Mubadalah.id – Akhir-akhir ini Dunia sedang di gemparkan dengan adanya konflik Israel-Hamas yang kembali memanas setelah terakhir kali terjadi pada tahun 2000 yang lalu. Akankah perang ini sebagai pemicu terjadinya Intifada ketiga?
Dalam bahasa Arab, Intifada berarti melepaskan diri atau bisa disebut dengan perlawanan. Intifada pertama (1987-1993) dan Intifada kedua (2000) telah menewaskan belasan ribu warga sipil Palestina di jalur Gaza. Perang ini seolah-olah mengesampingkan sisi kemanusiaan.
Awal Mula Berdirinya Hamas
Hamas merupakan organisasi politik-militer yang berdiri di Gaza pada tahun 1987 oleh Syeikh Ahmad Yassin dan Abdul Aziz Al-Rantisi. Selain sebagai organisasi politik-militer, Hamas mendapat label lain, seperti partai politik, pejuang kemerdekaan, bahkan kelompok teroris.
Eksistensi Hamas merujuk pada pemberontakan besar-besaran masyarakat Palestina kepada penjajahan Israel. Hamas menjadi aktor utama penyerangan Palestina terhadap Israel. Bentuknya berupa penculikan, penyandraan, penyerangan bersenjata hingga bom bunuh diri. Tercatat sudah ratusan bom bunuh diri yang Hamas lakukan hingga menewaskan ribuan nyawa manusia.
Hamas juga dilatar belakangi dari kelompok masyarakat Palestina yang tidak setuju dengan kebijakan Palestine Liberation Organisation (PLO) dan Fatah (Partai penguasa pemerintah di Palestina) yang mengakui kedaulatan dua negara yaitu Palestina dan Israel, yang disebut dengan Two-State Solution.
Hamas mengklaim satu-satunya solusi dari konflik Palestina-Israel adalah dengan mengusir seluruh rakyat Israel dan menjadikan Palestina sebagai negara. Bahkan, tujuan pendirian Hamas yang tercantum dalam piagam Hamas tahun 1987 adalah memerdekakan Palestina dan menjadikannya sebagai negara islam.
Perang di Negara Sendiri
Perbedaan ideologis antara Hamas dan Fatah ini memperparah keadaan yang ada. Dan semakin membuat penduduk Palestina menderita. Apalagi dengan kemenangan Hamas atas Fatah dalam Pemilu sehingga Hamas mengambil alih kekuasaan Palestina yang awalnya berada di bawah pemerintahan Fatah.
Kecemasan warga Palestina tidak hanya pada konflik yang terjadi dengan Israel. Namun, keadaan pemerintahan dan politik dalam negeri juga mengalami kekacauan. Keduanya (Fatah dan Hamas) akhirnya berperang di negaranya sendiri dan menewaskan korban hingga ratusan jiwa.
Hingga akhirnya Hamas berhasil menguasai Gaza. Tetapi hal ini justru memicu Israel kembali melakukan penyerangan terhadap Palestina dengan cara memblokade semua akses di jalur Gaza. Israel mengurangi pasokan air dan listrik ke sana. Hasilnya, warga Palestina di jalur Gaza semakin merana.
Penjara Terbuka dengan Ratusan Juta Orang di dalamnya
Sejak saat itu, Gaza mendapat julukan open-air prison atau penjara terbuka terbesar di Dunia. Karena, di dalamnya terdapat jutaan warga sipil yang terjebak di negaranya sendiri. Sebagai upaya pendudukan Israel atas Palestina, Israel membatasi pergerakan rakyat Palestina. Bahkan sering kali mereka ditahan dan mendapat kekerasan fisik.
Konflik antara Israel dan Hamas kian memanas sejak 2007 semenjak Palestina berada di bawah pimpinan Hamas yang berakhir pada penderitaan warga Palestina yang berada di jalur Gaza. Perang antara keduanya tak kunjung menemukan titik akhir tetapi telah menewaskan ribuan nyawa tak berdosa.
Bahkan sebagian besar korban yang tewas berasal dari anak-anak, perempuan juga orang tua. Banyak anak-anak yang mengalami trauma perang hingga membutuhkan bantuan psikososial untuk memperbaiki keadaan mereka.
Sebenarnya, apa yang sedang dibela mati-matian? Dan keadilan seperti apa yang harus ditegakkan?
Konflik yang Mengesampingkan Rasa Kemanusiaan
Jika perang ini terjadi karena kepentingan politik atau perebutan wilayah, seharusnya perlu lebih bijak dalam mempertimbangkan rasa kemanusiaan. Konflik yng berkepanjangan seperti ini hanya akan membuat banyak orang trauma. Mereka mengalami penderitaan puluhan tahun yang akan berakibat fatal.
Di mana letak wujud dari kewajiban pemerintah negara sebagai pelindung rakyatnya? Bahkan, PBB pun belum bisa mengakhiri konflik Israel-Hamas setelah puluhan tahun lamanya.
Seharusnya negara-negara penguasa Dunia juga harus melek dan ikut andil dalam penyelamatan golongan rentan yang terdampak perang di Palestina. Seperti anak-anak, Perempuan dan orang tua. Agar perang ini benar-benar bisa menjadi upaya memerdekakan Palestina dan menyejahterakan rakyatnya, bukan hanya untuk kepentingan politik semata.
Mari kita sama-sama berdoa untuk saudara-saudara muslim kita di Gaza. Semoga konflik Israel-Hamas segera berakhir, entah nanti siapa yang jadi pemenangnya. Tetapi mereka harus segera mendapat perlindungan, rasa aman layaknya manusia.