• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Mengenal Sosok dan Pemikiran Ibnu ‘Asyur Terkait Filsafat Hukum Keluarga Islam

Perkawinan, menurut pemikiran Ibnu `Āsyūr, sejatinya bukan hanya persoalan syahwat saja. Melainkan tentang bagaimana pasangan suami istri dapat membangun keluarga yang baik dan bermartabat

Avi Afian Syah Avi Afian Syah
11/01/2023
in Keluarga, Rekomendasi
0
Pemikiran Ibnu 'Asyur

Pemikiran Ibnu 'Asyur

804
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ibnu `Āsyūr adalah seorang ulama kontemporer dari Tunisia yang bermazhab Maliki. Nama lengkapnya adalah Muḥammad aṭ-Ṭāhir bin Muḥammad bin Muḥammad Ṭāhir bin Muḥammad bin Muḥammad Syaẓaliy bin `Abdul Qādir Muḥammad bin `Āsyūr.

Beliau termasuk salah satu tokoh ulama modern yang menguasai banyak disiplin ilmu dan aktif berdialektika mengenai maqāṣid asy-syarī`ah. Salah satu karya monumentalnya adalah kitab Maqāṣid asy-Syarī’ah Al-Islāmiyyah. Di mana kitab ini memuat pemikiran Ibnu ‘Asyur tentang tujuan-tujuan dari hukum keluarga. Ada banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari pemikirannya ini.

Penulis merasa, bahwa pembahasan ini sangat relevan untuk kita kaji. Sebab diskursus persoalan rumah tangga di Indonesia selalu menjadi topik yang hangat menjadi perbincangan.

Maraknya kasus perceraian, perselisihan, KDRT, bahkan yang viral belakangan ini, yaitu kasus perselingkuhan antara menantu dan mertua, jika kita telusuri maka menurut hemat penulis persoalan pokoknya adalah kurang kuatnya landasan suami istri dalam menjalani kehidupan rumah tangga.

Setiap pasangan suami istri pasti menginginkan kehidupan rumah tangga mereka menjadi harmonis (sakīnah), dan penuh cinta kasih (mawaddah dan raḥmah). Oleh karena itu, penulis akan sedikit sharing mengenai cara membangun fondasi rumah tangga yang kokoh melalui perspektif Ibnu `Āsyūr.

Nilai-nilai Filsafat Hukum Keluarga Islam Ibnu `Āsyūr

Pemikiran Ibnu `Āsyūr dalam kitabnya selalu menekankan perbedaan antara praktik perkawinan pada zaman jahiliyah dan masa sekarang. Kedatangan syari’at Islam adalah menolak dengan tegas praktik-praktik perkawinan sebagaimana dijalankan pada masa jahiliyah.

Baca Juga:

Separuh Mahar untuk Istri? Ini Bukan Soal Diskon, Tapi Fikih

Menulis, Sebuah Pilihan Bagi Kita yang Bukan Anak Raja atau Anak Ulama Besar

Dinamika Pernikahan Modern, Sejauh Apa Perjanjian Pra Nikah Diperlukan?

Mengkongkritkan Akhlak Mubadalah Secara Preventif, Aktif, dan Rehabilitatif

Perkawinan, menurut pemikiran Ibnu `Āsyūr, sejatinya bukan hanya persoalan syahwat saja. Melainkan tentang bagaimana pasangan suami istri dapat membangun keluarga yang baik dan bermartabat.

Penulis merangkum pemikiran Ibnu ‘Asyur tersebut ke dalam empat pilar yang mesti pasangan suami istri miliki agar dapat mendukung terbentuknya perkawinan yang kokoh dan terhindar dari perpecahan dalam rumah tangga. Empat pilar tersebut antara lain:

  1. Perkawinan adalah berpasangan (zawaj)

Ibnu `Āsyūr berkata dalam kitabnya:

ولم تزل الشرائع تعنى بضبط أصل نظام تكوين العائلة الذي هو اقتران الذكر بالأنثى المعبر عنه بالزواج، أو النكاح

“Syari’at tidak pernah berhenti memperhatikan aturan-aturan hukum keluarga yang membahas tentang kebersamaan antara laki-laki dengan perempuan yang disebut dengan perkawinan, atau pernikahan.”

Dalam teks di atas dapat kita lihat bahwa Ibnu `Āsyūr menggunakan kata اقتران, yang berasal dari kata اقترن yang artinya kebersamaan, hubungan, dan perkawinan. Secara ilmu shorof wazan tersebut memiliki faedah للمشاركة (bermakna “saling”).

Maka, zawaj (perkawinan) dalam arti kebersamaan antara laki-laki dan perempuan mengandung makna bawah dalam menjalani hubungan perkawinan pasangan suami istri harus saling bekerjasama, saling menjaga agar hubungannya tetap kokoh, saling menopang, dan saling melengkapi.

Inilah yang disebut sebagai pilar keberpasangan, sebagaimana firman Allah Swt:

هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ

“Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka.” (QS. Al-Baqarah/2: 187).

  1. Perkawinan adalah ikatan yang kokoh (mīṡāqan galīẓan)

Ibnu `Āsyūr berkata dalam kitabnya:

فلا يتطلّبا إلاّ ما يعين على دوامه إلى أمد مقدور

“Suami istri tidak boleh melakukan pernikahan kecuali dengan menentukan niat untuk langgeng sampai selamanya.”

Salah satu hal yang menjadi pokok pembahasan pemikiran Ibnu ‘Asyur terkait maqāṣid asy-syarī`ah Hukum Keluarga adalah penolakannya terhadap praktik kawin kontrak. Karena tidak mencerminkan ikatan perkawinan yang kokoh.

Kasus yang terjadi pada kawin kontrak adalah tidak ada tujuan baik sama sekali di dalamnya. Menurut Ibnu ‘Āsyūr, antara suami dan istri semestinya dapat menjaga ikatan perkawinan dengan segala upaya yang mereka miliki. Jangan malah melemahkannya.

وَكَيْفَ تَأْخُذُوْنَه وَقَدْ اَفْضٰى بَعْضُكُمْ اِلٰى بَعْضٍ وَّاَخَذْنَ مِنْكُمْ مِّيْثَاقًا غَلِيْظًا

“Bagaimana kamu akan mengambilnya (kembali), padahal kamu telah menggauli satu sama lain (sebagai suami istri) dan mereka pun (istri-istrimu) telah membuat perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) denganmu?” (Q.S. An-Nisā’/4: 21).

  1. Mu’āsyarah bi al-Ma’rūf

Ibnu `Āsyūr berkata dalam kitabnya:

… وفي تحقق حسن قصد الرجل معها من دوام المعاشرة وإخلاص المحبة

“… dan dengan menyatakan niat baik laki-laki (untuk menikah) bersama perempuan untuk selalu berbuat baik dan dengan tulus mencintai.”

ولمّا استقام معنى قداسة عقدة النكاح في نظر الشرع، أمر الزوجين بحسن المعاشرة

“Dan ketika makna kesucian akad nikah diluruskan dalam pandangan syari’at, maka syari’at memerintahkan agar suami istri hidup bersama dengan saling berbuat baik.”

Inilah yang kita sebut sebagai pilar mu’āsyarah bi al-ma’rūf. Yakni prinsip saling memperlakukan pasangannya dengan baik dan patut. Ketika suami atau istri tidak memperlakukan pasangannya dengan baik, maka sejatinya mereka sedang menggerogoti makna perkawinan itu sendiri. Hal inilah yang dapat memicu kerusakan dan ketidakseimbangan dalam rumah tangga yang mengarahkannya pada perceraian.

وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا

“Pergaulilah mereka dengan cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya.” (Q.S. An-Nisā’/4: 19)

  1. Musyawarah

Ketika menjabarkan ikatan nasab dan kekerabatan, Ibnu `Āsyūr mengatakan bahwa ikatan sesusuan melekat pada ikatan nasab, berdasarkan Q.S. An-Nisā’/4: 23.

Secara tidak langsung, pemikiran Ibnu ‘Āsyūr menghimbau kepada suami istri bahwa sebelum mereka menyusukan anaknya kepada perempuan lain, dapat menimbulkan ikatan sesusuan (raḍa’) antara anak mereka dengan perempuan yang menyusuinya dan juga saudara-saudara sesusuannya.

Maka, sebelum suami istri itu membuat keputusan untuk menyusukan anaknya kepada perempuan lain, seyogyanya mereka bermusyawarah terlebih dahulu agar keputusan yang mereka dapat berdasarkan hasil kesepakatan bersama. Bukan kehendak salah satu pihak saja.

Berdasarkan contoh pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk menyusukan anak kepada perempuan lain, maka musyawarah juga seharusnya dijadikan jalan oleh pasangan suami istri untuk membuat keputusan terkait persoalan-persoalan rumah tangga lainnya.

Karena musyawarah merupakan cara yang sehat untuk berkomunikasi, meminta masukan dari pasangan, dan mengambil keputusan yang terbaik.

فَاِنْ اَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا

“… Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) berdasarkan persetujuan dan musyawarah antara keduanya, tidak ada dosa atas keduanya…” (Q.S. Al-Baqarah/4: 233). (berbarengan)

Tags: Fikih Perkawinanhukum keluarga IslamIbnu 'AsyurpemikiranPilar Perkawinan
Avi Afian Syah

Avi Afian Syah

Seorang bujang yang kini berusia 23 tahun dan telah menyelesaikan skripsinya di salah satu kampus kenamaan di Cirebon. Mahasiswa jurusan Hukum Keluarga ini sejak menjadi maba sudah tertarik dengan dunia kepenulisan dan aktif di Lembaga Pers Mahasiswa FatsOeN. Selain suka menulis, ia juga suka berdiskusi, dan baca buku.

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version