• Login
  • Register
Senin, 2 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Isu Feminisme dan Politik dalam Novel Arok Dedes

Novel Arok Dedes, mengkiaskan kisah yang bersinggungan dengan tradisi, budaya dan norma-norma yang ada pada zaman itu

Leni Nur Azizah Leni Nur Azizah
24/11/2023
in Buku
0
Novel Arok Dedes

Novel Arok Dedes

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Novel Arok Dedes adalah sebuah novel yang menceritakan tentang kehidupan politik di dalam sebuah kerajaan. Tepatnya tentang kejatuhan Negeri Tumapel yang termasuk bagian dari kerajaan Kediri.

Dalam novel ini juga menceritakan tentang kudeta pertama di Nusantara, kudeta ala Jawa. Pun mengenai sejarah mengenai awal mula berdirinya kerajaan Singasari.

Mengenal seorang Ken Dedes

Pramoedya Ananta Toer menggambarkan seorang perempuan dengan perawakan yang cantik, dan penuh dengan pujian, bernama Dedes. Semua tokoh dalam novel akan mengelu-elukan kecantikan dan karisma dari seorang Dedes. Selain perawakannya yang cantik, Dedes merupakan seorang perempuan yang lembut, cerdas dan penuh kasih sayang.

“Apalah arti cedera ini dibandingkan dengan karunia mendapatkan dewi seperti ini? Tidak keliru para dewa menunjukkan padaku untuk memilih kau, kau begitu galak tadinya, mencakar, meludah dan memukul, lelah itu lantas pingsan di pelukan, betapa hati terbakar melihat dewi secantik ini dan badan terbelenggu karena cedera. Ken Dedes, Ken Dedes barangkali juga benar yang aku dengar orang menyebut-nyebut kau Dewi Kebijaksaan, Nampaknya orang memuji kau”. Ucap Tunggul Ametung pemimpin Negeri Tumapel, kala ia sedang sakit.

Tunggul Ametung sendiri adalah seorang pemimpin yang zalim, suka merampas, merampok dan mencuri. Karena itulah, Dedes memutuskan untuk memakai topeng, dengan berpura-pura menerima Tunggul Ametung, padahal ia berencana untuk menghancurkannya kemudian hari.

Baca Juga:

Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence Pada Ayat-ayat Shirah Nabawiyah (Part 2)

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Ken Dedes Perempuan yang Pantas Memimpin Kerajaan

Seiring berjalannya waktu, saat Tumapel semakin terjerumus dalam kehancuran, karena perbuatannya tang dzolim. Dedes mulai berkiprah dalam dunia politik. Pasalnya perampasan, perampokan dan pencurian semakin menyelimuti negeri Tumapel.

Para kawula sangat mengangungkan dan mencintai Ken Dedes. Pasalnya sebagai seorang pemimpin ia sensantiasa mengayomi dan perduli kepada kawula (hamba sahaya). Kawula berpandangan bahwa Dedes lebih layak menjadi pemimpin Tumapel dari pada suaminya, Tunggul Ametung.

Dedes juga cakap dalam stategi menghadapi musuh. Lambat laut, Dedes bersama dengan Arok-seorang Brahmana kepercayaan suaminya, mualai memisahkan Tumapel dengan Kediri. Mereka juga melakukan pembunuhan Tunggul Ametung dengan memperalat Kebo Ijo. Sehingga Tunggul Ametung dapat dilengserkan dari jabatannya.

Perempuan Sebagai Konco Wingking

Feminisme tidak hanya membatasi perempuan dalam persamaan hak. Feminisme juga menciptakan ketimpangan gender dalam struktur masyarakat, dan hal-hal itulah yang kemudian sangat merugikan perempuan.

Dedes yang kompeten dan bijaksana dalam memimpin tetaplah tidak cukup karena ia seorang perempuan. Pendukung dari Arok menganggap Dedes tidak mampu memimpin negeri karena ia adalah seorang perempuan. Orang-orang yang ada dalam kerajaan lebih mempercayai Arok untuk memimpin. Sehingga Dedes mau tidak mau harus menelan ketidakadilan.

Stigma bahwa perempuan sebagai konco wingking telah tertanam sejak zaman dulu. Seolah menjadi kodrat perempuan, bahwa ia tidak cukup baik bila menjadi subjek. Perempuan sejak dulu telah berkawan dengan marginalisasi, dan subordinasi.

Salah satu kalimat yang menunjukan hal tersebut adalah kutipan dari ajaran Kramsara yang disinggung dalam Novel Arok Dedes “Wanita adalah kehidupan, wanita adalah perhiasan untuk pria”

Sebenarnya stigma konco wingking yang melekat dalam diri perempuan ialah sebuah kontruksi sosial yang menyelimuti pikiran masyarakat. Tokoh dalam novel tersebut, yakni Dedes membuktikan pada kita bahwa hakikatnya kontrksi sosial tersebut jauh dari kata benar.

Bahasa Politik Ken Dedes

Bahasa tidak hanya sebatas alat komunikasi namun juga sebagai media untuk menebar janji-janji politik dan impian politik. Dedes telah menerapkan itu sejak lama. Dedes menjadikan bahasa untuk melengserkan Tunggul Ametung.

Ken Dedes juga menunjukan bahwa menjadi seorang pemimpin tidak dengan menghilangkan feminisme perempuan. Perempuan tidak harus menjadi maskulin untuk dapat memimpin. Justru dimensi feminisme yang ada dalam diri perempuan mampu mengayomi dan memberi kebijaksanaan yang dicontohkan oleh Dedes pada kawula.

Meskipun Dedes dibatasi oleh stigma bahwa perempuan hanya terlibat diranah domestik. Ia membuktikan bahwa perempuan juga bisa mengamil peran di dalam ranah publik dan politik. Bahakan mampu menjadi pemimpin.

Dedes menjadi perempuan yang dielu-elukan dari berbagai kalangan karena kompeten dalam memimpin. Dedes juga menunjukan bahwa, bahkan dengan sifat kefeminimannya ia memiliki power yang kuat. Sehingga ia dapat menumpas habis kekuasaan Tunggul Ametung.

Isu Feminisme dan Politik dalam Novel Arok Dedes

Novel Arok Dedes, mengkiaskan kisah yang bersinggungan dengan tradisi, budaya dan norma-norma yang ada pada zaman itu. Tunggul Ametung menciptakan struktur yang menzalimi perempuan. Tunggul Ametung membatasi perempuan dalam berkembang, yakni hanya di ranah domestik semata untuk menyuburkan kekuasaannya sebagai Akuwu Tumampel.

Sistem patriarki tidak perduli sekalipun perempuan tersebut memiliki kemampuan. Perempuan tidak boleh mengerjakan hal-hal di luar wilayah domestik. Penguasa menciptakan budya patriarki  yang mengurung perempuan dalam sangkar ketidakadilan. Perempuan pun sulit berkembang karena batasan tersebut.

Kebanyakan masyarakat menganggap sifat feminim adalah suatu kelemahan dari seorang perempuan. Sterotipe itulah yang menciptakan pandangan sebelah mata dari orang lain. Serta menjadikan perempuan sulit untuk sekedar percaya pada dirinya sendiri.

Padahal novel tersebut telah menggambarkan bahwa Dedes selaku orang yang memiliki sifat feminim dapat mengasuh kekuasaan dan kepercayaan rakyat. Sampai-sampai rakyatnya menganggap Dedes sebagai dewi kebijaksaan.

Sementara itu, Rakyat  sangat membenci Tunggul Ametung yang memiliki sifat maskulin. Karena Tunggul Ametung serakah dan tidak bijaksana dalam memimpin. Hal ini terlihat bahwa kekuasaan bukan hanya memerintah belaka.

Akan tetapi kekuasaan juga mengasuh dan tidak berdasarkan pada jenis kelamin. Bahkan agama Islam juga mendukung baik laki-laki maupun perempuan terjun ke dalam ranah politik. Asal keduanya mampu dan amanah dalam menjalankan tugasnya. []

 

Tags: Kerajaan KediriNovel Arok DedesNusantaraPramoedya Ananta Toersejarah
Leni Nur Azizah

Leni Nur Azizah

Mahasiswa Pascasarjana Ilmu al-Qur'an dan Tafsir UIN Walisongo Semarang

Terkait Posts

Kisah Khalifah Manshur dan Georgeus

Belajar Toleransi dari Kisah Khalifah Manshur dan Georgeus Buktisyu

30 Mei 2025
Sayap-sayap Patah

Buku Sayap-Sayap Patah: Kritik Kahlil Gibran terhadap Pernikahan Paksa

30 Mei 2025
Perempuan Keluar Malam

Refleksi Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab: Apakah Perempuan Tak Boleh Keluar Malam?

28 Mei 2025
Daughters of Abraham

Ulasan Daughters of Abraham: Ketika Para Putri Ibrahim Menggugat Tafsir

27 Mei 2025
Buku Toleransi dalam Islam

Islam adalah Agama Kasih: Refleksi dari Buku Toleransi dalam Islam

26 Mei 2025
Buku Saku Keluarga Berkah

Membangun Keluarga Sakinah: Telaah Buku Saku Keluarga Berkah

25 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jilbab

    Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an
  • Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)
  • Tren Mode Rambut Sukainah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID