• Login
  • Register
Minggu, 6 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Menciptakan Bahagia di Pernikahan Kedua

Dalam pernikahan kedua, orientasi hidup calon pasangan ini jelas. Mereka ingin menyempurnakan kebahagiaan. Untuk meraihnya, mereka memilih untuk menjalani prinsip kesalingan

Ahsan Jamet Hamidi Ahsan Jamet Hamidi
18/10/2022
in Personal, Rekomendasi
0
Pernikahan Kedua

Pernikahan Kedua

775
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Adik sepupu saya berpulang sejak beberapa tahun lalu. Dia meninggalkan seorang istri dan satu anak laki-laki yang saat ini masih sekolah menengah. Hubungan kami sangat dekat sejak kecil, karena usia yang terpaut sedikit. Kabar kematiannya membuatku terkapar, ambruk, sedih sekali. Bersyukur, istri dan anaknya mampu bertahan dalam kesabaran paripurna. Kebutuhan tempat tinggal, biaya sekolah dan lain-lainnya bisa terpenuhi. Sebagai PNS, ada dana pensiun yang bisa ia peroleh setiap bulan.

Beberapa waktu lalu, eks istri alias adik iparkku mengabarkan bahwa dia akan menikah kembali dengan laki-laki pilihannya. “Saya menemukan laki-laki yang bisa memahami dan menerima keadaan saya, Pakde. Kami memiliki harapan yang sama. Berkomitmen untuk mengisi masa tua bersama. Minta do’a ya, kami akan menikah”. Demikian pintanya.

Tentu saya mendukung penuh pilihan baik pernikahan kedua iparku. Kami berbincang agak lama melalui telepon. Tidak ada pesan khusus, apalagi nasihat pernikahan. Saya tau bahwa iparku adalah perempuan matang dan bijaksana.

Sebagai guru Madrasah di kampung, dia selalu menjaga sikap baik dan kesantunan dalam kesehariannya. Baik di hadapan murid-murid, para guru di lingkungan sekolah dan masyarakat. Obrolan melalui telepon saat itu agak lama. Kami saling mendukung dan mendiskusikan beberapa prinsip pernikahan untuk memperoleh kebahagiaan.

Membijaksanakan Harapan

Iparku sudah berdiskusi panjang dengan calon pasangannya. Keduanya pernah sama-sama berumah tangga, namun terpisahkan oleh kematian pasangannya. Mereka berdua sudah cukup lama hidup dalam kesendirian. Butuh waktu dan kehati-hatian sebelum memutuskan untuk membangun rumah tangga baru. “Hanya keledai yang jatuh dalam lubang yang sama dua kali”. Pepatah Yunani sebelum Masehi itu selalu menjadi pengingat bagi keduanya.

Baca Juga:

Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?

Cara Mengatasi Rasa Jenuh dalam Kehidupan Rumah Tangga

Stereotipe Perempuan sebagai Ibu Rumah Tangga

Bagi calon pasangan ini, pengalaman adalah guru terbaik. Namun, menjadikan pengalaman untuk bisa menjadi pelajaran hidup, ternyata tidak mudah. Perjalanan panjang dalam berpasangan, telah membentuk pola baru dalam kehidupan mereka. Pola-pola itu terbentuk melalui akumulasi antara budaya, kebiasaan dalam keseharian.

Ia terus berkembang hingga menebal dan menjadi karakter yang sangat lekat, sulit sekali berubah. Kebiasaan yang yang termanifestasi dalam perilaku keseharian itu tidak mudah dinilai baik ataupun buruk. Salah atau benar, menurut standar orang lain. Karena penilaian itu akan sangat tergantung pada sikap masing-masing pasangan mereka.

Atas pertimbangan itu, maka calon pasangan ini bersepakat untuk membangun komitmen baru pernikahan kedua ke depan. Bukan untuk merubah kebiasaan-kebiasaan lama keduanya, tetapi lebih untuk mentoleransi kebiasaan bawaan masing-masing. Salah satu caranya adalah dengan menurunkan level ekspektasi kepada pasangan.

Dari pada harus berusaha mati-matian  merubah kebiasaan diri, lebih baik berusaha mentoleransi kebiasaan baru pasangan. Keduanya sama-sama memerlukan usaha keras dan serius. Kesadaran itu telah menuntun mereka untuk bisa menerima semua risiko ketika memutuskan kembali untuk hidup berpasangan.

Memilih Kesalingan

Komitmen lain yang mereka canangkan adalah sebuah itikad keras untuk menghilangkan sikap ketergantungan kepada yang lain. Mereka akan selalu berusaha untuk meletakkan ketergantungan hidup yang sejati hanya kepada Tuhan.

Pegangan hidup itu didasarkan pada sebuah pesan kehidupan yang disampaikan oleh Sayidina Ali Bin Abi Thalib; “aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup, dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia.”  Sebuah pesan yang didasarkan pada pengalaman pahit hidup sang Khalifah Ali itu tidak akan pernah terhapus dari ingatan mereka.

Kebiasaan hidup mandiri yang pernah mereka jalani selama ini, adalah modal sosial yang sangat berharga. Pernikahan kedua, tidak lantas menjadikan salah satunya menjadi bergantung kepada yang lain. Jika selama ini terbukti bisa hidup dalam kemandirian, mengapa harus berubah?

Dalam pernikahan kedua, orientasi hidup calon pasangan ini jelas. Mereka ingin menyempurnakan kebahagiaan. Untuk meraihnya, mereka memilih untuk menjalani prinsip kesalingan. Dalam praktiknya, masing-masing pihak akan tetap berkegiatan sesuai dengan profesinya.

Mereka akan saling membantu untuk bertekad memudahkan urusan pasangan. Saling menjaga kehormatan dengan mentaati tata aturan dan etika berpasangan dan bermasyarakat. Berusaha menyenangkan untuk bisa mendapatkan kesempurnaan cinta kasih. Mengingatkan untuk mewujudkan kemaslahatan hidup bersama. Melengkapi kekurangan dan melayani, untuk memperoleh kebahagiaan sejati.

“Kami bersepakat untuk tetap berkegiatan sendiri-sendiri. Saya akan tetap mengajar di Madrasah, berapapun honor yang saya peroleh seperti selama ini. Saya tidak mau kehilangan kemerdekaan untuk tetap melakukan kebaikan yang bermanfaat, meski saya akan kembali menjadi seorang istri”. Iparku menutup percakapan telepon siang itu.

Kebahagiaan dalam pernikahan kedua memang tidak akan pernah datang dari ruang hampa. Ia hanya bisa diraih dengan perjuangan bersama-sama. Jika kebahagiaan seseorang hanya bisa terpenuhi dari kesempurnaan layanan sepihak dari pasangan suami-istri, maka sejatinya yang dibutuhkan orang tersebut adalah pelayan hidup dengan imbalan setimpal. Bukan istri ataupun suami.

Selamat menapaki jalan menuju kebahagiaan dengan prinsip kesalingan adik iparku. []

Tags: bahagiaKesalinganPernikahanm Keduarumah tangga
Ahsan Jamet Hamidi

Ahsan Jamet Hamidi

Ketua Ranting Muhammadiyah Legoso, Ciputat Timur, Tangerang Selatan

Terkait Posts

Film Rahasia Rasa

Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

6 Juli 2025
Ancaman Intoleransi

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

5 Juli 2025
Hidup Tanpa Nikah

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

5 Juli 2025
Gerakan KUPI

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

4 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Kebencian Berbasis Agama

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

2 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ancaman Intoleransi

    Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bekerja itu Ibadah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Malu Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial
  • Surat yang Kukirim pada Malam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID