Minggu, 7 September 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

    Deligitimasi Otoritas

    Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

    Mahfud MD

    Mahfud MD Ungkap Masalah Utama Bangsa, Beberkan Cara Gus Dur Tangani Krisis dan Demo

    Bersaudara dengan Alam

    GUSDURian Ajak Manusia Kembali Bersaudara dengan Alam

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Pseudoharmoni

    Pseudoharmoni; Kekaburan Relasi Pejabat Dengan Rakyat

    Demokrasi Deliberatif

    Habermas dan Senayan: Demokrasi Deliberatif yang Absen di Indonesia

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi Tahun Ini Diwarnai oleh Darah

    Demo

    Apakah Demo Itu Selalu Anarkis?

    Kepercayaan Rakyat

    Mengembalikan Kepercayaan Rakyat: Pelajaran dari Kesederhanaan Umar bin Khattab

    Mereset Hidup

    Usaha Mereset Hidup menurut Fahruddin Faiz

    Tuntutan 17+8

    Mari Kita Baca Bersama Tuntutan 17+8

    Demo dan Kemerdekaan

    Demo dan Kemerdekaan: Luka di Balik 80 Tahun Kemerdekaan

    Affan Kurniawan

    Affan Kurniawan dan Ketidakadilan yang Kasat Mata

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Muhammad

    Mengapa Abdul Muththalib Menamai Cucu Itu Muhammad ?

    Panggung Maulid

    Panggung Maulid: Ruang Kreatif Gen Z Menyemai Cinta Rasulullah

    Lahir Nabi Muhammad

    Kisah Tahun Gajah dan Lahirnya Nabi Muhammad Saw

    Maulid Nabi Muhammad Saw

    Ketika Maulid Nabi Muhammad Saw Dituduh Bid‘ah

    Temu Inklusi

    Temu Inklusi: Memastikan Aksesibilitas bagi Teman Disabilitas

    Maulid Nabi saw di Indonesia

    Perayaan Maulid Nabi di Indonesia

    Maulid Nabi

    Perayaan Maulid Nabi Saw di Berbagai Dunia

    Mencintai Nabi

    Tradisi Maulid: Ekspresi Umat Islam dalam Mencintai Nabi

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi: Cahaya bagi Kaum Tertindas

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

    Deligitimasi Otoritas

    Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

    Mahfud MD

    Mahfud MD Ungkap Masalah Utama Bangsa, Beberkan Cara Gus Dur Tangani Krisis dan Demo

    Bersaudara dengan Alam

    GUSDURian Ajak Manusia Kembali Bersaudara dengan Alam

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Pseudoharmoni

    Pseudoharmoni; Kekaburan Relasi Pejabat Dengan Rakyat

    Demokrasi Deliberatif

    Habermas dan Senayan: Demokrasi Deliberatif yang Absen di Indonesia

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi Tahun Ini Diwarnai oleh Darah

    Demo

    Apakah Demo Itu Selalu Anarkis?

    Kepercayaan Rakyat

    Mengembalikan Kepercayaan Rakyat: Pelajaran dari Kesederhanaan Umar bin Khattab

    Mereset Hidup

    Usaha Mereset Hidup menurut Fahruddin Faiz

    Tuntutan 17+8

    Mari Kita Baca Bersama Tuntutan 17+8

    Demo dan Kemerdekaan

    Demo dan Kemerdekaan: Luka di Balik 80 Tahun Kemerdekaan

    Affan Kurniawan

    Affan Kurniawan dan Ketidakadilan yang Kasat Mata

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Muhammad

    Mengapa Abdul Muththalib Menamai Cucu Itu Muhammad ?

    Panggung Maulid

    Panggung Maulid: Ruang Kreatif Gen Z Menyemai Cinta Rasulullah

    Lahir Nabi Muhammad

    Kisah Tahun Gajah dan Lahirnya Nabi Muhammad Saw

    Maulid Nabi Muhammad Saw

    Ketika Maulid Nabi Muhammad Saw Dituduh Bid‘ah

    Temu Inklusi

    Temu Inklusi: Memastikan Aksesibilitas bagi Teman Disabilitas

    Maulid Nabi saw di Indonesia

    Perayaan Maulid Nabi di Indonesia

    Maulid Nabi

    Perayaan Maulid Nabi Saw di Berbagai Dunia

    Mencintai Nabi

    Tradisi Maulid: Ekspresi Umat Islam dalam Mencintai Nabi

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi: Cahaya bagi Kaum Tertindas

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Haruskah Laki-Laki Menjalani Masa ‘Iddah?

Atas nama kesetaraan dan keadilan (al-musâwah wa al-'adâlah), masa 'iddah yang harus dijalani oleh suami adalah sama dengan masa 'iddah yang juga dijalani oleh istrinya.

Marzuki Wahid Marzuki Wahid
27 Januari 2021
in Hukum Syariat, Rekomendasi
0
'Iddah

'Iddah

652
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa hari yang lalu, saya dikirimi link berita oleh seorang teman. Isinya tentang perkawinan yang ketiga kalinya dari seorang tokoh Islam terkenal di Indonesia dengan seorang perempuan dari Pesantren tersohor. Perkawinan ini dilangsungkan pada 3 Januari 2021, sementara beliau bercerai dengan istrinya pada 16 Desember 2020. Artinya, ketika istrinya sedang menjalani ‘iddah yang sangat ketat, ehh kurang dari 1 bulan sang tokoh ini dengan kebebasannya menikah lagi dengan perempuan lain.

Masa ‘iddah yang sedang dijalani oleh istrinya, yakni kesempatan untuk rekonsiliasi (rujuk), dicederai oleh menikahnya sang suami secara sepihak. Sementara istrinya ber-‘iddah di rumah, dia bersuka ria dan bersenang-senang dengan perempuan lain. Sembari kirim berita, teman saya ini menyisipkan pertanyaan: adilkah? Teman saya juga bertanya: mengapa perempuan wajib ‘iddah, sementara laki-laki tidak wajib ‘iddah? Bisakah dalam pandangan hukum Islam laki-laki ber-‘iddah sebagaimana perempuan?

Mengapa Perlu ‘Iddah?

Kewajiban ‘iddah—masa tunggu pasca putusnya perkawinan—memang selama ini hanya ditimpakan pada istri (perempuan). Sementara suami (laki-laki) tidak tersentuh kewajiban ‘iddah sama sekali. Al-Qur’an menyebut secara rinci ketentuan masa ‘iddah ini. Apabila sang istri saat dicerai tidak hamil dan masih haid, masa ‘iddah-nya 3 qurû‘, yakni 3 kali haid/suci (QS. al-Baqarah: 228).

Akan tetapi, apabila sang istri menopause, ‘iddah-nya 3 bulan (QS. ath-Thalâq: 4). Apabila putus perkawinan karena suami wafat dan istri tidak sedang hamil, ‘iddah-nya 4 bulan 10 hari (QS. al-Baqarah: 233). Apabila istri sedang hamil, ‘iddah-nya hingga melahirkan (QS. ath-Thalâq: 4). Sedangkan apabila istri belum disetubuhi, maka tidak ada ‘iddah sama sekali (QS. al-Ahzâb: 49).

Apa alasan Syâri‘ (Allah SWT) mewajibkan perempuan ber-‘iddah? Banyak ulama menyebutkan alasannya adalah untuk mengetahui kebersihan rahim perempuan dari benih suami yang menceraikannya (li ma‘rifati barâ‘ati ar-rahmi). Hal ini tersirat pada definisi ‘iddah yang dirumuskan al-Khâṭib al-Syirbînî dalam kitabnya Mughnî al-Muhtâj, yakni nama masa menunggu bagi seorang perempuan untuk mengetahui kekosongan rahimnya atau karena sedih atas meninggal suaminya.

Alasan ini sepintas ma‘qûl (rasionable), karena ada ketentuan jika istri belum disetubuhi, maka tidak ada masa ‘iddah. Istri yang belum disetubuhi sudah pasti rahimnya bersih dan kosong dari benih suami yang menceraikannya, karenanya ‘iddah tidak diterapkan padanya.

