Mubadalah.id – Pada akhirnya Inggit memilih mencintai pak Arya. Happy ending seperti umumnya film Indonesia yang alurnya berakhir dengan memuaskan imajinasi penonton. Drama-drama kecil dalam setiap serial My Lecturer My Husband, terasa sekali mengaduk-aduk emosi penonton dan membuat penasaran untuk tetap sabar menanti jawaban di hari Jumat berikutnya saat seri lanjutannya distreamingkan.
My Lecture My Husband adalah serial Film drama komedi romantic yang tayang di WeTV dan iflix setiap Jumat pukul 18.00 WIB. Film hasil adaptasi dari Novel Wattpad karya Gitlicous ini diproduksi oleh MD Entertainment sebagai sajian tayangan serial drama dan film lokal unggulan. Sejak rilis 11 Desember 2020 dan berakhir di 15 Januari 2021, season 1 My Lecturer My Husband khatam 8 serial dengan respon luar biasa dari penggemarnya.
Kemampuan acting sang babang Reza Rahardian dan Prilly Latuconsina menjadi daya pikat tersendiri yang membuat My Lecturer My Husband begitu dinanti. Keduanya adalah aktor papan atas yang selalu sukses memainkan peran-peran ikonik. Adu acting dua aktor brilliant ini harus diakui menjadi magnet yang menyedot perhatian penyuka film Indonesia. Hampir di setiap waktu streamingnya, selalu ada kenaikan viewers yang live menonton.
Paling tidak sampai seri 8, My Lecturer My Husband mampu memuaskan penonton, bahwa kesabaran babang Arya berbuah manis. Hati Inggit luluh dan menyerah. Meski jika dicermati, ending ini sudah diisyaratkan melalui lirik OST My Lecturer My Husband “Lecture with Love” yang tak kalah menggeloranya dengan OST “Hati Memilih Cinta”. Pada akhirnya, Arya menemukan jalan untuk bertahta di hati Inggit. Persis dengan angan dan asa sebagian besar penikmat My Lecturer My Husband, Arya dan Inggit menyatu dalam cinta.
All of the care that you displayed
All of the charming things that you said
Somehow Made me think that we are meant to be
You make me feel every love in me
You let me heal from my history
Now you have found you way into my heart to stay
You passion in me has turned out to be
the reason that i’ve been made complete
*********
Hal lain yang bisa dijelaskan dari serial ini adalah tentang perlawanan atas anggapan ketidaksempurnaan kemanusian perempuan. Dengan sudut pandang yang melampaui romantisme dramatik antara ‘Mas Arya sang dosen killer’ dengan mahasiswanya ‘Inggit sie kepala batu’ My Lecturer My Husband menyampaikan pesan perlawanan atas stereotyping terhadap perempuan yang lemah akal dan tidak mandiri melalui alur, dialog antartokoh dan dipungkasi pada ending cerita, secara tegas.
Perempuan, dalam hal ini Inggit, tak pernah dianggap dewasa, mandiri dan tidak diberi kepercayaan untuk mengambil keputusan karena kecerdasannya tak sempurna. Sebagai anak, Inggit berada dalam bayang-bayang Bapak dan Ibunya. Tidak ada paksaan yang bersifat koersif yang dialami Inggit.
Tapi Inggit terhegemoni untuk mempersembahkan totalitas kepatuhan sebagai anak tunggal atas nama bakti dan demi kebahagian sesuai standar kebahagiaan orang tuanya. Ruang untuknya mengartikulasikan kebahagiaan begitu sempit. Cita dan asa Inggit luruh demi orang tua; demi bapak dan demi ibu.
Menikah melalui perjodohan adalah pilihan pahit buat Inggit. Tanpa paksaan nyata, Inggit dan banyak perempuan juga mengalami perjodohan yang tak dikehendakinya tapi tetap dijalani. Diamnya perempuan sudah berabad-abad dimaknai sebagai persetujuan, karena perempuan tak punya ruang yang membebaskan untuk menegosiasikan pilihannya.
Pasangan yang berhasil menjalani perjodohan dengan kehidupan rumah tangga bahagia, nyata adanya. Ya, Inggit happy ending melalui perjodohannya, karena pada akhirnya ia luruh dan mencintai Arya suami ‘boongannya’. Pengalaman sukses dijodohkan ini valid dan otentik.
Namun, pengalaman pahit perjodohan yang rumah tangganya diwarnai perselisihan dan kekerasan yang tak berujung, tak bisa juga diabaikan. Pengalaman pahit ini sama valid dan otentiknya dengan pengalaman manis perjodohan. Memberi ruang untuk perempuan memilih dan menegosiasikan pilihannya adalah bentuk pengakuan atas kemanusiaannya.
Lepas dari orang tua, ‘kuasa’ atas Inggit beralih pada Arya, suami pilihan orang tua sekaligus dosen killernya. Ada kesepakatan yang dibangun oleh Arya dan Inggit dalam relasi pernikahan mereka. Arya tidak akan menyentuh Inggit sampai Inggit menyatakan kerelaannya. Pernikahan mereka tetap dirahasiakan namun Inggit diberi ruang untuk tetap berkomunikasi dengan Tristan, sang pacar juga dengan kawan-kawan gengnya dalam batas-batas tertentu.
