Mubadalah.id – Pendekatan konsep makruf secara substantif meniscayakan pendekatan keadilan hakiki bagi perempuan.
Bahkan konsep makruf dalam pendekatan keadilan hakiki, harus memastikan benar-benar baik bagi perempuan dalam melalui lima pengalaman biologis yang khas. Yaitu menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui.
Sesuatu tidak bisa dianggap makruf, sekalipun didukung berbagai penafsiran, jika perempuan didiskriminasikan karena lima hal biologis tersebut.
Begitu pun keputusan hukum atau suatu kebijakan tidak bisa dipandang makruf jika menafikan pengalaman khas perempuan yang khas itu. Atau justru hasilnya membuat perempuan, dengan kondisi khas tersebut, tambah sakit dan sengsara.
Pengalaman lain adalah kondisi sosial yang dalam ribuan tahun perempuan mengalami pertama, stigmatisasi (pelabelan negatif). Kedua subordinasi (tidak dianggap penting dalam sistem kehidupan).
Ketiga, marginalisasi (peminggiran dari sistem keputusan). Keempat, beban ganda antara domestik dan publik, serta kelima kekerasan, baik fisik, psikis, seksual maupun yang lain.
Sesuatu kita anggap makruf, misalnya, adalah jika mempertimbangkan pengalaman sosial perempuan yang rentan terhadap lima bentuk ketidakadilan ini.
Sehingga yang kita putuskan harus mampu mentransformasikan kondisi perempuan menjadi manusia dengan martabat mulia, sebagai pusat kehidupan sebagaimana laki-laki. Bahkan perempuan, kita libatkan dalam perumusan keputusan dan kebijakan, berbagi beban dengan pasangan, dan terbebas dari segala bentuk kekerasan.
Semua fatwa KUPI adalah terang benderang, dengan pendekatan keadilan hakiki, mengupayakan transformasi sosial ini, mendorong agar perempuan tidak didiskriminasi ketika mengalami pengalaman biologis tersebut dan berupaya menghapuskan segala bentuk ketidakadilan gender. []