Mubadalah.id – KH. MA. Sahal Mahfudh merupakan seorang ulama terkemuka di Indonesia. Sebagai salah satu tokoh yang pernah menahkodai Nahdlatul Ulama selama tiga periode berturut-turut, kiprah dan pemikiran Kiai Sahal cukup mudah kita temukan di buku-buku maupun di jagad maya. Beliau kita kenal juga dengan seorang ulama yang mampu meramu fikih secara kontekstual lewat gagasan fikih sosialnya.
Sebagai salah satu tokoh yang menjadi panutan umat, sejarah dan tindak-lampah Kiai Sahal tidak sedikit orang mencari dan mengkaji. Catatan-catatan, jurnal-jurnal hingga penerbitan buku-buku dalam rangka untuk mengkaji dan mengambil hikmah-hikmah dari perjalanan hidup Kiai Sahal yang telah tertorehkan.
Sudah barang tentu di balik kiprah Kiai Sahal yang begitu gemilang, aktivitas di berbagai lembaga, pasti kita bertanya-tanya apa rahasia dari kesuksesan kiprah Beliau?
Inspirasi dari Kehidupan Kiai dan Nyai
Di Balik kesuksesan seorang suami pasti ada istri yang mendukung. Ibunyai Hj. Dra. Nafisah Sahal, adalah perempuan yang menjadi istri sekaligus penyemangat juang Kiai Sahal. Nyai Nafisah bukan hanya sebagai seorang istri yang hanya mengurus rumah tangga. Namun beliau juga seorang pendiri pesantren putri Al Badi”iyyah, pendakwah, dan aktivis sosial.
Beliau pernah tercatat sebagai anggota Dewan Pemerintah Daerah (DPD) Republik Indonesia. Sebagai seorang istri dari seorang tokoh dan juga merupakan penggerak sosial tentu menjadikan penasaran tentang bagaimana kehidupan rumah tangga beliau berdua. Bagaimana Kiai Sahal dengan ketokohannya mengarungi bahtera kehidupan rumah tangganya dan bagaimana cara Nyai Nafisah sebagai istri membersamai Kiai Sahal dalam setiap langkahnya?
Buku yang berjudul Kiai Sahal & Nyai Nafisah; Beriringan, Saling Mendukung dan Saling Menguatkan, menyajikan tentang bagaimana beliau berdua mengharmoniskan antara kehidupan rumah tangga dan kehidupan sosial. Menariknya buku ini adalah buku pertama yang yang memotret kehidupan Kiai Sahal dan Nyai Nafisah dari sudut pandang yang sangat dekat.
Sebab buku ini menantunya sendiri yang menulis. Yaitu Tutik Nurul Janah atau yang akrab kita sapa Ning Tutik. Oleh karena itu banyak sekali kisah-kisah inspiratif dari Kiai Sahal dan Nyai Nafisah yang belum banyak terungkapkan dan kevaliditasanya tidak perlu kita ragukan.
Kiai Sahal terkenal oleh orang-orang sebagai seorang tokoh yang kental akan kesederhanaan dan kedisiplinannya. hal ini penulis gambarkan bahwa jadwal makan Kiai Sahal selalu pada jam yang sama. Sarapan bagi beliau lakukan pada pukul 6.30, dahar siang biasanya beliau lakukan pada pukul pada pukul 10.30, sedangkan dahar malam usai melaksanakan salat maghrib (hal 05).
Istri sebagai Partner Kehidupan
Dalam memposisikan istri, beliau bukan hanya seorang yang bertugas sebagai ibu dan memasak, namun istri adalah partner kehidupan. Hal ini tergambar bagaimana Kiai Sahal rela berhubungan jarak jauh ketika masa awal pernikahannya. Sebab sang istri masih menempuh pendidikanya di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dan bagaimana beliau mendorong penulis untuk melanjutkan pendidikannya agar mampu menjadi partner dari suaminya.
Membaca buku ini seakan-akan kita sedang dibacakan cerita-cerita oleh penulisnya langsung. Alur cerita yang dibumbui oleh kenangan-kenangan percakapan penulis dengan Kiai Sahal dan Nyai Nafisah membuat pembaca menambah kesan emosional yang kuat. Seperti kisah saat Kiai Sahal setiap hari Kamis duduk di ruang tamu, sambil menanti kepulangan Nyai Nafisah, dengan wajah sumringah. Di mana penulis serta cucu beliau ikut menemani. (hal. 88)
“pripun Bah, rasane ditinggal Ibuk teng Jakarta setiap Minggu ngeten niki?”, tanya penulis (Ning Tutik).
(Bagaimana rasanya, ditinggal Ibuk (Nyai Nafisah) ke Jakarta setiap Minggu begini?)
Kiai Sahal menjawab, “Yo ra kepenak” (rasanya tidak enak), kemudian beliau menambahkan,
“Ndek biyen Ibumu yo… sering tak tinggali sibuk. Ibumu yo… sabar”
(Dahulu, Ibumu (Nyai Nafisah) juga lebih sering saya tinggal sibuk bepergian, dan Ibumu juga selalu bersabar).
Menyemai Kesetaraan dalam Keluarga
Buku ini juga menampilkan kisah bagaimana Kiai dan Nyai Nafisah menyemai kehidupan rumah tangga dengan visi kesetaraan, saling mendukung, saling menguatkan. Kisah membangun kebersamaan dari meja makan. Dari ruang tamu diajarkan tentang arti kesetaraan. Sedangkan dari kebebasan Kiai Sahal mengajarkan tentang arti kepercayaan dan kemandirian.
Selain itu tersaji pula rahasia Kiai dan Nyai Nafisah mendidik putranya, yaitu KH. Abdul Ghaffar Rozin atau yang akrab kita sapa Gus Rozin.
Kisah demi kisah teramu secara runtut oleh penulis. Kisah Kiai dan Nyai Nafisah ditampilkan mulai dari latar belakang keluarga yang menjadi sumber inspirasi beliau berdua, perjalanan keilmuan, ide dan gerakan, relasi suami-istri yang saling menginspirasi hingga mendidik putra beliau berdua. Gaya penulisan yang runtut dan mengalir menjadikan buku ini enak kita baca dan tidak membosankan.
Bagi santri dan muhibbin Kiai Sahal dan Nyai Nafisah buku ini akan menjadi telaga uswah yang wajib kita selami. Untuk para alumni buku ini adalah obat akan kerinduan. Lalu, para penuntut ilmu dan pendidik, buku ini adalah mata air inspirasi.
Sedangkan teruntuk aktivis dan organisatoris buku ini adalah penyemangat untuk menghadapi medan juang. Dan bagi orang-orang akan atau sedang mengarungi jenjang pernikahan, buku ini adalah pedoman arah mata angin dalam mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga. []
Judul Buku
Penulis Tebal Buku Cetakan Penerbit | :
: : : : | Kiai Sahal & Nyai Nafisah; Beriringan, Saling Mendukung dan Saling Menguatkan Tutik Nurul Janah xiv + 124 Halaman Pertama, September 2022 Quantum Yogyakarta |