Jika alasannya adalah untuk mengetahui kebersihan rahim, maka sebetulnya tidak perlu menunggu terlalu lama hingga 3 kali haid/suci atau 3 bulan atau 4 bulan 10 hari. Dalam waktu sekali haid saja sudah cukup bukti bahwa perempuan tersebut tidak hamil.

Artinya, perempuan itu sudah bersih dari benih suami yang menceraikannya. Sekali haid ini diafirmasi oleh ketentuan masa ‘iddah bagi perempuan yang langsung ditalak tiga atau khulu‘ (cerai atas inisiatif istri). Karena dengan mengalami haid berarti perempuan tersebut sudah dipastikan tidak hamil, yakni rahimnya bebas dari benih suami sebelumnya.

Bahkan dengan teknologi kandungan yang canggih dewasa ini, untuk mengetahui rahim berisi atau bersih dari benih seseorang cukup diselesaikan dalam hitungan jam melalui tes urine (test pack), USG, atau yang lainnya. Tidak perlu menunggu hingga 3 kali haid/suci atau 3 bulan atau 4 bulan 10 hari.

‘Iddah adalah Masa Rekonsiliasi

Oleh karena itu, saya memahami alasan ‘iddah ini  bukan untuk mengetahui kebersihan rahim perempuan, melainkan untuk melakukan rekonsiliasi (rujû‘) dan stabilisasi mental. Selama masa ‘iddah, suami dan istri diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk melakukan rekonsiliasi (rujuk).

Dengan demikian, masa ‘iddah adalah masa refleksi, stabilisasi mental dan spiritual untuk menentukan betul-betul pisah atau kembali lagi (rujuk). Jika menentukan pisah sekalipun, maka suami atau istri telah mantap, stabil mentalnya, dan tegar spiritualnya untuk menentukan langkah dan sikap berikutnya.

Timbul pertanyaan, bagaimana dengan muthallaqah (istri dicerai) yang tidak ber-‘iddah karena belum disetubuhi? Mengapa tidak diwajibkan rekonsiliasi?

Disepakati bahwa maksud utama nikah adalah agar suami dan istri bisa melampiaskan nafsu seksualnya (wathi‘, jimâ‘, bersetubuh) secara halal. Dengan demikian, apabila ada laki-laki dan perempuan telah menikah, tetapi belum bersetubuh sama sekali, lalu bercerai, maka sesungguhnya mereka identik dengan belum menikah.

Oleh karena itu, apabila suami dan istri bercerai sebelum bersetubuh, mayoritas ulama (jumhûr ‘ulama) menyatakan tidak ada kewajiban ‘iddah. Artinya, tidak perlu ada rekonsiliasi dan refleksi untuk masa tertentu, mau rujuk atau tetap cerai. Posisi mereka seperti orang yang belum menikah.

Akan tetapi, mazhab Hanafi berpendapat lain, menyatakan bahwa seorang istri yang ditalak sementara dia belum disetubuhi, baik ditalak hidup ataupun talak mati, tetap wajib menjalani masa ‘iddah selama tiga bulan. Artinya, tetap diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan kemungkinan rekonsiliasi dalam masa tiga bulan. Pendapat mazhab Hanafi ini memperkuat pendapat yang saya kemukakan terkait tujuan ‘iddah.

Nah, jika alasan ‘iddah ini adalah untuk melakukan rekonsiliasi, refleksi, serta stabilisasi mental dan spiritual untuk menentukan betul-betul cerai atau rujuk, bukan untuk mengetahui kekosongan rahim, maka hal ini tidak saja dibutuhkan oleh istri (perempuan), tetapi juga dibutuhkan oleh suami (laki-laki). Sebagaimana ajaran tasrîhun bi ihsân, agar tidak gegabah dan penuh dengan amarah, suami juga membutuhkan masa yang memadai untuk refleksi, menstabilkan mental dan spiritualnya dalam memutuskan betul-betul cerai atau rujuk kepada istrinya yang telah dijatuhkan talak.

Masa ‘iddah bagi suami sangat penting. Meski talak sudah dijatuhkan, tetapi suami harus diberi kesempatan untuk merevisi keputusannya melalui rekonsiliasi (rujuk) atau berefleksi kembali tentang kemaslahatan cerai dan kemaslahatan rujuk bagi dirinya, istrinya, dan anak-anaknya (jika sudah memiliki anak).

