• Login
  • Register
Kamis, 23 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Empati Terhadap Korban Kekerasan: Menyoal Rasa Kemanusiaan

“Wajar saja, pakaian perempuannya mengundang begitu”, Pantas saja dilecehkan, siapa suruh berpacaran”, Jadi perempuan kok pulangnya malam, Perempuan tidak benar itu”

Nuraini Chaniago Nuraini Chaniago
07/05/2022
in Personal
0
empati terhadap korban kekerasan

empati terhadap korban kekerasan

70
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Empati terhadap korban kekerasan adalah persoalan kemanusiaan.

Pernyataan di atas adalah beberapa dari sekian banyaknya pernyataan, yang sering kali dilontarkan orang-orang terhadap korban-korban kekerasan seksual yang diterima oleh perempuan. Ketika korban mengalami pelecehan dan kekerasan  seksual, bukannya dukungan yang didapatnya dari masyarakat untuk menuntut keadilan, melainkan kecaman dan tudingan yang semakin menyudutkan korban. Dan salah satu tudingan yang sering menjadi buah bibir adalah pakaian korban yang mengundang para pelaku kekerasan.

Sepanjang tahun 2021, kasus-kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak semakin marak terjadi di Indonesia. Kasus-kasus tersebut terjadi diberbagai tempat yang selama ini kita anggap aman, seperti rumah, sekolah, kampus, pondok pesantren, hingga tempat-tempat ibadah. Korbannya pun beragam, mulai dari anak sekolah, mahasiswi, santri, pegawai di lembaga pemerintahan, bahkan difabel sekalipun.

Dalam kerangka empati terhadap korban kekerasan, apa yang membuat kita semakin marah adalah, pelaku yang merupakan ayah, paman, kakek, serta kakak kandung korban. Laki-laki yang dipanggil ayah oleh seorang anak, yang bahkan seharusnya menjadi panutan dan pelindung kepada anak dan keluarganya, malah begitu tega merusak masa depan dan kehidupan anaknya sendiri.

Daftar Isi

  • Adakah Ruang Aman untuk Perempuan?
  • Baca Juga:
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam
  • Luka yang Tidak akan Sembuh: Beban Psikis Korban Kekerasan Seksual dalam Novel Scars and Other Beautiful Things
  • Janganlah Kalian Melakukan Kekerasan dan Menyakiti Orang Lain
  • Mari Dukung Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) demi Kemanusiaan
  • Rasa Empati dan Sikap Peduli

Adakah Ruang Aman untuk Perempuan?

Rumah yang seharusnya menjadi ruang aman bagi perempuan dan anakpun, kini menjelma menjadi tempat yang menakutkan dan melahirkan trauma yang berkepanjangan bagi si korban. Begitupun dengan guru, ustadz, atau dosen yang dianggap teladan bagi peserta didiknya, namun menjadi predator berjubah intelektual yang begitu ganas.

Baca Juga:

Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

Luka yang Tidak akan Sembuh: Beban Psikis Korban Kekerasan Seksual dalam Novel Scars and Other Beautiful Things

Janganlah Kalian Melakukan Kekerasan dan Menyakiti Orang Lain

Mari Dukung Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) demi Kemanusiaan

Salah satu contoh empati terhadap korban kekerasan, beberapa waktu lalu, salah satu teman saya bercerita, bahwa di dekat rumahnya ada seorang anak perempuan berusia sekitar lima tahun diperkosa oleh seorang guru honorer. Kejadian tersebut terbongkar di saat orang tua si anak memandikannya, dan korban mengeluhkan rasa sakit di daerah ke perempuanannya.

Lalu sang ibu bertanya apa yang membuatnya merasakan hal demikian, dan akhirnya sang anak bercerita. Dan pelakupun akhirnya di proses pihak yang berwajib. Namun, tanggapan si pelaku benar-benar membuat kita ingin menghakiminya tanpa ampun. Dengan santainya si korban malah berujar “Ya mau bagaimana lagi, Toh semuanya sudah terlanjur terjadi”. Hanya itu?

Tentu kasus-kasus di atas hanya sedikit dari sekian kasus-kasus kekerasan seksual lainnya yang terjadi di sekitar kita. Baik itu kasus kekerasan seksual secara verbal maupun secara fisik. Tentu ini menjadi fenomena yang memprihatinkan bagi kita semua, masa depan anak-anak dan para perempuan kita benar-benar terancam dan tak memiliki ruang aman.

Kasus-kasus  kekerasan seksual ini semakin hari semakin meningkat. Berdasarkan laporan Komnas Perempuan menyatakan bahwa sepanjang Januari hingga Oktober 2021, Komnas Perempuan menerima 4.500 aduan kasus kekerasan terhadap perempuan. Angka tersebut naik dua kali lipat dibandingkan tahun 2020.

Diyakini bahwa angka tersebut masih sedikit, jika dilihat ke lapangan, yang tentu lebih banyak lagi kasus-kasus kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan, hanya saja para korban memilih diam dan bungkam. Tentu hal demikian terjadi disebabkan oleh banyak faktor; di antaranya adalah, karena korban kekerasan menganggap bahwa apa yang dialaminya adalah aib yang tak harus diketahui oleh orang lain, bahkan mungkin tidak ada yang akan mempercayai apa yang sedang dialaminya.

Kebutuhan akan perlindungan hukum yang memihak kepada korban perempuan semakin mendesak. Sementara normalisasi kekerasan seksual terjadi karena masyarakat kurang peka terhadap isu-isu kekerasan yang dialami oleh perempuan sehingga menghambat proses penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan.

Dampak dari kekerasan seksual bagi korban kekerasan sangatlah besar, baik secara fisik maupun psikis. Butuh waktu lama bagi korban untuk mampu bangkit dari rasa trauma yang dialaminya. Untuk benar-benar pulih korban butuh dukungan dari setiap orang yang berada di sekitarnya.

Maka dengan demikian, penting untuk mengedepankan rasa empati kita terhadap korban-korban kekerasan seksual. Dengan rasa empati, setidaknya masyarakat mampu membantu menuntaskan kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kita.

Rasa Empati dan Sikap Peduli

Kita hanya butuh berempati dan menunjukkan sikap peduli kepada kesulitan yang dialami oleh manusia lainnya. Jikapun kita tidak mampu membantunya untuk memperoleh keadilan, setidaknya kita jangan menyudutkan korban kekerasan dengan stigma dan menyalahkannya atas apa yang menimpa dirinya.

Kita tidak harus menjadi korban kekerasan untuk bisa memahami kesulitan orang lain. Ayo, sama-sama kita pupuk rasa empati kita dalam melihat permasalahan-permasalahan kemanusiaan yang terjadi di sekitar kita. Karena mengakhiri kekerasan bukan hanya tugas pihak tertentu, melainkan tugas semua manusia di bumi tanpa kecuali.

Demikian tulisan tentang rasa empati terhadap korban kekerasan. Semoga bermanfaat.[]

Tags: anak rawan kekerasan seksualKasus kekerasankekerasanKekerasan Anakkekerasan terhadap perempuanMenghentikan Kekerasan terhadap PerempuanProtes perempuan terhadap kekerasan
Nuraini Chaniago

Nuraini Chaniago

Writer/Duta Damai Sumatera Barat

Terkait Posts

Menjadi Minoritas

Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas

21 Maret 2023
Rethink Sampah

Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

20 Maret 2023
Perempuan Bukan Sumber Fitnah

Ingat Bestie, Perempuan Bukan Sumber Fitnah

18 Maret 2023
Pembuktian Perempuan

Cerita tentang Raisa; Mimpi, Ambisi, dan Pembuktian Perempuan

18 Maret 2023
Ibu Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga: Benarkah Pengangguran?

17 Maret 2023
Patah Hati

Patah Hati? Begini 7 Cara Stoikisme dalam Menyikapinya, Yuk Simak!

16 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perayaan Nyepi

    Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Adalah Agama yang Menjadi Rahmat Bagi Seluruh Alam Semesta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tips Aman Berpuasa untuk Ibu Hamil dan Menyusui

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rahmat Allah Swt Untuk Orang Islam dan Orang Kafir
  • Islam Adalah Agama yang Menjadi Rahmat Bagi Seluruh Alam Semesta
  • Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi
  • Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023
  • Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist