Mubadalah.id – Kongres Ulama Perempuan Indonesian (KUPI) II yang digelar di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri, Jepara memberikan sejumlah hasil musyawarah keagamaan KUPI II, pada Sabtu 26 November 2022.
Berikut hasil lengkap musyawarah keagamaan KUPI II.
Peminggiran perempuan dalan menjaga NKRI dari bahaya kekerasan atas nama agama.
Sikap keagamaan KUPI:
1. Hukum menjaga NKRI dari bahaya kekerasan atas nama agama adalah wajib bagi setiap warga negara:
2. Hukum peminggiran perempuan yang berdampak pada tidak terjaganya NKRI dari bahaya kekerasan atas nama agama adalah haram bagi setiap lembaga Negara, masyarakat sipil, organisasi sosial dan keagamaan sesuai dengan otoritas yang dimilikinya:
3. Semua pihak bertanggungjawab untuk melindungi perempuan dari segala bentuk bahaya kekerasan atas nama agama, terutama negara dalam berbagai tingkat otoritasnya, lembaga keagamaan, lembaga sosial, dunia usaha, masyarakat sipil, keluarga dan media.
Pengelolaan sampah untuk keberlanjutan lingkungan hidup dan keselamatan perempuan.
Sikap Keagamaan KUPI:
1. Hukum pembiaran kerusakan lingkungan hidup akibat polusi sampah adalah sebagai berikut:
a. Haram, dikenakan kepada mubasyir (pelaku langsung) atau eksekutor mutasabbib (penyebab tidak langsung)
b. Makruh tahrim (makruh yang mendekati haram) dikenakan bagi orang yang tidak mempunyai wewenang.
2. Hukum membangun infrastruktur politik. sosial. ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendukung pengelolaan sampah untuk keberlangsungan lingkungan hidup dan keselamatan perempuan adalah wajib bagi ulul amri dan para pemegang kebijakan dengan semua fasilitas yang dimiliki ulul amri.
Akan tetapi. kewajiban tersebut bersifat mukhayyar (kewajiban yang tergantung objek hukumnya) tidak muhaddad (kewajiban yang harus sesuai dengan ketentuan). Jadi, ulul amri wajib membangun infrastruktur tersebut sesuai dengan kadar kapasitas kewenangan dan dampak sampah.
3. Semua pihak wajib mengelola sampah sesuai kemampuan dan kapasitas masingmasing. Terutama pemerintah wajib membangun kesadaran warga akan bahaya sampah dan memberikan edukasi pengelolaan sampah yang paling sederhana.
Perlindungan perempuan dari bahaya pemaksaan perkawinan.
Sikap Keagamaan KUPI:
1. Hukum melakukan perlindungan terhadap perempuan dari bahaya pemaksaan perkawinan adalah wajib baik bagi negara, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, masyarakat dan orang tua
2. Pemaksaan perkawinan terhadap perempuan tidak hanya berdampak secara fisik dan psikis, mental, tetapi juga sosial, ekonomi. politik dan hukum. Oleh karena itu, negara dan semua pihak yang terkait wajib melakukan penanganan dengan upaya yang cepat dan tepat untuk meminimalisir dan menghapuskan segala bahaya akibat pemaksaan perkawinan terhadap perempuan.
3. Dengan demikian, membuat peraturan perundangan yang menjamin hak-hak korban, pemulihan yang berkelanjutan dan sangsi pidana bagi pelaku pemaksaan perkawinan pada perempuan hukumnya adalah wajib.
Perlindungan jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat perkosaan.
Sikap Keagamaan KUPI:
1. Hukum melindungi jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat perkosaan adalah wajib di usia berapa pun kehamilannya. baik dengan cara melanjutkan atau menghentikan kehamilan, sesuai dengan pertimbangan darurat medis dan/ atau psikiatris:
2. Semua pihak mempunyai tanggungjawab untuk melindungi jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat perkosaan, terutama diri sendiri. orang tua. keluarga, tokoh agama, tokoh masyarakat dan adat, tenaga medis. tenaga psikiatris, serta Negara. Pelaku juga mempunyai tanggungjawab untuk melindungi jiwa korban dengan cara yang tidak semakin menambah dampak buruk (mafsadat) bagi korban:
3. Hukum bagi pihak-pihak yang mempunyai tanggungjawab dan kemampuan namun tidak melakukan perlindungan pada jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat perkosaan adalah haram.
Perlindungan perempuan dari bahaya P2GP tanpa alasan medis.
Sikap Keagamaan KUPI:
1. Hukum melakukan tindakan pemotongan dan/ atau pelukaan genitalia perempuan (P2GP) tanpa alasan medis adalah haram:
2. Semua pihak bertanggungjawab untuk mencegah pemotongan dan/ atau pelukaan genitalia perempuan (P2GP) tanpa alasan medis, terutama individu, orang tua, keluarga, masyarakat. tokoh adat, tokoh agama, paraji atau sebutan lainnya, pelaku usaha, tenaga kesehatan, pemerintah, dan Negara:
3. Hukum menggunakan wewenang sebagai tokoh agama, tokoh adat, tenaga medis, dan keluarga dalam melindungi perempuan dari bahaya tindakan pemotongan dan/ atau pelukaan genitalia perempuan (P2GP) tanpa alasan medis adalah wajib. (Rul)