Kesepakatan ini sejatinya dapat dimaknai sebagai penghormatan atas budaya consent dan pengakuan atas hak untuk bahagia bersama teman-temannya. Inggit tidak mengalami paksaan untuk menjalankan peran-peran domestik, sebagaimana umumnya peran-peran itu dimainkan oleh istri. Justru Arya lebih banyak melayani Inggit untuk urusan makan dan mengurus rumah.
Realitas inilah yang membuat banyak penonton memberikan komentar, “Hanya ada satu Arya di dunia ini, dan adanya hanya di film”. Namun demikian, tetap saja ‘kuasa’ Arya sebagai lelaki, suami, dosen, dan juga orang yang lebih tua justru lebih kental mewarnai relasi Arya dan Inggit. Relasi dominatif ini yang di-challenge oleh Inggit untuk mendapatkan pengakuan atas kemanusiaannya secara utuh.
Konflik-negosiasi-kompromi, tetap saja silih berganti mewarnai relasi yang mereka jalani. Status kepemilikan rumah misalnya, Rumah yang ditempati bersama adalah rumah milik Inggit. Namun Inggit kehilangan otoritas dan tak memiliki tempat karena semua aturan lebih banyak ditetapkan atas ukuran Arya. Dengan satu mantra, ‘Aku suamimu’.
Ruang bahagia Inggit dibatasi dengan pengaturan jadwal nonton streaming, kewajiban membaca modul kuliah, bahkan untuk tugas-tugas kuliah pun, Inggit justru mengalami beban berlipat. Pun dengan satu mantra “Aku Dosenmu”. Seolah melegitimasi bahwa dosen yang paling punya kuasa untuk menentukan kesuksesan dan masa depan mahasiswanya.
Di serial 8 tegas sekali pesan atas kemanusiaan Inggit (baca: perempuan) ini disampaikan My Lecturer My Husband sebagai klimaks. Bagaimana dalam dialog Inggit menggugat perlakuan dunia terhadapnya. Dunia tak pernah mempercayainya sebagai manusia dewasa.
Arya sebagai suami, dianggap tak pernah memperlakukannya layaknya istri yang utuh kemanusiaannya. Inggit tak pernah diajak diskusi, ditanya, atau dimintai pendapat atas keputusan apapun dalam relasi mereka. Semua diputuskan atas pertimbangan dan pemikiran Arya, dengan justifikasi, ‘aku suamimu’, ‘aku lebih tua’, dan mengklaim bahwa dirimya lebih tahu yang terbaik untuk Inggit.
Pertengkaran hebat itulah yang mengantarkan Arya mereview bagaimana ia memperlakukan Inggit. Alasan mulia untuk mendidik, mengarahkan, memilihkan yang terbaik jika dilakukan tanpa mengakui kedirian Inggit, alih-alih membawa kebaikan, justru berdampak pada penderitaan dan tekanan karena tak diapresiasi keberadaannya sebagai manusia utuh.
Finally, Arya membebaskan Inggit untuk menentukan pilihan dengan mengantarkannya menemui Tristan. Ada ruang dan waktu yang sangat singkat untuk Arya dan Inggit berbicara dari hati ke hati secara setara, sebelum berhasil menemui Tristan. Percakapan itu menjadi titik balik bagi Inggit bahwa ia telah diakui kemanusiaannya oleh Arya. Dan itu menjadi kunci keputusan Inggit. “Aku memilih mencintai mas Arya.”
Pilihan yang bisa jadi didasarkan pada pandangan bahwa dalam pernikahan, gelora cinta saja tidak cukup. Nyatanya, ekspresi cinta Arya dan treatment yang diberikannya pada Inggit mampu meyakinkan bahwa Arya pun mencintai Inggit sepenuh hati. Kata orang Jawa, ‘witing tresno jalaran seko kulino’.
Pada akhirnya cinta mereka bertumbuh melalui banyak konflik yang dilewati. Pilihan Inggit juga mengafirmasi pandangan dunia bahwa suami idaman adalah laki-laki good-looking, mapan, sabar, dan penuh kelembutan. Padahal, bahagia itu bisa juga diraih dengan berproses bersama from zero, saling membantu, bahu membahu, saling mengerti dan memahami yang prosesnya tentu tidak cukup hanya semalam seperti Bandung Bondowoso membangun prambanan.
Serial 8 berakhir. Closingnya, My Lecturer My Husband menegaskan Inggit (sekali lagi baca: Perempuan) butuh dimanusiakan dengan diberi ruang untuk memperdengarkan suaranya, dan alam bersedia mendengar secara seksama suara-suara yang diperdengarkan. Karena sejatinya, perempuan adalah manusia utuh sebagai subyek penuh kehidupan.
******
** Pandangan dunia tentang kemanusiaan perempuan terinspirasi dari Serial Ngaji KGI. []