• Login
  • Register
Kamis, 5 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Memotret Living Hadis pada Agenda “Merayakan Kepemimpinan Perempuan: Kolaborasi untuk Perubahan”

Menghadiri undangan yang berlangsung selama 4 jam ini, seolah-olah saya sedang menyaksikan kehidupan perempuan dan perjuangannya di era Nabi Saw

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
26/06/2023
in Pernak-pernik
0
Living Hadis

Living Hadis

834
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pada kajian hadis kontemporer, terkenal sebuah istilah yang kita gunakan untuk menganalisa fenomena praktek, tradisi, ritual, juga perilaku yang dilakukan oleh masyarakat. Di mana hal itu memiliki landasan pada hadis-hadis Nabi Saw. Istilah yang saya maksud adalah living hadis, yang menggunakan pendekatan antropologi, sosiologi, maupun fenomenologi sebagai bagian dari kajian keilmuan yang kita perlukan.

Banyak perilaku masyarakat kita yang bernilai islami tanpa menghilangkan identitas terhadap budaya dan kondisi di mana masyarakat tersebut ada. Termasuk pada perhelatan penutupan program 4 tahunan Women’s Voice and Leadership (WVL/ We Lead) bersama dengan Hivos, JASS dan 5 organisasi perempuan di tingkat nasional yang terselenggara di Grand Kemang pada 23 Juni 2023 kemarin. Saya dapat memotret adanya living hadis pada keseluruhan sendi yang terbangun dan organisasi-organisasi tersebut kerjakan.

Sebagaimana bunyi tujuan kehadirannya, We Lead yang mendapat dukungan dari Global Affairs Canada untuk mendorong kesetaraan gender dan kepemimpinan perempuan. We Lead merespon ketidaksetaraan gender dan menguatnya fundamentalisme yang membuat menyempitnya ruang gerak yang dimiliki perempuan dalam segala bentuk ruang kehidupan.

Tentu apa yang menjadi semangat keberadaan We Lead ini sejalan dengan semangat diutusnya Nabi Muhammad Saw. sebagai rasul terakhir, yakni untuk menyempurnakan akhlak, khususnya pada pengembalian hak-hak perempuan sebagai manusia seutuhnya (HR. Al-Baihaqi).

Bangga Menjadi bagian dari Program We Lead

Menjadi bagian dari program-program We Lead, menumbuhkan rasa empati, cinta, dan sayang terhadap sesame tanpa memandang berbagai macam latar-belakangnya. Perempuan-perempuan agen perubahan memiliki ladang dakwah perjuangannya sendiri, baik itu untuk kebahagiaan hidup secara personal, maupun secara sosial.

Head of Cooperation Global Affairs Canada, Kevin Tokar menyampaikan ucapan bahagia dan terimakasihnya atas program-program kerja yang telah WE Lead lakukan. Terutama organisasi-organisasi yang bekerjasama dengannya. Mendengarkan sambutannya, penulis teringat bagaimana relasi Nabi dengan para sahabatnya dalam hal menyampaikan risalah yang ia bawa.

Baca Juga:

Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Pesan Nyai Alissa Wahid di Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Tegaskan Eksistensi Keulamaan Perempuan

Bulan Kebangkitan: Menegaskan Realitas Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

Para sahabat dengan serta merta mendukung secara materi untuk perjuangan visi misi agung tersebut. Sebagaimana para sahabat, para agen perempuan ini saya perhatikan melalui sorot-sorot matanya merupakan jiwa-jiwa yang tulus bergerak untuk kemanusiaan. Namun sebagaimana dakwah era Nabi Saw., dakwah memerlukan beberapa biaya dalam implementasinya.

Pakar Hadis Indonesia, KH. Ali Mustafa Yaqub menjelaskan, setidaknya ada tiga sumber pendanaan dakwah di era Nabi Saw. Yakni zakat dan jizyah, baitul mal, dan para donator yang secara sukarela mengharap ridla Tuhan. Dukungan dari GAC tentu sangat berarti bagi para pejuang kesetaraan gender di Indonesia. Ungkapan syukur tersebut tersampaikan oleh perwakilan masing-masing organisasi. Di mana dalam prakata yang mereka sertai dengan paparan capaian-capaian yang mereka peroleh atas dukungan yang GAC berikan selama kurun 4 tahun ini.

Pengalaman Perempuan Kepala Keluarga

Sementara itu, mewakili federasi PEKKA (Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga), Ibu Ai Yani menyampaikan capaian atas perjuangan yang ia lakukan bersama dan kawan-kawannya. Di antaranya: peningkatan suara dan kepemimpinan perempuan sampai wilayah pedesaan. Peningkatan kapasitas perempuan dalam memfasilitasi forum tingkat desa. Kerjasama dengan organisasi pembela hak perempuan di tingkat lokal. Meningkatkan kapasitas perempuan dalam berorganisasi. Melakukan penelitian-penelitian kemanusiaan.

Lalu mendokumentasikan pengetahuan dan pengalaman perempuan kepala keluarga. Advokasi berbasis komunitas. Pemberian akses keadilan dan pelayanan publik yang berkeadilan, serta membangun aliansi dengan organisasi masyarakat sipil dan nasional. Federasi yang telah berdiri sejak tahun 2001 ini, telah berhasil mengorganisir lebih dari 80.000 perempuan kepala keluarga di Indonesia.

Tentu ini membawa kita pada kondisi di mana banyak hidup para sahabat perempuan kepala keluarga di zaman Nabi Saw. Sebagian para janda sepuh yang mendapat kasih sayang untuk hidup melalui kebijakan zakat. Selain itu juga para perempuan single parent ataupun tidak yang mencari nafkah atau bekerja sebagai bagian dari menjalankan perintah-Nya dan mengharap ridla-Nya (QS. Al-Tawbah: 105).

Mengajak dua Ayuning berfoto bersama para Mama anggota PEKKA memberi insight mendalam pada diri saya. Ya, kita perempuan, kita manusia, kita kuat, kita diberi anugerah hidup sebagaimana laki-laki. Di mana kita boleh bekerja, kita boleh menjadi kepala keluarga untuk diri sendiri maupun bekerjasama dengan pasangan nikah. Para Mama ini merupakan perempuan tangguh, yang berani mendobrak sekat patriarki untuk memiliki hak-hak yang seharusnya ia dapatkan sebagai manusia.

Melihat perempuan kepala keluarga dan pekerja, akan mengingatkan kita pada sosok Sayyifah Fathimah Ra., Ummu Atiyah, Asma binti Abu Bakar, Rufaydah al-Aslamiyah, Ummu Sulaim, dan masih banyak lagi perempuan yang demikian di zaman Nabi, mereka tidak dilarang ataupun didiksriminasi sebagai perempuan pekerja, karena mereka juga manusia dan memiliki potensi dalam memberi manfaat terhadap sesama.

Dukungan terhadap Ulama Perempuan

Sedangkan perwakilan dari Fahmina dan Rahima, Mbak Nyai Muhim Nailul Ulya menyampaikan ungkapan terimakasih kepada GAC yang telah mendukung kerja-kerja Fahmina dan Rahima yang concern pada perempuan dan agama. Setidaknya lahir 147 ulama perempuan yang didampingi terlibat dalam penyelenggaraan Kongres Ulama Perempuan Indonesia ke-2.

Dengan dukungan GAC, narasi-narasi misoginis atas teks agama perlahan-lahan memiliki ruang untuk memiliki penafsiran yang adil gender. Tentunya hal ini memberikan perubahan paradigma pada kehidupan kesetaraan gender di ruang pendidikan berbasis agama.

Sebagaimana Mbak Nyai Muhim yang merasakan budaya patriarki yang mengakar di kehidupan pesantren, Bu Nyai Tho’ah juga tidak terlepas dari budaya tersebut, meskipun dengan segala privilese yang ia miliki, tidak serta merta membuat keduanya dapat sungguh-sungguh terbebas dari belenggu patriarki.

Program kerja yang disusun oleh Fahmina maupun Rahima memberi ruang pada perempuan-perempuan pesantren untuk dapat memotret dan mencatat perannya di lingkungan pesantren, sehingga para perempuan pesantren ini juga dapat diakui kiprahnya dalam perjuangan pendidikan berbasis agama yang dijalankan bersama laki-laki pesantren lainnya.

Semangat Perempuan Muda

Selain itu sebagai organisasi dan pergerakan perempuan, Refinaya perwakilan Perempuan Mahardhika menjelaskan dengan sangat tangkas harapan dan kerja yang ia lakukan dan kawan-kawan pada sebuah organisasi yang Daralit bangun. Perempuan-perempuan semuda itu mampu memiliki keberanian dan semangat dalam memperjuangkan hak-hak mereka sebagai perempuan dan manusia dalam berbagai isu.

Melihat semangat dalam raut wajah yang semuda itu, mengingatkan saya pada kisah bagaimana Sayyidah Fathimah Ra. menghalang para kafir Quraisy yang melempari ayahnya yang sedang beribadah di Ka’bah dengan kotoran. Tubuh kecil dengan keberanian yang besar tersebut sangat membesarkan hati sang ayah yang memiliki banyak hambatan dalam dakwahnya. Refinaya menguatkan sebuah pernyataan yang berbunyi, tidak ada kata tua dalam perjuangan hak-hak kemanusiaan.

Juga Kak Olvy Tumbelaka, perwakilan dari FAMM Indonesia, yang merefleksikan kerja-kerja bersama We Lead selama 4 tahun ini pada gerakan akar rumput dalam peningkatan kapasitas aktivis perempuan muda di Indonesia. Yakni untuk terciptanya gerakan adil gender yang kuat dan mandiri. Pada implementasinya, FAMM telah menjangkau 5 wilayah di Indonesia, Sumatra, JALINTB, Kalimantan, Sulawesi, dan MANTAP.

Menghadiri undangan yang berlangsung selama 4 jam ini, seolah-olah saya sedang menyaksikan kehidupan perempuan dan perjuangannya di era Nabi Saw. Hanya saja dengan bentuk, teknis, dan masa yang berbeda. Menjadi perempuan merdeka adalah mewujudkan living hadis yang nyata. []

 

Tags: Jaringan KUPILiving HadisMerayakan Kepemimpinan PerempuanProgram We Leadulama perempuan
Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

Aurat

Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial

5 Juni 2025
Batas Aurat

Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

5 Juni 2025
Fikih Ramah Difabel

Menggali Fikih Ramah Difabel: Warisan Ulama Klasik yang Terlupakan

5 Juni 2025
Batas Aurat Perempuan

Dalil Batas Aurat Perempuan

5 Juni 2025
Aurat Perempuan

Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh

4 Juni 2025
Batasan Aurat Perempuan

Batasan Aurat Perempuan dalam Tinjauan Madzhab Fiqh

4 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Fikih Ramah Difabel

    Menggali Fikih Ramah Difabel: Warisan Ulama Klasik yang Terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mitos Israel di Atas Penderitaan Warga Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Resident Playbook dan Pentingnya Perspektif Empati dalam Dunia Obgyn

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Mubadalah dari Keluarga Ibrahim As

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ibadah Kurban dan Hakikat Ketaatan dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut
  • Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial
  • Tambang Nikel Ancam Kelestarian Alam Raja Ampat
  • Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan
  • Menggali Fikih Ramah Difabel: Warisan Ulama Klasik yang Terlupakan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID