Mubadalah.id – Jika pada tulisan sebelumnya, kita sudah sedikit mengenal sosok Inde Dou’. Perempuan yang orang Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, kenang sebagai bogani yang keramat. Maka, pada tulisan kali ini, kita membahas aspek kepemimpinan Inde Dou’ sebagai penguasa pesisir selatan Bolaang Mongondow pada masanya.
Inde Dou’ tentu bukan sosok yang bisa kita bayangkan biasa-biasa saja, kan? Dia merupakan gambaran kehebatan perempuan Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Perempuan yang mampu esksis sebagai penguasa suatu wilayah pada masanya. Dan, selama ratusan tahun kepemimpinannya terus membekas, yang membuatnya terkenang sebagai sosok keramat dalam memori kolektif masyarakat setempat.
Perempuan Pemimpin yang Berkarakter
Penggambaran karakter Inde Dou’, sedikitnya, dapat kita lihat dari statusnya sebagai seorang bogani. Mengingat dirinya merupakan bogani yang menguasai wilayah pesisir selatan Bolaang Mongondow, maka Inde Dou’ pasti memiliki sifat mokodotol (mampu mengatasi hambatan/cerdas), mokorakup (mampu mengayomi), mokodia’ (mampu mengemban amanah), dan mokoanga’ (mampu menarik simpati rakyat).
Hal itu sebab karakter-karakter tersebut, sebagaimana Chairun Mokoginta dalam “Empat Syarat Pemimpin Masyarakat Adat Bolmong,” merupakan sifat-sifat dasar yang harus ada dalam diri seorang pemimpin masyarakat di Bolaang Mongondow. Dan, Inde Dou’ yang tidak hanya pemimpin, namun leluhur yang kepemimpinannya sampai terpandang keramat, pastilah memiliki sifat-sifat tersebut.
Selain itu, dalam keyakinan umum orang Bolaang Mongondow, seorang bogani adalah sosok yang kuat. Hal itu sebab mereka adalah penjaga bagi masyarakatnya. Dalam hal ini, kekuatan Inde Dou’ bukan sekadar kekuatan fisik, lebih dari itu adalah kekeramatannya yang hadir dari karakternya yang cerdas, pengayom, dan amanah, sehingga mampu mendapatkan simpati rakyatnya.
Kepemimpinannya menghadirkan rasa aman dan sejahtera. Itu membuat otoritas Inde Dou’ menjadi amat kuat dan keramat bagi masyarakat di pesisir selatan Bolaang Mongondow.
Bogani Perempuan Penguasa Pesisir Selatan
Berdasarkan cerita yang menyebar di masyarakat, Inde Dou’ merupakan seorang bogani perempuan yang menguasai wilayah Kotabunan. Banyak yang mengartikan Kotabunan berdasarkan konteks saat ini, sebatas daerah di Kab. Bolaang Mongondow Timur.
Hal ini agak mengerdilkan kekuasaan sosok keramat ini, sebab menurut saya, maksud dari Kotabunan yang menjadi wilayah Inde Dou’ adalah kawasan pesisir selatan Bolaang Mongondow. Dalam hal ini juga termasuk kawasan Pinolosian Bersatu yang menjadi bagian Kab. Bolaang Mongondow Selatan saat ini.
Konteks Kotabunan pada masa lalu memang dapat berarti sebagai kawasan pesisir selatan. Jadi, tidak sebatas wilayah desa saja. Hal ini seperti ketika orang menyebut Pinolosian pada saat ini. Itu bisa bermaksud menunjukkan makna nama Desa Pinolosian, dan bisa juga pada kawasan Pinolosian Bersatu (pesisir selatan).
Ya, walaupun belum ada data terkait pandangan ini yang benar-benar berasal dari masa Inde Dou’. Namun, ada data pada masa Kerajaan Bolaang Mongondow yang W. Dunnebier sajikan dalam lampiran “De Zending in Bolaang Mongondow (1906).”
Hal itu menjelaskan Desa Pinolosian, Linawan, Kombot, Mataindo, Tobayagan, Motandoi, dan Onggunoi–desa-desa di Pinolosian Bersatu saat ini–masuk wilayah Distrik Kotabunan, Kerajaan Bolaang Mongondow. Dan, dalam tulisannya yang lain, Over de Vorsten van Bolaang Mongondow, Dunnebier menyebutkan kawasan yang kemudian menjadi Distrik Kotabunan dahulu adalah wilayah kekuasaan Inde Dou’.
Data yang Dunnebier sajikan itu sedikitnya menjelaskan kalau, pada masa lalu term Kotabunan juga merujuk pada kawasan distrik Bolaang Mongondow di pesisir selatan. Sehingga, berdasarkan data ini dapat dikatakan kalau kekuasaan Inde Dou’ tidak sebatas daerah Kotabunan dalam konteks saat ini, melainkan wilayah yang lebih luas lagi, yaitu pesisir selatan Bolaang Mongondow.
Jadi sosok perempuan keramat ini, pada masanya, merupakan penguasa pesisir selatan Bolaang Mongondow.
Kuasa Bogani Perempuan
Sebagai bogani yang menguasai wilayah pesisir selatan Bolaang Mongondow, Inde Dou’ merupakan sosok yang punya pengaruh kuat dalam wilayah ke-punu’-an (kerajaan) kala itu. Saking kuatnya pengaruh Inde Dou’, sampai-sampai Tadohe–sebelum naik tahta–harus lebih dahulu menemui Inde Dou’ untuk menguatkan posisinya.
