Mubadalah.id – Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) menggelar KUPI Talks ke-2 melalui daring pada Rabu, 16 November 2022. KUPI Talks menjadi ruang untuk mengenal isu-isu yang akan dibahas dalam perhelatan KUPI II.
Seperti diketahui, KUPI II akan digelar di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Jepara dan UIN Walisongo Semarang pada 23-26 November 2022, mendatang.
Adapun isu-isu yang akan dibahas dalam KUPI II adalah lima isu aktual, mulai persoalan kebangsaan, lingkungan, hingga perlindungan jiwa perempuan akibat perkosaan.
Selain itu, kongres ini akan menghasilkan sikap dan pandangan keagamaan yang bisa menjadi rujukan bagi masyarakat.
Dalam KUPI Talks yang membahas isu-isu tersebut, panitia KUPI menghadirkan narasumber dari Majelis Musyawarah Keagamaan KUPI, Faqihuddin Abdul Kodir, Direktur Jaringan GUSDURian, Alissa Wahid.
Kemudian, Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiya dan Lurah Desa Panggungharjo, Wahyudi Anggoro.
Pada kesempatan KUPI Talks, Faqihuddin Abdul Kodir telah menjelaskan bahwa KUPI memiliki metode dalam mengeluarkan sebuah sikap dan pandangan keagamaan (fatwa).
Kang Faqih menguraikan bagaimana sebuah fatwa yang KUPI keluarkan, mulai dari pemilihan isu hingga terbitnya sebuah fatwa.
Kontribusi Perempuan Cegas Ekstremisme
Selain itu, pada kesempatan lain, Alissa Wahid menjelaskan terkait kontribusi perempuan dalam mencegah ekstremisme.
Kontrobusi tersebut misalnya, Alissa menyebutkan bahwa perempuan sebetulnya memiliki peran penting dalam merawat bangsa, utamanya dalam mencegah ekstremisme kekerasan.
Alissa Wahid juga menguraikan bagaimana perempuan berkontribusi dalam menciptakan bangsa yang damai, harmonis, dan berkeadilan.
Lebih lanjut, dalam pemaparannya Wahyudi Anggoro menyampaikan terkait cara mengolah sampah menjadi berkah.
Dalam pengelolaan sampah ini, ada kisah menarik dari Kelurahan Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta, di mana sampah keluarga bisa kita olah dan menghasilkan berbagai produk yang bermanfaat.
Dan yang terakhir, adalah isu hak-hak korban kekerasan seksual yang telah Alimatul Qibtiyah paparkan.
Menurut Alimatul Qibtiyah, ada persoalan serius di tengah masyarakat Indonesia. Korban pemerkosaan kerap mengalami pemaksaan untuk menikahi pemerkosanya agar sang anak punya bapak administratif.
Prof. Alim menjabarkan bagaimana seharusnya memberikan hak-hak korban dan bagaimana kasus kekerasan seksual kita selesaikan. (Rul)