Mubadalah.id – Pondasi dan pilar kekuatan dan kemajuan bangsa ialah keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan moralitas kemanusiaan luhur atau dalam bahasa agama al-Akhlaq al-Karimah atau al-Ihsan. Jika ini hilang dan runtuh, maka hancurlah bangunan masyarakat dan bangsa. Ahmad Syauqi, raja penyair Arab asal Mesir menulis puisi terkenal:
وانَّمَا الْاُمَمُ الْاَخْلَاقُ مَا بَقِيَتْ فَإِنْ هُمُو ذَهَبَتْ أَخْلَاقُهُمْ ذَهَبُوا
“Bangsa-bangsa akan eksis sepanjang moralitas luhur ditegakkan di dalamnya. Jika ia hilang, maka hilang dan hancurlah bangsa itu”.
Dalam maknanya yang lebih luas, al-Akhlaq al-Karimah menghimpun di dalamnya bukan hanya kebaikan individu, seperti kejujuran, ketulusan dan rendah hati (saleh personal), melainkan juga penghargaan terhadap martabat manusia dan perlindungan terhadap hak-hak dasar manusia atau dalam konsep al-Imam al-Ghazali disebut sebagai perlindungan terhadap lima hak dasar manusia (al-Ushul al-Khamsah).
Yaitu Hifzh al-Din, Hifzh al-Nafs, Hifzh al-Aql, Hifzh al-Nasl /‘Irdh dan Hifzh al-Mal. Dan puncaknya adalah cinta dan kasih sayang semesta (Rahmatan Lil Al-Amin). Ini semua adalah tujuan dan cita-cita agama.
Berdasarkan hal ini, maka segala aturan, kebijakan negara dan pandangan-pandangan keagamaan harus dirumuskan dalam kerangka mewujudkan cita-cita kemanusiaan ini. Jika ia ternyata tidak lagi memenuhi harapan, tujuan atau cita-cita kemanusiaan tersebut, maka selayaknya diperbarui atau diganti .
Pertanyaan kita sesudah ini adalah dari mana dan bagaimana perwujudan kondisi itu dimulai?
Saya kira dunia sepakat bahwa perbaikan sosial dan bangsa harus dimulai dari komunitas kecil bernama Keluarga. Ia adalah jantung dari kehidupan bangsa. Di ruang inilah nasib bangsa dipertaruhkan. Dan sumbu utamanya terletak pada eksistensi perempuan.
Dalam konteks Islam pembentukan sistem keluarga yang maslahah ini telah dituangkan dalam banyak ayat Al-Qur’an dan al-Sunnah, dua sumber utama. Paling tidak ada 6 atau 7 ayat yang bisa menjadi basis utama dari bangunan keluarga yang diharapkan Islam:
- Q.s. Al-Nisa, 1, 19
- Q.s. Rum, 21
- Q.s. Al Baqarah, 187
- Q.s. Al Taubah, 71
- Q.s. Al Ahzab, 35
- Q.s. Al-Hujurat, 13
Ayat-ayat suci di atas memberi petunjuk kepada kita agar relasi antar suami istri secara khusus dan antar manusia secara umum dilakukan berdasarkan pola kesalingan. Kesalingan menghormati, membahagiakan lahir batin, melindungi, menjaga, mendukung, bekerjasama, menyayangi dan mencintai.
5 cara aktualisasi Kesalingan
Paling tidak kesalingan tersebut diaktualisasikan dalam 5 cara:
عَامِلِ النَّاسَ بِمَا تُحِبُّ اَنْ يُعَامِلُوكَ
- Perlakukan orang lain sebagaimana engkau ingin diperlakukan.
وَلَا تُعَامِلْ النَّاسَ بِمَا لَا تُحِبُّ اَنْ يُعَامِلُوكَ
- Jangan perlakukan orang lain dengan cara yang tidak anda inginkan untuk diri anda sendiri
فَبِمَا أَنَّ كُلَّ إِنْسَانٍ يُرِيدُ أَنْ يُحْتَرَمَ اِخْتِيَارُهُ فَيَنْبَغِي أَنْ يَحْتَرِمَ اِخْتِيَارَ اْلآخَرِينَ
- Oleh karena tiap orang ingin pilihan/pandangan hidupnya dihargai. Maka seyogyanya dia menghargai pilihan/pandangan hidup orang lain.
لَا تَحْتَقِرْ اَحَداً. وَلَا شَيْئاً فَاِنَّ اللهَ لَا يَحْتَقِرُهُ حِينَ خَلَقَهُ
- Jangan rendahkan siapapun dan apapun, karena Tuhan tidak merendahkannya saat menciptakannya
لَا تَكْمُلُ الْمَحَبَّةَ بَيْنَ اثْنَيْنِ حَتَّى يَقُولَ كُلٌّ لِلآخَرِ : اَنْتَ اَنَا
- Cinta dua orang tak bisa sempurna sampai masing-masing mengatakan “kau adalah aku yang lain”.
Pola relasi kesalingan tersebut hanya bisa dijalankan manakala didasarkan pada prinsip kesetaraan dan keadilan, bukan dominasi dan subordinasi satu atas yang lain.
bersambung …
*Disampaikan dalam “Halaqah dan Seminar Penguatan Ketahanan Bangsa melalui Kemaslahatan Keluarga, Perspektif Nahdlatul Ulama”, Jum’at, 27-28 April 2018, di Hotel Acasia, Senin, Jakarta Pusat. Diselenggarakan oleh LKK, PBNU.