Mubadalah.id – Banyak Muslim Indonesia menyatakan bahwa Qishas (salah satunya hukuman mati) adalah kewajiban sama dengan kewajiban shalat dan puasa. Sama sama di Kutiba (diwajibkan) ;
ูุชุจ ุนูููู ุงููุตุงุต
ูุชุจ ุนูููู ุงูุตูุงู
Itu tidak salah, benar. Namun saya memiliki “terjemahan” yang berbeda terhadap kata “Al Qishas” dalam ayat di atas. Terjemahan ayat di atas bukan “diwajibkan pada kalian melakukan Qishas”. Terjemahan yang menurut saya mendekati kebenaran adalah “diwajibkan atas kalian setimpal atau sepadan- jika kalian ingin membalas”
Jadi penekanan ayat itu bukan kewajiban membalasnya, tetapi kewajiban kesepadanan dan setimpal apabila ingin mengQishas. Dalam bahasa usul fiqih, ayat itu menyimpan kata yang terbuang yang disebut “iqthida’u an-nash”. Seandainya di nyatakan bunyinya ;
ูุชุจ ุนูููู ุงููุตุงุต- ุงู ุงูู ู ุงุซูุฉ – ุฅุฐุง ุฌุฒูุชู
Diwajibkan atas kalian “sepadan” jika akan membalas. Jika tidak membalas, maka tidak mengapa, Bahkan tidak membalas adalah sikap yang jauh lebih diharapkan Al Qur’an. Al Qur’an, lebih menginginkan jika tindakan kejam dibalas dengan pemaafan, itu lah cita ideal Al Qur’an.
Kalaupun terpaksa membalas, maka itu manusiawi, namun tidak boleh melampaui tindakan yang dilakukan, tidak boleh sewenang wenang. Sama persis dengan ayat yang menyatakan jika kalian memiliki piutang maka tangguhkan lah jika pihak penghutang tidak mampu. Namun jika hutang itu disedakahkan maka jauh lebih baik.
Pemahaman di atas dikuatkan oleh pemahaman secara lughawi terhadap lafat Qishas. Kata Qishas terambil dari kata Qassha, yang juga membentuk kata Qisshah (cerita). Sebagaimana cerita harus sama persis dengan realitas yang terjadi, maka dalam Qishas juga harus sepadan dengan apa yang dilakukan.
Inti ayat itu adalah, jika kalian ingin membalas, balaslah sesuai perbuatan yang dilakukannya, tetapi jika kalian memaafkannya maka itu jauh lebih terhormat dan dicintai Allah.
Menarik membaca tafsir at Thabari terhadap ayat di atas. Beliau mengatakan;
ูุงููุฑุถ ุงูุฐู ูุฑุถู ุงููู ุนูููุง ูู ุงููุตุงุตุ ูู ู ุง ูุตูุชู ู ู ุชุฑู ุงูู ุฌุงูุฒุฉ ุจุงููุตุงุต ููุชูู ุงููุงุชู ุจูุชููู ุฅูู ุบูุฑูุ ูุง ุฃูู ูุฌุจ ุนูููุง ุงููุตุงุต ูุฑุถูุง ูุฌููุจ ูุฑุถู ุงูุตูุงุฉ ูุงูุตูุงู ุ ุญุชู ูุง ูููู ููุง ุชุฑูู. ููู ูุงู ุฐูู ูุฑุถูุง ูุง ูุฌูุฒ ููุง ุชุฑููุ ูู ููู ููููู:”ููู ู ุนููู ููู ู ู ุฃุฎูู ุดูุก”ุ ู ุนูู ู ูููู . ูุฃูู ูุง ุนูู ุจุนุฏ ุงููุตุงุต ูููุงู:”ูู ู ุนูู ูู ู ู ุฃุฎูู ุดูุก”.
Kewajiban yang diwajibkan oleh Allah dalam ayat ini adalah ” tidak melampau batas “. Bukan seperti kewajiban shalat dan puasa, sehingga tidak boleh ditinggalkan. Kewajiban shalat dan puasa tidak boleh ditinggalkan, sementara Kewajiban membalas boleh ditinggalkan dengan pemaafan. Dan pemaafan itu adalah bagian dari kasih sayang Allah.
Jadi menurut Al Qur’an, hukuman mati bisa ditinggalkan kah? Ia bisa. Sesungguhnya Al Qur’an ingin menghapuskan budaya dendam dan penghukuman yang kejam, dengan pemaafan dan kasih sayang. Wallahu A’lam. []











































