Mubadalah.id – Dalam menjelaskan asas persaudaraan antar manusia ini, KH. Afifuddin Muhajir merujuk berbagai ayat al-Qur’an dan hadits. Salah satunya, yang masih jarang terdengar oleh banyak kalangan, adalah doa Nabi Muhammad Saw. yang sering dipanjatkan pada akhir shalat.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam Musnad-nya dan Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya:
“Dari Zaid bin Arqam, berkata: Nabi Muhammad Saw, berdoa pada akhir shalat: Ya Allah, Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu. Aku bersaksi bahwa Engkau adalah Tuhan, satu-satunya Engkau semata, tiada sekutu bagi-Mu. Wahai Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu, aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Mu dan rasul-Mu. Wahai Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu, aku bersaksi bahwa seluruh manusia, hamba-hamba-Mu itu, adalah bersaudara.”
“Ya Allah, Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu, jadikanlah aku dan keluargaku orang-orang yang tulus kepada-Mu setiap saat, dalam hal dunia dan akhirat. Wahai Tuhan yang Mahaagung dan Mahamulia, dengarkanlah dan perkenankanlah.”
“Allah Mahabesar, Mahabesar. Allah adalah Mahacahaya bagi langit dan bumi. Allah Mahabesar, Mahabesar. Cukuplah bagiku adalah Allah sebagai sebaik-baik tempat bergantung. Allah Mahabesar, Mahabesar.” (HR. Ahmad (Musnad Ahmad bin Hambal, hadits nomor 19601) dan Abu Dawud (Sunan Abu Dawud, hadits nomor 1510).
Bersaudara
Di dalam doa yang selalu diucapkan di akhir shalat ini, Nabi Muhammad Saw tegas dan jelas menyatakan: “Aku bersaksi bahwa seluruh manusia, hamba-hamba Allah itu, adalah bersaudara.”
Ini kalimat syahadah yang ketiga tentang persaudaraan antar manusia. Setelah dua kalimat syahadah yang sudah sering diucapkan, yaitu tentang ketauhidan Allah Swt dan kerasulan Nabi Muhammad Saw, tiga kalimat syahadah ini, semuanya, tercantum di dalam doa tersebut.
Kesaksian mengenai persaudaraan antar manusia ini menjadi dasar dan inspirasi bagi penerapan syariat Islam yang lebih relevan pada konteks negara-bangsa saat ini, dengan mengedepankan semangat dan perspektif hadharah atau peradaban dalam fiqh, bukan memperbesar perspektif ghazawah atau peperangan dan permusuhan.
Peperangan hanya Allah Swt izinkan, sebagaimana dalam al-Qur’an (QS. al-Hajj ayat 39), ketika untuk mempertahankan negara yang sudah ada (al-maujud). Kemudian yang bertugas melindungi para warganya dari tindakan-tindakan zalim yang para musuh maksud untuk memerangi para warga tersebut.
Selain itu, yang harus kita kembangkan dan besarkan adalah perdamaian dan kerja sama antar manusia. Baik dalam skala lokal, nasional, maupun global, dalam kerangka fiqh peradaban. []