Cerita ini dapat kita baca dalam tulisannya W. Dunnebier berjudul Over de Vorsten van Bolaang Mongondow (Tentang Para Penguasa Bolaang Mongondow).
Kenapa Tadohe (pangeran yang besar di Siau) harus ke selatan (di Kotabunan) tidak ke utara (di Bolaang) ketika dirinya kembali ke Bolaang Mongondow? Sebab, Tadohe sendiri paham kondisi kala itu, kalau di selatan ada sosok yang dapat menguatkan kedudukannya sebagai pewaris tahta.
Sosok itu tidak lain adalah Inde Dou’, bogani perempuan yang menguasai pesisir selatan. Sehingga, jika dia ingin mengklaim tahta dari saudaranya, Punu’ Mokoagow, pengakuan Inde Dou’ akan sangat dia butuhkan.
Cerita rakyat menggambarkan kalau, sesampainya di selatan, Tadohe mendapatkan banyak ujian dari Inde Dou’. Hingga dalam satu perjamuan, Inde Dou’ yang menilai Tadohe layak menjadi punu’ (baca: raja) memberikan legasinya. Orang-orang yang berada di tempat itu juga mengakui Tadohe, sebab mereka tidak meragukan keputusan Inde Dou’. Sehingga, Tadohe kemudian dapat menjadi Punu’ Bolaang Mongondow.
Perempuan Pemimpin Bukan Figuran
Kehebatan kuasa Inde Dou’ sebagai penguasa pesisir selatan Bolaang Mongondow, juga dapat kita lihat dalam keputusan di tudu’ in bakid (puncak tempat musyawarah) pada masa Punu’ Tadohe. Di mana, salah satu hasil bakid adalah kediaman sang punu’ bertempat di Bolaang (pesisir utara) dan di Mongondow (pedalaman).
Kenapa kediaman punu’ tidak dibuat di Kotabunan (pesisir selatan)? Padahal, wilayah Bolaang Mongondow Raya meliputi kawasan pedalaman, utara, dan selatan, namun hanya di pedalaman dan utara yang ada kediaman punu’ (raja). Mengingat kondisi politik saat itu, seharusnya salah satu faktornya adalah keberadaan Inde Dou’ sebagai penguasa pesisir selatan. Punu’ Tadohe sendiri tahu betul kalau pesisir selatan adalah wilayah kekuasaan Inde Dou’, dan tentu dia tidak mau mengusiknya.
Meski punya kuasa yang begitu kuat, namun Inde Dou’ tetap loyal kepada Punu’ Tadohe, sebagai penguasa Bolaang Mongondow yang dia sendiri turut mengakui dan melantiknya. Oleh karena itu, salah satu hasil musyawarah di tudu’ in bakid juga menyatakan, kalau punu’ melakukan perjalanan ke selatan, maka harus diarak (naik tandu) dan tidak boleh berjalan kaki atau naik kuda sendiri.
Begitulah, Punu’ Tadohe mengakui kehebatan Inde Dou’ yang tidak lain adalah bogani yang membantunya mendapat legasi tahta Bolaang Mongondow, dan Inde Dou’ juga loyal terhadap punu’ yang dia akui.
Kuasa Perempuan di Bolaang Mongondow
Melihat kuasa Inde Dou’ di pesisir selatan Bolaang Mongondow, membuat her-storiography Nusantara menjadi makin menarik. Inde Dou’ adalah satu di antara perempuan Nusantara yang dalam sejarahnya mampu tampil di garis depan. Sosoknya menjadi anti-tesis atas stigma peradaban Nusantara yang seakan tidak memberi ruang bagi perempuan. Buktinya, Inde Dou’ adalah sosok penguasa yang sangat diperhitungkan pada masanya.
Ya, meski tidak bisa dipungkiri kalau dalam sejarah Bolaang Mongondow, ada penetapan bakid (musyawarah) pada masa Punu’ Mokodoludut kemudian pada masa Punu’ Tadohe. Bakid yang menetapkan raja harus dari anggota kerajaan yang laki-laki. Itulah juga yang menjadi satu alasan kuat, sejak era ke-punu’-an hingga kerajaan, tidak ada punu’ maupun raja perempuan di Bolaang Mongondow.
Penegasan penguasa harus laki-laki ini mencuat di era Tadohe (meski sejak awal para punu’ memang dari kalangan laki-laki). Era Tadohe termasuk masa Bolaang Mongondow sudah mulai bersentuhan dengan peradaban Barat. Dan, sebagaimana kita ketahui kalau merekalah yang mengenalkan konsep pembagian peran berdasarkan gender di Nusantara.
Tentu untuk mengatakan apakah hal ini ada kaitannya, itu perlu penelusuran lebih lanjut. Namun satu yang pasti bahwa, orang Bolaang Mongondow tidak asing dengan sistem sosial yang menempatkan perempuan sebagai pemimpin masyarakat.
Sosok Inde Dou’–dan bogani perempuan lainnya–menjadi bukti sejarah akan hal itu. Kekeramatan Inde Dou’ sebagai penguasa pesisir selatan Bolaang Mongondow adalah satu bukti sejarah, bahwa kultur Bolaang Mongondow membuka ruang kepemimpinan bagi perempuan. Ini menjadi satu dasar nilai kesetaraan gender dalam sosial kemasyarakatan Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. []