• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Kurikulum Merdeka dan Misi Pendidikan Karakter Indonesia

Peserta didik bukan dicetak hanya untuk cerdas tetapi juga berkarakter sebagai ejawantah dari profil pelajar Pancasila

Muhammad Nasruddin Muhammad Nasruddin
01/08/2024
in Publik
0
Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Konsep belajar sejatinya telah manusia jalani sejak ia terlahir. Seorang bayi bakal meniru segala gerakan dan ucapan orang terdekat-kasihnya; ibu misalnya. Beranjak balita, ia semakin aktif belajar lewat penglihatan dan pendengaran. Konsep demikian terjadi setiap hari hingga ia berkembang menjadi pribadi yang mampu menangkap corong pembelajaran tidak hanya dari keluarga, tetapi juga dari lingkungan luar.

Belum lagi ketika seorang anak memasuki sekolah, ia bakal menerima berbagai konsep pembelajaran baru yang akrab dengan sebutan kurikulum. Mengenai hal ini, hampir tiap sekolah menerapkan kurikulum yang telah dirancang lembaga pendidikan—yang dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Mutakhir, Kemendikbud melalui menterinya Nadiem Makarim terus menderaskan sebuah kurikulum alternatif dari gagasan penyederhanaan kurikulum.

Gagasan itu disebut sebagai Kurikulum Merdeka, sebuah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi atau pembelajaran inklusif—bila meminjam istilah Menteri Nadiem Makarim. Dalam kurikulum ini guru pun mendapat keleluasaan dalam memilih peranti ajar agar pembelajaran tersesuaikan dengan kebutuhan dan minat peserta didik.

Pendidikan Karakter sebagai Muatan Kurikulum Merdeka

Muatan dalam Kurikulum Merdeka mengandung berbagai karakteristik. Dalam tulisan ini, hanya bakal membahas satu di antaranya yakni “Pengembangan Karakter”. Jika dibedah sekilas, kata karakter memiliki arti sifat-sifat kejiwaan; tabiat; watak. Sepintas makna tersebut selalu berkaitan dengan pribadi peserta didik. Dalam hal ini Kurikulum Merdeka menjadi ruang untuk mencetak tabiat dan watak peserta didik.

Setiap peserta didik tentu memiliki karakter berbeda satu sama lainnya. Perbedaan karakter ini bakal memberi pengaruh dalam pembelajaran di ruang-ruang kelas. Lembaga pendidikan secara umum tidak etis bila harus menyeragamkan karakter setiap peserta didik. Justru dalam Kurikulum Merdeka maksud dari “pengembangan karakter” ialah peserta didik bukan dicetak hanya untuk cerdas tetapi juga berkarakter sebagai ejawantah profil pelajar Pancasila.

Baca Juga:

Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat

Dalam mengembangkan karakter peserta didik di sekolah, peran dan andil seorang guru sangat berpengaruh. Bagaimana mereka memainkan aktor sebagai katalisator, inspirator, motivator, sekaligus evaluator. Pun pengembangan ini didukung oleh kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan kokulikuler. Bertambah dengan modernitas teknologi menjadi alat bantu sebagai upaya pemanfaatan mewujudkan Kurikulum Merdeka.

Lalu poros yang ditawarkan kurikulum ini dalam mengembangkan karakter ialah memiliki kebiasaan belajar yang baik: hard skill  dan soft skill. Tidak hanya di dalam sekolah, karakter ini juga akan bermanfaat di luar sekolah.

Apalagi peserta didik mampu mengembangkannya kembali di berbagai komunitas, lembaga non-formal, dan sebagainya. Beberapa karakteristik karakter yang digarap dalam Kurikulum Merdeka di antaranya; religius, nasionalis, gotong royong, integritas, dan mandiri.

Mendidik Tidak Bisa Mendadak

Menerapkan konsep pembelajaran karakter tersebut pada peserta didik ialah bagai menanam pohon. Implementasi dari hal demikian ibarat menanam bibit pohon hingga tumbuh dan bermanfaat bagi sekitar.

Pepatah mengatakan bahwa mendidik itu tak bisa mendadak. Maksudnya pengembangan karakter yang pendidik lakukan mulai bangku sekolah dasar hingga menengah atas tak langsung membuat peserta didik berubah karakternya. Ada tahapan dan waktu hingga mereka terbiasa dengan pengembangan tersebut.

Hasan Basri Tanjung dalam bukunya Sekolah Anak Kita (2018) mengutarakan bagaimana proses mendidik itu teribaratkan “siapa menanam, dia memetik”. Lewat Kurikulum Merdeka, para pendidik terus berusaha menerapkan bagaimana sistem penerapannya pada peserta didik di sekolah masing-masing.

Walaupun melalui kurikulum Merdeka tidak serta merta menjadikan peserta didik menjadi baik secara karakter. Tetapi kembali kepada frasa tadi “siapa menanam, dia memetik”. Ketika mendidik kita tak perlu merisaukan hasilnya. Yang lebih penting bagaimana tugas guru telah menanamkan itu semua. Hingga di kemudian hari, bangsa ini memetiknya.

Untuk mendapat pohon yang baik dan buah yang berkualitas tentu membutuhkan proses, waktu yang tak sedikit, biaya, tenaga, dan pikiran. Sama dengan pengembangan karakter dalam sisiran karakteristik Kurikulum Merdeka ini. Selain faktor itu, penanam—dalam konteks ini pendidik—pun harus memiliki kemampuan merawat selama dalam prosesnya.

Lalu setelah mengibaratkan “menanam pohon”, pendidik di kemudian hari bakal menjumpai peristiwa “pohon berbuah”. Melalui pembiasan sehari-hari di mana peserta didik bereaksi dengan lingkungan, dan berinteraksi dengan kondisi sekitarnya, serangkaian aktivitas tersebut akan berdampak pada pembentukan karakter. Pelan tapi pasti.

Menunggu pertumbuhan dan perkembangan pohon memang tidaklah instan. Begitu pula menerapkan sistem pendidikan. Kerja-kerja pendidik dan kepatuhan peserta didik dalam menjalankan apa-apa yang ada dalam Kurikulum Merdeka bakal menentukan sukses atau tidaknya kurikulum ini dapat berjalan.

Walau tak bisa secara menyeluruh terserap dan terlaksanakan, paling tidak ada beberapa karakteristik yang menjadi pegangan peserta didik, pengembangan karakter misalnya. []

Tags: guruIndonesiaKurikulum merdekaLembaga PendidikanpendidikanPendidikan Karaktersekolah
Muhammad Nasruddin

Muhammad Nasruddin

Alumni Akademi Mubadalah Muda '23. Dapat disapa melalui akun Instagram @muhnasruddin_

Terkait Posts

Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Nenek SA

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version