Mubadalah.id – Jika merujuk Syekh Muhammad ath-Thahir Ibn ‘Asyur (w. 1973), prinsip hifzh an-nasl harus kita perluas untuk mencakup semua nilai moral hukum Islam yang bisa menjaga keutuhan, keharmonisan, dan kehormatan keluarga.
Kebolehan suami memukul istri, yang biasa dirujukkan pada QS. an-Nisa’ (4): 34, misalnya, harus orang-orang pahami dalam kerangka menyatukan pasutri yang sedang konflik.
Namun, praktiknya sekarang justru melukai perempuan dan membuat konflik pasutri semakin membesar, maka ia harus pemerintah larang. Pelarangan ini, salah satunya, mengguhakan kerangka maqashid asy-syari’ah yaitu hifzh an-nasl, atau perlindungan keluarga dari segala jenis yang bisa merusaknya.
Jasser Auda secara tegas mentransformasikan konsep hifzh an-nasl (penjagaan dan perlindungan keturunan) menjadi bina’ al-usrah (pembangunan keluarga).
Hal ini untuk mencakup semua nilai moral fundamental tentang perlindungan hak-hak individu dan sosial. Terutama perempuan dan anak-anak, terjaga dan terlindungi dalam semua pranata hukum keluarga.
Sebagaimana bisa kita lihat dalam fatwa KUPI, prinsip hifzh an-nasl ini juga menjadi kerangka dalam perumusan keputusan pengharaman kekerasan seksual. Bahkan kewajiban perlindungan anak dari pernikahan yang buruk pada konteks Indonesia saat ini.
Kekerasan seksual, misalnya, berdampak pada kesakitan fisik dan trauma psikis yang bisa mengakibatkan korban tidak lagi memilih institusi pernikahan dan keluarga.
Kalaupun menikah, atau sudah berada dalam pernikahan, ia membencinya atau minimal tidak merasa nyaman. Nilai-nilai keluarga yang melindungi dan mengayomi tidak lagi nyata bagi korban kekerasan seksual.
Dengan demikian, dalam argumentasi KUPI, kekerasan seksual melanggar secara faktual prinsip hifzh an-nasl atau perlindungan keluarga.
Sehingga, bagi KUPI, kekerasan seksual baik di luar atau di dalam ikatan pernikahan adalah haram karena mengancam nilai-nilai ideal berkeluarga yang telah digariskan al-Qur’an.
Seperti prinsip saling berbuat baik (mu’asyarah bi al-ma’ruf, QS. an-Nisa’ (4): 19), dan saling melindungi (hunna libasun lakum wa antum libisun lahunn, QS. al-Bagarah (2): 187). Serta saling menghadirkan ketenangan dan cinta kasih (sakinah, mawaddah, rahmah, QS. ar-Rum (30): 21). []