• Login
  • Register
Kamis, 26 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Sastra

Nujood; Kisah Kawin Anak di Yaman

Rifaatul Mahmudah Rifaatul Mahmudah
11/04/2020
in Sastra
0
Saya, Nujood

(sumber foto id.carousell.com)

77
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Gadis-gadis kecil di Yaman banyak yang dengan terpaksa mengubur mimpi-mimpi mereka atau hanya sekedar membayangkan bagaimana masa depan mereka saja tidak bisa. Banyak diantara mereka yang kehilangan hak-hak untuk belajar, karena mereka tidak punya pilihan.

Perempuan di dalam keluarga-keluarga di Yaman atau bahkan di beberapa negara lain tidak memiliki kuasa untuk memutuskan, kuasa penuh atas decision making berada di bawah otoritas bapak atau anak laki-laki, sementara perempuan sebaliknya sebagai pihak yang tidak berdaya.

Gambaran perempuan dan laki-laki tersebut terdapat dalam novel “Saya Nujood, umur 10 dan Janda” yang ditulis oleh Delphine Minuoi, seorang jurnalis Perancis yang berkonsentrasi meliput berita-berita Timur tengah.

Novel yang telah menggemparkan dunia konservatif ini telah diterjemahkan ke dalam 16 bahasa. Karya sastra ini memproyeksikan sejarah perlawanan seorang gadis kecil berumur 10 tahun terhadap nilai-nilai patriakal yang telah mengurat akar dalam tradisi di negaranya.

Pernikahan mengerikan yang dialami Nujood bukanlah kali pertama dalam sejarah di negara Yaman, lebih lagi di dalam keluarganya. Dalam konteks keluarga besar Nujood dengan jumlah kurang lebih 11 anak dan dua orang tua, pernikahan anak adalah sebuah jalur alternatif untuk meringankan beban keluarga secara finansial, bagaimana tidak untuk sekedar mencukupi kebutuhan sehari-hari, adik-adik Nujood bertugas berjualan tisu dan permen karet di jalanan.

Baca Juga:

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

Meluruskan Pemahaman Keliru terhadap Konsep Fitnah Perempuan

Kekerasan Seksual Bisa Dicegah Kalau Islam dan Freud Ngobrol Bareng

Menimbang Ulang Makna Fitnah: Tubuh Perempuan Bukan Sumber Keburukan

Nujood juga bukan gadis kecil pertama dalam keluarga yang menikah di usia belia, sebelumnya ada Mona, kakak perempuan Nujood yang sudah mempunyai dua anak. Belum lagi fakta bahwa ayah Nujood memiliki satu orang istri dan lima orang anak yang ia telantarkan dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka harus mengemis.

Adanya peribahasa yang cukup populer di kalangan orang pedesaan di Yaman “untuk menjamin pernikahan yang bahagia, nikahilah gadis berusia 9 tahun”, cukup menambah otoritas pernikahan anak. Ini adalah faktor kecil yang cukup banyak diimplementasikan oleh para laki-laki di sana.

Internalisasi yang telah dilakukan oleh para laki-laki ini tidak melihat kesederhanaan gadis kecil umur 10 tahun yang tidak tahu menahu perihal pernikahan, pemikiran gadis kecil ini masih terlalu jauh untuk memikirkan definisi dari makna pernikahan.

Selain mayoritas anggota keluarga yang tuna netra yang semakin membuat terpuruknya finansial keluarga, landasan agama juga digunakan oleh ayah Nujood untuk menjodohkannya dengan laki-laki pilihan ayahnya, dengan dalih bahwa Nabi dulu juga menikahi Aisyah saat berumur Sembilan tahun. 

Meski hal ini ditentang oleh Mona yang telah menyelami perihnya pernikahan dini, ayah Nujood bergeming. Lagi pula seberapa kuat Mona memprotes keras tidak akan memberi efek apa-apa kepada ayah mereka. Kembali lagi, laki-laki terutama ayah adalah decision maker, sedangkan perempuan sebagai pihak yang harus menuruti apa-apa yang telah diputuskan, suara perempuan dianggap berbeda dan tidak akan didengar.

Tidak adanya ruang bagi perempuan untuk bersuara menjadikan mereka para gadis-gadis kecil tidak memiliki keberanian untuk menggugat cerai suaminya yang umurnya sangat jauh itu. Ada hal yang lebih penting untuk dipertimbangkan yaitu kehormatan.

Nujood, gadis kecil ini juga harus menjaga nama baik suami dan ayahnya, meskipun tidak sedikit setelah menikah Nujood mendapat kekerasan dari suami dan dipaksa mengerjakan bejibun pekerjaan orang dewasa oleh mertua perempuannya. Bahkan, mirisnya lagi mertua dan kakak ipar perempuannya mengucapkan mabruk atau selamat usai malam paling menyakitkan bagi Nujood. Memang, praktik pernikahan anak telah menjadi wajar sejak lama.

Perempuan dan anak dalam lingkungan mereka memang dianggap sebagai makhluk yang powerless tidak punya kekuatan, serta helplessness suatu situasi jiwa di mana seseorang tidak sanggup membela dirinya dari keadaan tidak berdaya.

Namun, stereotype ini didekonstruk oleh keberanian Nujood meski banyak mendapat pertentangan khususnya laki-laki dalam keluarganya, juga dianggap telah melakukan kejahatan “kehormatan” yang mematikan oleh para konservatif.

Meski demikian, atas keberaniannya menyibak nilai-nilai konservatif di negaranya, gadis kecil sepuluh tahun ini mendapat penghargaan sebagai Women of the Year dari majalah Glamour New York pada 10 November 2008 silam.

Tentu, perjuangannya tidak mudah, membalik tradisi yang sudah mengakar kuat dari generasi ke generasi bukanlah tanpa aral melintang. Umurnya yang masih sangat belia menjadikan seolah-olah usahanya akan sia-sia, namun nasib baik berbalik kepada Nujood, ia bertemu dengan Dowla, ibu tiri yang ditelantarkan ayahnya, namun menjadi malaikat yang mengarahkan Nujood untuk pergi ke pengadilan, tempat di mana keadilan disuarakan.

Tidak hanya berhenti di situ, Nujood bertemu sosok yang sudah ia anggap sebagai ibu, Shada Naser, seorang hakim perempuan ternama di Yaman. Melalui Shada inilah Nujood memenangkan sidang perceraiannya di pengadilan.

Opresi demi opresi yang Nujood terima dari lingkungannya, menjadikan Nujood lebih kuat lagi dan ia bercita-cita untuk menjadi hakim perempuan yang akan membebaskan hak-hak perempuan-perempuan lainnya agar layak melanjutkan kehidupan, meraih mimpi-mimpi, serta melanjutkan pendidikan. Kabar baiknya, ada beberapa gadis kecil yang menikah dengan pria tua bahkan ada yang sampai melakukan bunuh diri, berani mengetuk pintu pengadilan setelah mendengar dan melihat berita Nujood di televisi. []

Rifaatul Mahmudah

Rifaatul Mahmudah

Terkait Posts

Luka Ibu

Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir Bagian II

15 Juni 2025
Abah dan Azizah

Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah

8 Juni 2025
Luka Ibu

Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

1 Juni 2025
Menjadi Perempuan

Menjadi Perempuan dengan Leluka yang Tak Kutukar

25 Mei 2025
Pekerja Rumah Tangga

Ibu, Aku, dan Putriku: Generasi Pekerja Rumah Tangga

11 Mei 2025
Tidak Ada Cinta

Tidak Ada Cinta bagi Arivia

11 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Menjaga Ekosistem

    Apa Kepentingan Kita Menjaga Ekosistem?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fiqhul Usrah: Menanamkan Akhlak Mulia untuk Membangun Keluarga Samawa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Iran dan Palestina: Membaca Perlawanan di Tengah Dunia yang Terlalu Nyaman Diam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menimbang Ulang Makna Fitnah: Tubuh Perempuan Bukan Sumber Keburukan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tahun Baru Islam, Saatnya Hijrah dari Kekerasan Menuju Kasih Sayang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis
  • Meluruskan Pemahaman Keliru terhadap Konsep Fitnah Perempuan
  • Kekerasan Seksual Bisa Dicegah Kalau Islam dan Freud Ngobrol Bareng
  • Menimbang Ulang Makna Fitnah: Tubuh Perempuan Bukan Sumber Keburukan
  • Iran dan Palestina: Membaca Perlawanan di Tengah Dunia yang Terlalu Nyaman Diam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID