• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Makna Hari Ibu Dalam Refleksi Peringatan Hari Gerakan Perempuan 22 Desember

Kita merayakan Hari Ibu ini dengan penuh rasa hormat dan terus menyalakan api juang gerakan perempuan untuk terus berani mendobrak tembok patriarki

Indi Ardila Indi Ardila
21/12/2022
in Featured, Personal
0
Makna Hari Ibu

Makna Hari Ibu

913
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Di negara kita (Indonesia), ada peringatan hari Ibu di setiap 22 Desember. Di mana peringatan ini tidak terlepas dari nilai-nilai serta hak dan keterlibatan perempuan sebagai makhluk yang setara dengan laki-laki. Untuk itu, peringatan ini tidak hanya bermakna sebagai bentuk kasih sayang dari anak untuk Ibu dan dari ibu untuk anak, atau mother’s day seperti di negara lain.

Tetapi hari Ibu di negara kita adalah upaya untuk memperingati bangkitnya kaum perempuan dari ketertindasan dan diskriminasi. Yakni melalui kuatnya gerakan-gerakan perempuan yang bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat kaum perempuan Indonesia, agar menjadi perempuan yang lebih maju dan layak. Demi tercapainya bangsa yang adil dan merdeka.

Sejarah Hari Ibu 22 Desember

Peringatan untuk Ibu di tanggal 22 Desember merupakan acuan dari pelaksanaan kongres perempuan Indonesia I pada 22 sampai 25 Desember 1928 di Yogyakarta. Beberapa minggu setelah kongres Pemuda II. Sebelum ditetapkan secara yuridis formal, melalui dekrit Presiden, tanggal 22 Desember 1959. Ada dua kongres lagi yaitu, kongres perempuan II pada tanggal 22 Desember 1935 di Jakarta, dan kongres perempuan III pada 22 Desember 1938 di Bandung. Di mana dari kongres perempuan III menghasilkan keputusan bahwa tanggal 22 Desember tersebut ditetapkan sebagai Hari Ibu Nasional.

Mengapa Hari Ibu, Bukan Hari Gerakan Perempuan?

Mungkin hal yang lumrah kalau banyak orang yang masih memaknai Ibu adalah seorang perempuan yang sudah mempunyai anak atau yang sudah berumah tangga. Tapi menurut pendapat pribadi, makna Ibu tidak hanya sebatas itu, karena Ibu adalah manifestasi Tuhan.

Jadi Ibu itu ibarat ladang , untuk cinta dan kasih sayangnya, ladang untuk belaian yang menumbuhkannya, ladang pengetahuan, ladang perjuangan, ladang kelembutan hati dan ladang perhatian. Dan unsur-unsur itu semua ada dalam setiap jiwa perempuan yang mampu membuat dan membawa perubahan.

Baca Juga:

Dari Nada ke Makna: Tafsir Relasi Ibu dan Anak dalam Lagu Jumbo

Hari Ibu: Refleksi Pengasuhan Bukan Hanya Tugas Ibu!

Kitab Iqdulul: Sayyidah Fatimah Teladan Bagi Ibu dan Perempuan

Mencintai Ibu Ciri Manusia Berkeadilan

Mungkin Iya kalau dalam KBBI, Ibu adalah seorang perempuan yang sudah memiliki anak, tapi kata “Ibu” hanya netralitas kata saja. Nyatanya, setiap perempuan adalah Ibu, dan setiap Ibu pasti perempuan. Setiap perempuan akan menjadi Ibu, terlepas dari apapun statusnya, atau pekerjaannya.

Karena di dalam jiwa perempuan terdapat banyak unsur Keibuannya juga sifat dan sikapnya yang selalu mengadakan dan menghasilkan. Itulah mengapa tidak di sebutkan sebagai hari kebangkitan atau gerakan perempuan, karena setiap perempuan adalah Ibu dengan segala perjuangannya.

Tujuan Adanya Kongres Perempuan

Tujuan diadakannya kongres perempuan adalah untuk menumbuhkan kesadaran terhadap masyarakat luas juga terhadap perempuan itu sendiri, bahwa setiap perempuan mampu memperbaiki nasib bangsa, yakni bangsa kita Indonesia. Karena lebih dari tiga abad negara kita dijajah oleh negara lain, sehingga nasib bangsa tak hanya dalam genggaman laki-laki, tetapi kaum perempuan juga mampu menjadi tonggak keberhasilan bangsa dan negara ini.

Perempuan- perempuan yang hadir dari seluruh pelosok negeri merasa bahwa perempuan selama ini telah diinjak-injak harkat dan martabatnya tak hanya oleh bangsa lain tetapi oleh pemikiran orang-orang di bangsa sendiri, yakni orang-orang yang menganut budaya patriarki.

Bahkan kaum perempuan pun merasa telah lama terbelenggu oleh adat dan penindasan kaum feodal. Sehingga adanya Kongres Perempuan, penyuaraan dan penyadaran terhadap hak-hak perempuan bisa terealisasikan, bahwasannya perempuan tak hanya mampu bekerja di sektor domestik saja.

Hegemoni Domestik Terhadap Perempuan Pada Masa Orde Baru

Kalau kita menilik sejarah, tumbuhnya kesadaran para perempuan di masa-masa sebelum orde baru, banyak gerakan perempuan yang berhasil didirikan. Salah satunya seperti gerakan Gerwani. Di mana gerakan ini menjadi gerakan paling terkenal di masa itu.

Gerakan ini berdiri pada tanggal 4 Juni 1950 yang awal mulanya bernama GERWIS (Gerakan Wanita Istri Sedar) tetapi mengalami perubahan menjadi Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) yang di dalamnya berisi perjuangan-perjuangan perempuan terhadap isu-isu kesetaraan dan hak untuk mendapatkan pendidikan.

Hanya saja pada masa orde baru tiba, gerakan tersebut diberangus karena di jadikan kambing hitam. Lalu dimusnahkan sampai pada penghilangan fakta sejarah, sehingga kongres perempuan dengan segala gerakannya sempat dihilangkan. Masa orde baru memang masa-masa paling suram bagi perempuan.

Meskipun perempuan sudah berkontribusi dalam ranah-ranah sosial seperti ekonomi, politik dan budaya lewat pemikiran dan kerja-kerja dalam pembangunan, rezim ini menjadikan para perempuan kembali terkungkung dalam ranah domestik.

Karena itu, perempuan mengalami hegemoni domestik, sehingga kehidupan perempuan hanya sibuk dengan sektor domestik saja. Yakni hanya diperbolehkan dalam urusan memasak, mencuci, mengurus rumah, hanya boleh merawat anak, melahirkan dan memenuhi kebutuhan seksual laki-laki, terkhusus perempuan yang sudah berumah tangga.

Hal tersebut tentu sebagai bentuk penindasan terhadap perempuan dan menjadikan posisi perempuan semakin inferior (Di bawah laki-laki). Kondisi ini tak ayal menjadikan sebagian perempuan akhirnya merasa nyaman. Meskipun hanya berkontribusi di ranah domestik saja, tanpa membutuhkan aktualisasi.

Dan hilangnya kesadaran akan kemampuan diri untuk berkontribusi di ranah publik. Sikap otoriter orde baru akhirnya menjadi masalah baru bangsa ini, karena telah melumpuhkan tonggak keberhasilan bangsa. Hal ini terjadi karena masih menormalisasi budaya patriarki.

Refleksi Peringatan Hari Ibu 22 Desember

Meskipun begitu kelamnya sejarah gerakan perempuan di Indonesia pada masa orde baru, kita tetap bisa melihat sangat kuatnya perlawanan gerakan-gerakan dan peran perempuan sampai pada masa rezim tersebut berakhir. Di mana negara banyak melakukan tindakan represif terhadap gerakan perempuan. Sehingga adanya peringatan Hari Ibu ini sebagai refleksi kita untuk mengangkat citra luhur perempuan yang menjadi sumber kehidupan. Dan seluruh gerakannya yang menjadikan bangsa lebih bermartabat dan kuat. Namun yang perlu kita perbaharui adalah cara memposisikan makna Ibu kedalam konteks yang lebih luas.

Bahwa setiap perempuan adalah Ibu. Baik dengan subjek Ibu secara nyata melampaui unsur-unsur ibuisme, maupun setiap perempuan dengan apapun peran dan statusnya. Dan peran Ibu saat ini sudah banyak korelasinya di ranah publik. Seperti Ibu yang menjadi seorang nelayan, petani, buruh, pelajar-mahasiswi, penari adat, pencipta karya, sampai dengan perempuan politisi, pemimpin daerah, dan pekerjaan serta peran lainnya.

Berangkat dari situasi tersebut di atas hendaknya kita merayakan Hari Ibu ini dengan penuh rasa hormat dan terus menyalakan api juang gerakan perempuan untuk terus berani mendobrak tembok patriarki. Lalu merealisasikan harapan akan kehidupan yang setara tanpa diskriminasi, marjinalisasi, dan ketidakadilan lainnya.

Atau merefleksikan hari ini secara spesial dan penuh rasa cinta kita terhadap orangtua. Khususnya seorang perempuan yang telah melahirkan kita. Karena ia tak hanya menjadi Ibu bagi seorang anaknya atau sosok pembawa peradaban, entah untuk agama maupun sebuah bangsa. Tetapi ia Ibu bagi setiap aspek kehidupan.

Karena setiap Ibu, hidupnya penuh pengabdian terhadap kemajuan dalam berbangsa, bernegara maupun beragama. Juga penuh perjuangan menuju kehidupan yang jauh lebih baik.

Untuk para Ibu yang bekerja, yang memilih mengurus rumah tangga, yang menjadi orangtua, ataupun Ibu yang memilih tidak menjadi orangtua, dan peran-peran Ibu lainnya. Semua berhak mendapatkan penghargaan dan peringatan Hari Ibu. Karena setiap perempuan adalah Ibu. []

 

Tags: 22 DesemberHari IbuHari Pergerakan Perempuan IndonesiaKasih IbuMakna Ibu
Indi Ardila

Indi Ardila

Bukan apa dan siapa tidak sekedar apalagi sebagai. Satu yang nyata, aku cuma seseorang yang suka melahap.

Terkait Posts

Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Keadilan Semu

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

15 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Memahami Disabilitas: Lebih Dari Sekadar Tubuh

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version