• Login
  • Register
Kamis, 22 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Meneladani Nabi Sebagai Figur yang Welas Asih  

Perilaku baik yang membuat kita mudah menyampaikan ajaran Islam. Perilaku baik itu pula yang membuat dakwah kita diterima oleh semua elemen masyarakat

Wandi Isdiyanto Wandi Isdiyanto
12/10/2022
in Featured, Hikmah
0
Meneladani Nabi

Meneladani Nabi

576
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Mahatma Ghandi menyebut Islam dibawa Nabi Muhammad saw. dengan penuh cinta bukan dengan pedang. Memang, sedari awal Allah buru-buru mengingatkan pada Kanjeng Nabi dalam al-Qur’an surat al-Imron ayat 159 agar berperilaku baik dan tidak keras dalam menyampaikan dakwahnya. Berkaca dari hal ini, kita berkewajiban untuk meneladani Nabi sebagai figur yang welas asih.

Penyebabnya, secara tabiat umat tidak suka tindak kekerasan dan intoleran terlebih menyangkut akidah dan kepercayaan. Alih-alih menerima ajaran dakwah, masyarakat akan lari sejauh mungkin demi melestarikan keyakinan lamanya dan menolak ajaran baru yang Nabi Muhammad bawakan.

Di luar itu, dakwah yang kita bawakan secara brutal, arogan dan penuh ancaman bakal bikin orang alergi atau bahkan trauma terhadap Islam. Makanya, ndakwahi orang itu harus super sabar dan nggak sembrono. Kalau sak karepe dewe, bisa jadi bukan hanya enggan kita ajak, bahkan phobia pada agama ini gegara mendengar Islam dari mulut orang yang ndak islami blas.

Visi Kenabian

Oleh sebab itu, Nabi Muhammad dalam sabdanya menegaskan “visi utamaku diutus sebagai rasul adalah untuk merevolusi akhlak yg kurang (atau bahkan endak) islami”. Tentu, proses penyempurnaan akhlak itu tak akan sukses bila tidak kita mulai dari diri sendiri. Yang bisa kita lakukan dengan meneladani Nabi. Lantaran itu, Allah tegaskan dalam al-Qur’an surat al-Anbiya ayat 107, bahwa diutusnya Kanjeng Nabi Muhammad adalah rahmat bagi semesta. Bukan sebagai pembawa laknat.

Hal ini penting kita tegaskan, mengingat banyaknya kelompok-kelompok radikal, intoleran dan bahkan mengkafir-kafirkan sesama muslim hanya karena beda pandangan (beda pilihan politik juga). Untuk yang terakhir disebut (takfiri), biasanya kambuh di momen tertentu atau hari-hari besar dalam agama seperti muludan.

Baca Juga:

Menyusui Anak dalam Pandangan Islam

KB dalam Pandangan Islam

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Orang-orang rela gontok-gontokan demi memperdebatkan persoalan yg sifatnya masih di permukaan (furuiyah) dan bukan perkara esensial (usul). Opo yo ndak malu sama Kanjeng Nabi? bulan kelahiran beliau yang seharusnya kita isi kebahagian dengan memperbanyak baca selawatan malah tukaran.

Para pembaca yang budiman, kali ini saya tidak sedang berminat untuk menguatkan argumentasi para aktivis muludan. Saya juga tidak akan pasang badan untuk membela mereka yang kontra perayaan maulid Nabi. Rasanya, sudah terlalu banyak tulisan yang menyajikan dalil-dalil pro atau kontra muludan.

Dalilnya ya itu itu aja. Ibarat kata, hanya anggur lama yang ditaruh di kemasan baru.  Tentu, bukan berarti saya tidak cinta Nabi Muhammad. Saya hanya ingin merayakan kelahiran baginda Nabi dengan tentram, damai dan ndak saling menyalahkan sesama dengan membaca kisah-kisah Kanjeng Nabi yang welas asih dan amat toleran.

Merayakan Maulid dan Meneladani Nabi

Bagi saya, merayakan muludan dengan cara ini lebih asyik ketimbang saling menyalahkan atau bahkan mengkafir-kafirkan. Sebab Kanjeng Nabi itu ndak hobi megkafirkan orang. Persis seperti yang Nabi alami dalam riwayat Jabir bin Abdillah, di mana suatu hari saat Kanjeng Nabi duduk santai dengan Umar usai bagi-bagi harta ghanimah, ada seseorang yang komplen sembari misuh-misuh minta Nabi agar berbuat adil.

Nabi Muhammad santai saja menimpali “Bila bukan aku, lalu siapa yg kau anggap adil?”. Tetapi, Umar murka. Betapa tidak sopannya orang itu di hadapan Nabi. Umar meminta restu pada beliau untuk membunuh orang tersebut “Bagaimana kalau saya penggal saja lehernya?”

Tentu, Kanjeng Nabi berusaha meredam amarah sahabatnya dan memintanya untuk melepaskan orang itu. Baginda juga menjelaskan bahwa, bagaimanapun ia  berasal dari komunitas ahli ibadah serta rajin baca al-Qur’an tetapi berkelakuan buruk dan saling menyalahkan satu sama lain.

Lihatlah bagaimana Nabi mengambil sikap kepada orang yang terang-terangan menyalahkannya. Beliau tidak grusa-grusu melabeli orang itu dengan kata “munafik” atau “kafir”. Oleh para ulama, sikap Kanjeng Nabi ini mereka nilai sebagai salah satu strategi dakwah agar umat melihat rekam jejak beliau sebagai figur pemimpin  yang rendah hati dan mencintai umatnya tanpa pilih kasih. Sebagaimana Nabi sampaikan dalam hadis riwayat Abdullah bin Umar “Orang yang menebar kasih akan mendapat kasih dari yang Maha Kasih.”

Nabi yang Welas Asih

Konon, kisah di atas ditengarai sebagai awal mula lahirnya kelompok intoleran, ekstrim dan suka gontok-gontokan antar sesama demi mempertahankan perkara receh. Bila kita telusuri, penyebabnya tidak lain karena mereka memahami agama secara tekstualis. Mereka tidak mau melihat makna di luar makna harfiah.

Laku seperti inilah yang Ibnu Qayyim al-Jauzi wanti-wanti,“rigid dalam memahami teks-teks agama merupakan sebuah kesalahan yang berakibat fatal”.  Bisa jadi, hikmahnya agar orang-orang menafsiri agama  tidak hanya berpegang kepada makna harfiahnya saja. Dengan begitu, seseorang akan lebih toleran dan legowo terhadap perbedaan.

Sosok Nabi Muhammad yang welas asih juga dipertontonkan dalam hadis riwayat Anas bin Malik bahwa pernah ada seorang laki-laki dari suku pedalaman (baduwi) kencing di dalam masjid. Wajar saja bila orang-orang marah. Sebagian bermaksud menghampiri laki-laki itu dan hendak mengusirnya.

Eh ternyata Nabi SAW meminta para sahabatnya untuk membiarkan orang tersebut hingga tuntas. Baru setelah itu mempersilahkan mereka membersihkan bekas kencingnya dengan menyiramkan air. Kemudian Kanjeng Nabi memanggil lelaki tadi dan menasihatinya;

        إن هذه المساجد لا تصلح لشيء من هذا البول ولا القذر، إنما هي لذكر الله عز وجل والصلاة وقراءة القرآن

Artinya: “Masjid itu tempat dzikir, sholat dan baca al-Qur’an bukan tempat kencing dan buang kotoran.”

Begitulah Kanjeng Nabi, pemimpin yang memiliki kesabaran ganda, menasihati tanpa mempermalukan. Bukan orang yang mudah tersulut emosi apalagi misuh-misuh lantaran kelakuan nyeleneh para sahabatnya. Selamat bermuludan! []

Tags: Akhlak NabidakwahislamkenabianMaulid NabisejarahSunah Nabi
Wandi Isdiyanto

Wandi Isdiyanto

Saat ini menjadi salah satu tenaga pengajar di Ma'had Aly Situbondo. Tinggal di Banyuwangi Jawa Timur.

Terkait Posts

Azl menurut Fiqh

KB dalam Pandangan Fiqh

21 Mei 2025
Hadits-hadits Membolehkan Azl

Hadits-hadits yang Membolehkan Azl

21 Mei 2025
Azl dilarang

Pengertian dan Hadits Larangan Melakukan Azl

21 Mei 2025
Dalam Hadits

KB dalam Hadits

21 Mei 2025
Menyusui Anak

Menyusui Anak dalam Pandangan Islam

20 Mei 2025
KB

KB dalam Pandangan Riffat Hassan

20 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pengepungan di Bukit Duri

    Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Fiqh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hadits-hadits yang Membolehkan Azl

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KB dalam Pandangan Fiqh
  • Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?
  • Hadits-hadits yang Membolehkan Azl
  • Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan
  • Pengertian dan Hadits Larangan Melakukan Azl

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version