Sebab keputusan final cerai atau rujuk, termasuk keputusan menikah dengan perempuan lain pasca cerai, berdampak tidak saja pada kehidupan dirinya, melainkan juga pada anak-anaknya. Meski sudah bercerai, anak-anak tetaplah anak-anaknya. Tidak ada mantan anak.

Suami Harus ‘Iddah

Menggunakan kerangka mubâdalah-nya Faqihuddin Abdul Kodir, saya memahami ‘iddah ini adalah ajaran mubâdalah (reciprocity, timbal balik). Meskipun teksnya hanya ditujukan untuk perempuan (istri), tetapi oleh karena kemaslahatan ini dibutuhkan juga oleh laki-laki sebagai suami demi tercipta kemaslahatan bersama dan menolak kemafsadatan bersama, maka suami juga diwajibkan menjalani ‘iddah.

Atas nama kesetaraan dan keadilan (al-musâwah wa al-‘adâlah), masa ‘iddah yang harus dijalani oleh suami adalah sama dengan masa ‘iddah yang juga dijalani oleh istrinya.

Dengan menjalani masa ‘iddah bersama (suami dan istri), maka keputusan final, baik keputusan cerai ataupun rujuk, akan diambil dengan pertimbangan yang matang, mantap, dan dengan kesadaran yang mendalam. Bukan dengan amarah, sesaat, spontan, atau penuh dengan dendam karena ketidakcocokan yang mendahuluinya.

Pertimbangan matang ini pun sangat diperlukan untuk menentukan langkah berikutnya setelah cerai, apakah akan menikah lagi dengan orang lain atau akan menjalani hidup melajang, dan juga menentukan arah kehidupan anak-anaknya. Inilah makna, hikmah, dan rahasia ‘iddah yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Maha Benar Allah Yang Maha Adil bagi makhluk-Nya laki-laki dan perempuan.  Wallâhu a’lam bi ash-shawâb. []

Tags: Fiqih IndonesiaIddahKompilasi Hukum IslamKongres Ulama Perempuan IndonesiaQira'ah Mubadalahulama perempuan
Marzuki Wahid

Marzuki Wahid

KH Marzuki Wahid. akrab di panggil Kang Zeky adalah pendiri Fahmina dan ISIF Cirebon

Terkait Posts

Ulama Perempuan KUPI
Aktual

Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

4 September 2025
Ulama Perempuan KUPI yang
Aktual

Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

4 September 2025
Perkawinan Anak
Aktual

Ribuan Perkawinan Anak Masih Terjadi, KUPI Dorong Regulasi dan Peran Ulama Perempuan Diperkuat

1 September 2025
Nyai Hindun Anisah
Figur

Nyai Hindun Anisah Torehkan Prestasi Lewat Disertasi tentang Gerakan Ulama Perempuan Indonesia

24 Agustus 2025
Nyai Siti Walidah
Figur

Nyai Siti Walidah: Ulama Perempuan Dibalik Perintis Muhammadiyah dalam Bayang Kolonialisme

21 Agustus 2025
Najwa Shihab
Publik

Najwa Shihab, ‘Iddah, dan Suara Perempuan yang Menolak “Dirumahkan”

15 Agustus 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Muhammad

    Mengapa Abdul Muththalib Menamai Cucu Itu Muhammad ?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Tahun Gajah dan Lahirnya Nabi Muhammad Saw

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Manggopoh Perempuan yang Menyusui dan Melawan Pajak di Medan Perang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Panggung Maulid: Ruang Kreatif Gen Z Menyemai Cinta Rasulullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Love Untangled: Haruskah Menjadi Cantik untuk Dicintai?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mengapa Abdul Muththalib Menamai Cucu Itu Muhammad ?
  • Panggung Maulid: Ruang Kreatif Gen Z Menyemai Cinta Rasulullah
  • Siti Manggopoh Perempuan yang Menyusui dan Melawan Pajak di Medan Perang
  • Kisah Tahun Gajah dan Lahirnya Nabi Muhammad Saw
  • Love Untangled: Haruskah Menjadi Cantik untuk Dicintai?

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID