Mubadalah.Id- Neng Hannah, Perempuan Peserta Program Shortcourse Filsafat dan Pemikiran Islam di Iran. “Coba ya kereta Bandung-Jogja punya fasilitas tempat tidur kayak gini, nyaman kayaknya. Pake kereta eksekutif juga tetep aja bentuknya kursi. 10 jam itu bikin pinggangku pegel”, kata saya. Teman seperjalanan orang Jogja berkata, “habis dong selimut dan fasilitas yang ada dikeretanya dicuri”. Obrolan ini membuat saya merenung, apakah benar?.
Obrolan ini kembali saya ingat saat melengkapi catatan perjalanan sambil mendengar informasi tentang ditemukannya sumber radiasi nuklir 15 Februari 2020, seperti diumumkan oleh lembaga nuklir Indonesia di tanah kosong komplek perumahan Batan Indah. Tempat yang berada 3 km dari reaktor yang ada di kawasan Batan.
Menurut dugaan Dahlan Iskan, ada orang yang mencuri produk nuklir. Kemungkinan besar orang dalam. Beliau sangat sedih membaca siaran pers Bapeten, sesedih dia mengetahui kasus korupsi Jiwasraya. Kenapa cerita ini mengawali refleksi saya tentang hari keenam shortcourse kali ini?. Karena menurut saya, hal yang bisa dipelajari dari Iran di hari keenam ini adalah kepercayaan.
Hari keenam diawali dengan perjalanan selama 11 jam dari Teheran ke Mashhad dengan menggunakan Zendegi Train. Kereta berangkat dari Teheran pukul 08.00 malam. Sampai di Mashhad pukul 7 pagi. Kereta malam ini berisi ruangan-ruangan berkapasitas 4 orang dengan fasilitas cukup baik. Selain mendapatkan air mineral, kami mendapatkan satu set peralatan mandi, buah-buahan, kacang-kacangan dan minuman dari Saffron sampai teh panas.
Berada semalaman di ruangan kecil dengan 3 teman lelaki membuat mata saya sulit terpejam. Sehingga hanya bisa rebahan dengan kesadaran terus terjaga. Saya mempercayai kebaikan teman seperjalanan saya. Saya merasa berada dalam keluarga dengan 10 peserta laki-laki dalam shortcourse ini. Hanya saja masih merasa aneh dan tidak terbiasa.
Sesampainya di stasiun Mashhad, kami langsung menuju hotel Parsi. Bersyukur kami bisa check-in pagi itu juga. Setelah menyimpan tas, jam sembilan, kami bergegas mengunjungi Ferdowsi University of Mashhad khususnya ke Fakultas Teologi dan Studi Islam. Seperti kunjungan yang lalu, kami diterima oleh tuan rumah dengan sangat baik.
Kami mendapat penjelasan, sejak bis kami memasuki Ferdowsi University of Mashhad. Petugas dari divisi kerjasama universitas ini menemani kami berkeliling di kampus yang sangat luas. Ia menjelaskan bahwa kampus ini merupakan kampus yang cukup lama berdiri.
Kampus ini berdiri 30 tahun sebelum Revolusi Iran yaitu tahun 1949. Kampus yang berada di provinsi Khurasan ini menempati rangking ke 3 universitas terbaik di Iran. Saat ini memiliki 10 fakultas, setelah fakultas Kedokteran pada tahun 1994 memisahkan diri dengan terbentuknya Mashhad University of Medical Sciences.
Di ruang pertemuan fakultas Theologi dan Studi Islam, kami mendapakatkan penjelasan lebih lengkap tentang fakultas ini. Fakultas ini memiliki 6 prodi yaitu Perbandingan agama dan Mistisisme, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yurisprudesi Islam dan Prinsip hukum Islam, Pengetahuan Islam dan Sains, Filsafat Islam dan Theosophy serta Studi Quran dan Hadis.
