• Login
  • Register
Kamis, 10 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Sastra

Kisah Hidup Khadijah – Cinta Pertama Sang Nabi (Bagian 1)

Napol Napol
09/03/2020
in Sastra
0
23
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Khadijah dan Muhammad: Kisah tentang Cinta dan Keyakinan

Khadijah binti Khuwailid – namanya menggambarkan kekuatan, keperempuanan yang bermartabat, kehormatan yang beradab, dan ketenangan. Ia dikenang sebagai perempuan yang kuat, penuh kasih sayang, penuh keyakinan; perempuan yang adalah cinta pertama dalam hidup Nabi saw, dan yang menetap lama di hati beliau bertahun-tahun setelah kematiannya.

Khadijah r.a. dilahirkan lima belas tahun sebelum Nabi Muhammad saw., dalam keluarga berstatus tinggi di suku Quraisy, Mekkah. Ayahnya tak hanya seorang pemimpin suku, tapi juga pebisnis mapan yang usaha dagangnya berkembang pesat.

Khuwailid, ayah Khadijah, adalah seorang yang unik dalam hal menolak kebiasaan bejat yang biasa dilakukan masyarakat Mekkah, seperti mengubur bayi perempuan hidup-hidup. Malah, dia berinvestasi pada anak perempuannya dengan membesarkannya menjadi anak yang terdidik, cerdas, pintar berbisnis, yang beretika dan berprinsip kuat.

Kualitas-kualitas inilah yang membawanya menjadi tak hanya perempuan pebisnis yang cerdas, tapi juga menjadi salah satu dari sedikit orang di Mekkah yang membenci penyembahan berhala, dan hanya beribadah kepada Allah saja.

Baca Juga:

Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

Ketika Perempuan Tak Punya Hak atas Seksualitas

Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

Mengebiri Tubuh Perempuan

Suatu ketika, sebuah festival populer berlangsung di sekitar Ka’bah, dan dihadiri oleh banyak perempuan Quraisy. Khadijah binti Khuwailid hadir dan turut serta dalam perayaan – tapi tidak ikut dalam penyembahan berhala Hubal.  Saat hari berlalu, seorang Yahudi tua menyeru kepada para perempuan bangsawan: “Wahai perempuan Quraisy yang terhormat! Utusan Tuhan akan segera tiba di antara kalian. Siapapun yang berkesempatan menikahinya, maka lakukanlah!”

Tak lama, khalayak diam tertegun… kemudian para perempuan itu tertawa terbahak-bahak, mengejek laki-laki tua yang berani mengganggu festival mereka dengan kebodohannya. Sebagian yang menganggap lelaki itu menghina sesembahannya, mengamuk, hingga melakukan kekerasan dan melempar bebatuan ke arahnya.

Namun, yang tetap duduk di antara mereka semua, yang menolak ikut menghalau lelaki tua itu, yaitu Khadijah binti Khuwailid. Ia diam berfikir, merenungi perkataan lelaki itu. Sungguh suatu momen pertanda yang amat penting.

Khadijah adalah perempuan yang cantik, cerdas dan berkarakter superior. Dikenal sebagai ‘at-Thahirah’ – Yang Murni – ia digandrungi oleh banyak laki-laki hebat Quraisy. Khadijah pernah menikah dua kali, dan memiliki anak dari kedua suaminya. Setelah pengalaman keduanya sebagai janda, ia memilih memusatkan usahanya pada bisnis daripada pernikahan… atau begitulah yang ia rencanakan.

Dalam pencariannya mempekerjakan orang untuk memimpin kafilah dagangnya, Khadijah binti Khuwailid berjumpa pertama kali dengan Muhammad bin Abdullah. Seorang pemuda tampan dari keluarga baik-baik namun melarat. Ia memancarkan aura kemuliaan, kekuatan dan kerendahan hati sekaligus.

Di usia semuda itu, ia telah membangun reputasi yang dikenal sebagai as-Shadiq, al-Amin (Yang Jujur, Yang Dapat Dipercaya). Sebagai pedagang, ia jujur dan hati-hati dalam setiap interaksi dan transaksi, seperti dibuktikan oleh Maysarah, pelayan Khadijah sendiri, pada perjalanan bisnis mereka pertama kali.

Dengan setiap pengalaman positif dan laporan terpuji tentang Muhammad, Khadijah dipenuhi rasa hormat dan kagum pada pemuda itu. Meskipun ia jauh lebih tua, ia masih seorang perempuan yang cantik dan cukup muda untuk mempertimbangkan pernikahan yang ketiga kali – dan cukup bijak untuk menyadari bahwa meski Muhammad tak punya apa-apa untuk ditawarkan kepadanya secara finansial, ia membawa dalam dirinya sesuatu yang jauh lebih penting.

Dengan cepat, pernikahan diajukan, diterima, dan diselenggarakan. Dan dengan demikian, dimulaikan awal salah satu kisah paling kuat tentang cinta dan keyakinan yang pernah disaksikan dalam sejarah.

[Diterjemahkan dari: https://www.thesciencefaith.com/life-story-of-khadijah-first-love-of-the-prophet-part-1/amp/]

Napol

Napol

Terkait Posts

Surat

Surat yang Kukirim pada Malam

6 Juli 2025
Kapan Menikah

Jangan Tanya Lagi, Kapan Aku Menikah?

29 Juni 2025
Luka Ibu

Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir Bagian II

15 Juni 2025
Abah dan Azizah

Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah

8 Juni 2025
Luka Ibu

Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

1 Juni 2025
Menjadi Perempuan

Menjadi Perempuan dengan Leluka yang Tak Kutukar

25 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pelecehan Seksual

    Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan
  • Ketika Perempuan Tak Punya Hak atas Seksualitas
  • Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah
  • Mengebiri Tubuh Perempuan
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID