dan Ibrahim

Najwa Shihab dan Ibrahim: Teladan Kesetaraan dalam Pernikahan

26 Mei 2025
Program KB

KB: Ikhtiar Manusia, Tawakal kepada Allah

23 Mei 2025
Alat KB

Dalil Agama Soal Kebolehan Alat KB

22 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Raja Ampat

    Tambang Nikel Ancam Kelestarian Alam Raja Ampat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Raya dalam Puisi Ulama Sufi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha
  • Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang
  • Makna Wuquf di Arafah
  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut
  • Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID