Mubadalah.id – Pernikahan siri dan perselingkuhan saat ini marak dan menjadi sorotan. Kejadian ini juga tidak luput di kalangan instansi pemerintahan. Bahkan muncul peristiwa perselingkuhan dengan model istilah TTM, yaitu Teman Tapi Mesra. Seperti judul lagu yang pernah booming dinyanyikan oleh duo Ratu, Maia dan Mulan.
Aparatur Sipil Negara atau kita singkat ASN, yang melakukan perselingkuhan dan nikah siri adalah bentuk pelanggaran Undang-Undang. Mereka bersikap biasa saja, harmonis di rumah bersama pasangan sahnya, namun memiliki hubungan khusus dengan pasangan tidak sah.
Terjadi pula perselingkuhan dengan nama TTM bersama partner kerja di kantor. Mereka melakukan aktivitas seperti makan siang bersama, saling membantu tugas, saling curhat, memadu kasih, kemudian pulang bersama. Perselingkuhan tersebut terjadi karena cinta lokasi. Kebersamaan yang berawal dari profesionalitas, berlanjut terjadi kedekatan emosional.
Fenomena TTM ini kerap muncul di lingkungan kerja yang mendorong interaksi intens antar sesama teman kerja. Yang lebih memprihatinkan, perselingkuhan semacam ini justru menjadi “jalan keluar”, karena tidak siap menghadapi risiko dan stigma negatif usai perceraian, serta adanya peraturan kepegawaian yang ketat.
Konflik Mental Sekaligus Emosional
Perilaku pelaku perselingkuhan dan nikah siri, dapat terbaca melalui pola konflik mental. Mereka melakukan pernikahan siri karena biasanya sudah memiliki pasangan sah. Perilaku dua muka dan dua kepribadian inilah yang disebut kognitif disonansi.
Menurut teori Festinger, kognitif disonansi terjadi saat seseorang menyimpan kepercayaan moral yang kuat bahwa dia adalah orang baik, jujur, setia pada pasangan. Namun di sisi lain, dia melakukan tindakan yang bertentangan yaitu berselingkuh dan manipulatif. Otak pelaku tersebut akan berusaha meredam ketegangan tersebut lewat pembenaran diri seperti kalimat berikut:
“Coba ah, sekali ini saja.”
“Pasangan di rumah membosankan, perlu suasana lain.”
“Ah, mumpung tidak ketahuan.”
Kalimat tersebut akan muncul di pikirannya dan kemudian menjadi perdebatan batin pada orang yang bersangkutan. Sering kali ia gunakan sebagai penyangkalan moral diri agar tetap merasa baik dan positif tentang penilaian dirinya.
Kecenderungan berselingkuh lebih terpengaruhi faktor internal individu. Penyebabnya bukan karena tidak puas pada pasangan yang kekurangan, karena banyak terjadi, pasangan sahnya lebih baik dari segi fisik dan kepribadian. kemunculan tersebut karen akeinginan pelaku untuk menuruti hawa nafsunya. Komitmen pernikahan tidak cukup kuat untuk menjadi jaminan bahwa orang tersebut setia hanya pada satu pasangan saja.
Pelaku perselingkuhan sering mengalami stres psikis hebat akibat rasa bersalah, takut ketahuan dan stigma negatif dari masyarakat. Mereka berupaya menyimpan erat-erat rahasia dua dunia berbeda, demi menjaga nama baik dan harga dirinya. Mereka bahkan menyadari tindakan mereka bertentangan dengan nilai moral, agama dan norma di masyarakat.
Pelaku perselingkuhan bahkan nikah siri sekalipun menyadari akan resiko akan sulit untuk memulihkan nama baiknya apabila ketahuan. Kebohongan yang pelaku lakukan cenderung menimbulkan keterasingan, bahkan dia asing dengan pada dirinya sendiri.
Perselingkuhan tentu juga sangat merugikan pasangan sahnya sebagai korbannya. Korban akan mengalami trust issue pada pasangannya, akan menyalahkan dirinya, dan jatuh harga dirinya. Korban akan menyimpan trauma dan kemarahan mendalam.
Fokus pada Pasangan, Bukan Godaan
Di sini akan mengupas bagaimana menghindari perselingkuhan sebagai bentuk proteksi diri. Apabila godaan untuk berselingkuh itu muncul, atau ada rasa tertarik pada orang lain yang bukan pasangan sahnya, maka alihkan fokus ke kualitas buruk orang tersebut sebagai refleksi negatifnya. Pikirkan konsekuensi negatif dosa perselingkuhan, pertimbangkan dampaknya terhadap pasangan, keluarga, reputasi, serta kesehatan mental diri sendiri.
Buat batasan yang jelas, sepakati batas dalam interaksi sosial dan media. Hindari situasi yang berpotensi memicu godaan misal saling curhat. Membuat prinsip, bahwa orang yang berselingkuh adalah bukan orang baik.
