Mubadalah.id – Sejarah Fahmina bermula dari pergumulan intelektual para pemuda pesantren di Cirebon. Pada saat itu, banyak santri dan intelektual muda yang gelisah melihat bagaimana tradisi pesantren yang kaya dengan nilai kemanusiaan kurang hadir menjawab problem sosial kontemporer.
Kegelisahan itu menyatukan empat tokoh muda KH. Husein Muhammad, KH. Affandi Mochtar (alm), KH. Marzuki Wahid, dan KH. Faqihuddin Abdul Kodir yang kemudian mendirikan Yayasan Fahmina pada November 2000. Beberapa bulan setelahnya, Februari 2001, Fahmina resmi mereka luncurkan ke publik.
Sejak itulah arah gerakan Fahmina menjadi semakin jelas yaitu untuk mengembangkan kajian kritis sosial-keagamaan. Sekaligus mendampingi kelompok mustadl’afin, mereka yang terpinggirkan secara sosial dan budaya.
Bagi Fahmina, agama tidak boleh berhenti di ruang wacana. Karena ia harus menjadi kekuatan yang membebaskan.
Dalam dokumen visi terakhirnya, Fahmina merumuskan cita-cita besar yaitu mewujudkan tatanan sosial yang kritis, terbuka, bermartabat, dan berkeadilan berbasis Islam-Pesantren.
Visi itu kemudian dijabarkan dalam empat misi utama, mulai dari mengembangkan gerakan keagamaan kritis, mempromosikan kehidupan yang adil berbasis kearifan lokal, memperkuat kelompok masyarakat agar berdaya. Hingga mendorong mereka mempengaruhi kebijakan publik.
Misi ini menjadi arah setiap program yang dijalankan. Setiap langkah harus berdasarkan pada penelitian lapangan, diperkaya dengan argumen teologis dari khazanah Islam klasik dan kontemporer. Serta selalu berorientasi pada transformasi sosial.
Selama lebih dari dua dekade, Fahmina telah menjadi bagian penting dari denyut perubahan sosial di Cirebon dan banyak daerah lain. Dari advokasi kebijakan anti-kekerasan terhadap perempuan, pendidikan kritis berbasis pesantren, hingga pengorganisasian masyarakat adat, kiprah lembaga ini mampu menjadi energi transformasi yang besar. []









