Semua ketua jurusan menjelaskan dengan singkat prodi yang mereka pimpin. Hal yang menarik adalah, universitas ini memberikan kesempatan untuk program postdoc dan Sabatical Leave maksimal 3 bulan dengan fasilitas asrama dan berbagai program yang ada di universitas ini sesuai dengan bidang kajian yang dikehendaki dengan gratis. Kami mengunjungi juga pusat riset dan mendengarkan banyak penjelasan tentang capaian yang sudah di raih oleh universitas ini.
Jam satu kami kembali ke hotel untuk makan siang dan istirahat sejenak, karena habis ashar kami akan kuliah di Mustafa International University yang ada di Mashhad mengkaji hubungan antara agama dan negara. Kajian sore ini disampaikan oleh Dr. Savadi.
Beliau menjelaskan tentang basis dan prinsip agama, lalu basis dan prinsip teori negara berbasis agama, peran agama, karakteristik negara yang berbasis agama dan banyak hal lagi yang saya catat dalam selembar kertas, namun kertas itu hilang.
Sebelum kami pulang kembali ke hotel kami mengunjungi pasar tradisional di Mashhad. Kemudian pukul 20.30 sudah kembali ke Hotel. Saat di Mashhad ini saya bisa tidur dengan nyenyak karena tentu saja hotel lebih nyaman dari pada asrama.
Lalu apa hubungannya perjalanan hari keenam ini dengan kepercayaan?. Saya memperhatikan selama perjalanan ke empat kota di Iran, apakah Qom, Teheran, Isfahan maupun Mashhad, di beberapa pinggir jalan raya terdapat kotak biru bergambar tangan sebagai tempat masyarakat untuk bershodaqoh.
Berdasarkan informasi dari mahasiswa yang tinggal di Iran, kotak shodaqoh tersebut dalam satu bulan bisa mencapai milyaran tuman. Tidak ada ceritanya kotak shodaqoh ini dibobol maling. Selain itu juga konsep tentang khumus, berupa infaq yang dikeluarkan sejumlah 20% dari penghasilan tiap bulan menjadi hal yang dijalankan warga Iran.
Saat kami bertanya tentang adakah sangsi bila tidak mengeluarkan khumus tersebut?. Ternyata jawabannya tidak ada. Warga Iran begitu percaya pada ulamanya dan menitipkan khumus tersebut pada mereka. Sehingga bila Negara kekurangan uang, maka biasanya mereka meminjam dari ulama yang mengelola Haram-haram.
Haram yang dimaksud adalah mesjid yang menjadi tempat untuk menghormati tokoh suci, misalnya Haram Fatimah Maksumah, Haram Imam Ridha, Mesjid Ayatullah Khomeini, Mesjid Jami Isfahan, Mesjid Jamkaran dan masih banyak lagi Haram yang lain. Program-program pendidikan mulai dari tingkat SD sampai universitas, termasuk program shortcourse yang saya ikuti ini didanai dari khumus dan semuanya gratis.
Kepercayaan dapat mendorong seseorang untuk bekerjasama dengan orang lain untuk memunculkan aktivitas ataupun tindakan bersama yang produktif. Kepercayaan merupakan pokok dari norma-norma sosial terkait kerjasama yang sangat penting.
Kak Umi di Qom bercerita saat kami berbelanja, bila dia kekurangan uang saat membeli sesuatu, sering kali penjual tetap memberikan barang yang dijualnya. Ambil saja katanya saya percaya padamu. Pada esok harinya biasanya kak Umi membayar kekurangan uang saat belanja.
Kepercayaan yang tinggi akan melahirkan solidaritas yang kuat yang mampu membuat masing-masing individu bersedia mengikuti aturan, sehingga memperkuat rasa kebersamaan. Hal positif inilah yang saya kira bisa diambil pelajaran yang baik.
Bila dalam sebuah kelompok masyarakat memiliki kepercayaan satu sama lain, apakah antara individu maupun dengan institusi sosial dimana ia berada, maka kelompok sosial ini memiliki modal sosial yang cukup baik untuk membangun kelompoknya. Bahkan bisa dengan tangguh menghadapi berbagai tantangan dan ancaman yang menerpa. Bisakah kita saling percaya?. Semoga saja!. []