Kembali pada pasangan sah, saling menghargai, mengekspresikan cinta menurut bahasa kasih pasangan, dan saling mendukung dalam kebahagiaan bersama pasangan sah. Bangun komunikasi terbuka dan jujur apabila ada hal yang kurang sreg pada pasangan. Diskusikan harapan, kebutuhan, rasa kecewa, atau godaan tanpa takut terhakimi.
Pasangan menjadi ruang aman untuk berbagi perasaan baik suka maupun duka. Rawat keintiman dan quality time. Pasangan meluangkan waktu berkualitas, date night, jalan-jalan, traveling dan beraktivitas bersama sebagai investasi emosional. Seiring berjalannya waktu diri kita dan pasangan bertumbuh, baik selera juga hobi, maka jangan terjebak pada selera dan hobi di masa lalu, masa awal membangun hubungan.
Kembali membangun hubungan baik pada pasangan karena menjalani perintah dari ayat Al-Quran yang secara jelas melarang zina adalah Surat Al-Isra ayat 32. “Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk“, Ayat ini berbunyi:
“وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةًۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا”
Dasar Hukum dan Legalitas Nikah Siri pada ASN
Dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 (diubah UU 16/2019), perkawinan hanya terakui secara hukum negara jika kita laksanakan menurut agama atau kepercayaan dan tercatatkan secara resmi misalnya di KUA atau Catatan Sipil. Aturan lainnya yaitu PP Nomor 10 Tahun 1983 (diubah PP 45/1990).
ASN wajib melaporkan setiap perkawinan ke atasan. Pernikahan yang tidak tercatat dianggap tidak sah menurut hukum negara dan termasuk pelanggaran disiplin terdapat pada pasal 14: larangan “hidup bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah”. Kemudian aturan pada PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.
Jika ASN terbukti melakukan nikah siri, perkawinannya hanya sah di mata agama, maka tergolong pelanggaran disiplin berat. Jenis sanksi yang dapat terjatuhkan meliputi penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan. Pembebasan dari jabatan menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Nikah siri bagi ASN merupakan pelanggaran serius. Karena tidak tercatat oleh negara, nikah siri bisa kita anggap sebagai perilaku “kumpul kebo” menurut peraturan kepegawaian ASN, dan bila terbukti bisa terkena sanksi berat berupa pemecatan status ASN.
ASN Wajib Melapor dan Minta Izin
Apabila seorang ASN hendak menikah lagi yaitu poligami, maka wajib mendapat izin tertulis dan melapor ke atasan dalam batas waktu tertentu. Praktik nikah siri tanpa izin sangat berisiko terkena sanksi sebagaimana penjelasan di atas.
Contoh Kebijakan Pemerintah Daerah, DKI Jakarta yaitu Pergub No 2 Tahun 2025, yang mengatur ketat prosedur poligami ASN, termasuk syarat persetujuan istri sah secara tertulis. penetapan tersebut untuk mencegah nikah siri diam-diam atau tanpa laporan. Merujuk pada PP 10/1983, PP 45/1990, dan PP 94/2021.
Tujuan kebijakan peraturan Gubernur Jakarta ini adalah menjamin legalitas perkawinan ASN, mencegah kerugian administratif atau tunjangan ganda dari perkawinan tak resmi, mewujudkan sistem pengawasan internal yang jelas di instansi ASN. Dan peraturan tersebut mendapat kecaman dari masyarakat, karena melegalkan poligami.
ASN yang menikah siri telah melanggar aturan kepegawaian dan seharusnya mendapat sanksi disiplin berat sesuai PP 94/2021. Untuk yang bertugas di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, Pergub Nomor 2 Tahun 2025 juga mewajibkan izin resmi dan persetujuan tertulis untuk mencegah nikah siri.
Jika ASN ingin menikah atau poligami sesuai hukum, maka harus melakukan pencatatan resmi di KUA atau Catatan Sipil. ASN mengajukan izin ke atasan sesuai UU dan PP, dan akan menghadapi sanksi administratif dan kerumitan birokrasi. Apabila tidak segera tercatat menjadi pernikahan sah, maka hubungan tersembunyi tersebut akan berpotensi konflik dan pelanggaran etik.
Aparatur negara, yang semestinya menjadi teladan dalam menjaga integritas rumah tangga dan mematuhi aturan hukum, justru terjebak dalam pilihan-pilihan yang merusak nilai-nilai dasar kehidupan berumah tangga dan kepegawaian. Status yang semula mulia menjadi runtuh martabatnya akibat ulah oknumnya.
Perilaku perselingkuhan dan nikah siri di kalangan ASN bukan hanya mencoreng nama baik pribadi, tapi juga melemahkan citra lembaga pemerintahan di mata publik. Sudah saatnya semua pihak, terutama pemimpin instansi dan lembaga pengawas kepegawaian, menaruh perhatian serius terhadap persoalan ini. Karena jika kita biarkan, praktik perselingkuhan di kalangan ASN bukan hanya soal moral pribadi, melainkan potret suram dari budaya birokrasi yang kehilangan arah. []