Mubadalah.id – Kita semua tentu ingin Indonesia menjadi sebuah negara dan bangsa yang mampu memastikan seluruh komponen masyarakatnya dari berbagai latar belakang dan wilayah manapun memperoleh hak dan kewajibannya secara adil. Namun cita-cita luhur ini tentunya perlu dilakukan oleh banyak pihak.
Oleh sebab itu, Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (Humanis) sebuah organisasi pembangunan yang berbasis di Jakarta dan bekerja di wilayah Asia Tenggara untuk menyuarakan hak-hak dasar masyarakat marginal mengadakan program VOICE Indonesia.
Sebuah program yang telah berlangsung sejak tahun 2016 dan berkontribusi langsung bersama lebih dari 100 organisasi masyarakat sipil yang akhirnya membentuk suatu kelompok dengan sebutan Indonesia Inklusi.
Melalui gerakan ini, Pamflet sebagai fasilitator Link and Learn VOICE Indonesia mengadakan kegiatan “Dialog Nasional Indonesia Inklusi” yang berlangsung di Erasmus Huis, JL. Rasuna Said No. 3, Jakarta Selatan (4/6/24). Acara ini mengundang lebih dari 60 mitra kerja pemangku hak penyandang disabilitas, perempuan yang berhadapan dengan kekerasan, lansia dan orang muda rentan. Selain itu kelompok minoritas gender dan seksualitas, serta masyarakat adat dan etnis minoritas.
Mendorong Indonesia Inklusi
Pembukaan acara ini oleh Maresa Oosterman selaku Head of Political Affairs, Dutch Embassy Indonesia. Kayla Lapiz perwakilan dari Voice Global dan Tunggal Pawestri, Direktur Eksekutif Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial.
“Setelah banyak melakukan upaya advokasi dan pemberdayaan kelompok pemangku hak, para mitra Indonesia Inklusi mengadakan kegiatan berskala nasional ini. Yakni dengan menghadirkan berbagai pihak pemangku kepentingan. Tujuannya agar dapat membuka ruang diskusi mengenai capaian upaya yang telah berbagai aktor lakukan dalam mendorong Indonesia Inklusi.” ungkap Kayla Lapiz saat memberikan sambutan.
Selain itu tentunya tujuan kegiatan Dialog Nasional Indonesia Inklusi ini adalah menghubungkan para mitra (grantee partners) Voice satu sama lain. Yakni untuk saling bertukar pengetahuan dan pengalaman mengenai pelibatan dan penjangkauan pemangku kepentingan (stakeholders).
Mengikuti perkembangan pelibatan dan penjangkauan mitra kepada pemangku kepentingan (stakeholders) terutama terkait dengan Lembar Rekomendasi Indonesia Inklusi. Menyediakan wadah diseminasi produk pengetahuan, cerita, hingga temuan para mitra Voice terkait Inklusi dan Interseksionalitas.
Lebih luas lagi, untuk mencapai masyarakat yang inklusif dan responsif, Tunggal Pawestri menyampaikan terdapat tiga sasaran dampak yang harus tercapai dengan menyelesaikan persoalan-persoalan kontekstual yang dihadapi oleh para pemangku hak di Indonesia antara lain:
Pertama, meningkatnya akses pemangku hak kepada sumber daya produktif dan lapangan kerja.
Kedua, meningkatnya akses pemangku hak kepada layanan sosial, secara khusus kesehatan dan pendidikan.
Ketiga, adanya ruang partisipasi politik dan pelibatan warga negara.
Dialog Nasional
Dialog Nasional terbagi menjadi dua sesi. Sesi Dialog Nasional yang pertama pada kegiatan ini bertemakan: “Sudahkah pemangku hak mendapatkan akses layanan sosial yang berkeadilan dan aksesibel?” Sebuah tema yang membahas berbagai situasi dan upaya yang masyarakat sipil dan pemerintah lakukan. Terutama dalam memastikan pemenuhan hak atas layanan sosial. Seperti pendidikan dan kesehatan yang inklusif dapat terakses seluas-luasnya.
Panelis yang membahas sesi ini antara lain, Dra. Kustini selaku Direktur Eksekutif CAI, Umbu Remi Deta, S.Kom perwakilan dari Pengurus Kepercayaan Marapu. Sjamsul Hadi, S.H.,M.M selaku Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME Kemendikbudristek. Sofyan, S.Sos., SH.MH selaku Kepala Pusat Pembudayaan dan Bantuan Hukum BPHN Kementerian Hukum dan HAM serta Habibah Hasnah Hermandi sebagai moderator.
Dari sesi ini, peserta mendapatkan kesimpulan bahwa membincang akses layanan sosial yang berkeadilan dan aksesibel dapat kita mulai dari pengetahuan yang berasal dari banyak keberagaman mulai dari gender, disabilitas, dan lainnya.
Selain itu, kita memerlukan pula pengentasan stigma agar upaya-upaya yang kita rencanakan menuju Indonesia inklusi dapat terealisasi dengan optimal. Peningkatan kapasitas dan administratif juga sangat kita butuhkan untuk kegiatan inklusif yang berkelanjutan. Selain itu tentunya partisipasi dari seluruh masyarakat dan stakeholder terkait.
Mengenal Budaya dan Bahasa Tuli
Kemudian pada Dialog Nasional sesi kedua mengusung tema “Membangun Dunia Kerja yang Berkeadilan”. Tujuannya untuk membahas lebih jauh upaya membangun sistem dan budaya kerja yang adil, sehingga semua warga memiliki akses yang lebih mudah.
Sesi ini menghadirkan Luviana perwakilan dari Konde.co selaku moderator. Serta panelis yaitu Jumisih selaku Ketua Umum FSBPI dan inklusif ke sumber daya produktif dan lapangan kerja. Edy Supriyanto selaku Direktur Perkumpulan SEHATI, Wiyanto, S.H, M.Si selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Kabupaten Wonogiri. Selain itu Mawa Kresna perwakilan dari Project Multatuli.
Menutup sesi kedua, Luviana menyampaikan kesimpulan bahwa masih banyak peraturan di dunia kerja yang diskriminatif dan masih kita perlukan akses untuk membuka layanan publik yang dapat memberikan rasa aman dan inklusif. Selain itu aksesibel bagi seluruh masyarakat khususnya penyandang disabilitas, perempuan yang berhadapan dengan kekerasan, lansia dan orang muda rentan. Lalu kelompok minoritas gender dan seksualitas, serta masyarakat adat dan etnis minoritas.
Selain Dialog Nasional, kegiatan ini juga mengadakan talkshow Open Space dengan tema Mengenal Budaya dan Bahasa Tuli dengan mengundang perwakilan dari Gerkatin Solo sebagai narasumber. Lalu Merebut Ruang Sipil yang mengundang Suara Grina sebagai narasumber. Acara ditutup dengan penampilan stand up comedy dari Sakdiyah Ma’ruf dan live concert oleh Sal Priadi. []