• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Nyatanya, Perempuan juga Berjuang dalam Kehidupan Digital!

Gerakan digital mendapat apresiasi positif untuk bersama-sama mengubah norma sosial dan menghapus kekerasan seksual

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
06/06/2024
in Pernak-pernik, Rekomendasi
0
Kehidupan Digital

Kehidupan Digital

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dunia nyata masih dominan budaya patriarki yang kerap memberikan kerugian pada aspek kehidupan kaum perempuan. Kondisi tersebut membuat para perempuan dan kaum feminis terus memperjuangkan hak-hak perempuan dengan konsisten.

Namun siapa dapat menyana, perjuangan dalam dunia nyata tersebut merambah pada perjuangan di dunia digital sebagai konsekuensi globalisasi zaman. Anita Dhewy dari Konde.co, dalam pelatihan bagi jurnalisme perempuan Sabtu, 27 April 2024 memperlihatkan bagaimana perjuangan para perempuan dalam kehidupan digital memasuki babak baru dari perjuangan mereka yang tiada akhir.

Menyesuaikan perkembangan kebutuhan perempuan, jika sebelumya kita hanya mengetahui istilah Feminisme Liberal, Radikal, Marxis Sosialis, Psikoanalisis, Eksistensialis, Modern, Postmodern, Multikultural, Ekofeminisme, feminisme Islam; maka Anita memperkenalkan istilah feminisme digital kepada para peserta.

Istilah ini merujuk pada sebuah keterlibatan seseorang dengan ideologi feminis di internet. Di mana feminisme digital memperjuangkan ruang aman bagi para perempuan untuk bersuara. Selain itu berbagi pengalaman dan persoalan, ideologi juga dukungan yang menguatkan dengan waktu relatif cepat.

Selain feminisme digital, ada pula feminisme siber. Feminisme siber lebih melihat pada penggunaan jaringan internet dan teknologi dalam melakukan pendekatan feminis yang kita lakukan.

Feminisme Digital

Anita menyebutkan salah satu nama feminis yang memiliki kontribusi dalam perjuangan feminisme digital. Dia adalah Donna Haraway, seorang professor perempuan berkebangsaan Amerika Serikat yang bertugas di Departemen Sejarah Kesadaran dan Kajian Feminis di Universitas California.

Baca Juga:

Antara Reels dan Realita: Dilema Orang Tua Gen Z di Tengah Arus Media Sosial

Kartini di Era Internet, Habis Gelap, Terbitlah Algoritma

Fitur Aksesibilitas yang Mengajarkan Kesadaran Empati

Tantangan Difabel Tuli Dalam Mengakses Literasi Agama

Melalui esainya yang berjudul “A Cyborg Manifesto,” Haraway menciptakan metafora, yang ia sebut Cyborg. Konsepsi gagasan Haraway ini membantu mematahkan anggapan bahwa perbedaan gender merupakan sebuah takdir. Melainkan dapat kita cairkan atau didekonstruksi.

Dengan kata lain, cyborg dalam kajian feminisme merupakan salah satu alat politik dan juga pendekatan yang dapat kita gunakan untuk melawan pendefinisian perempuan yang sewenang-wenang dan tidak adil.

Anita tidak saja memaparkan perjuangan perempuan dalam aspek normatif dan gagasan. Namun juga secara praktik dengan melakukan aktivisme digital. Aktivisme digital adalah tindakan yang dapat memobilisasi orang lain dalam kuantitas yang banyak dan waktu yang singkat dibandingkan dengan tindakan luring.

Tindakan ini dapat menjangkau beragam kelompok partisipan masyarakat dengan pendekatan interaktif yang relatif cepat, sehingga untuk mengumpulkan petisi maupun membagi artikel tidak lagi serumit saat luring.

Gerakan Digital

Aktivisme digital tampak dari beberapa gerakan yang telah para aktivis sekaligus penyintas lakukan. Tarana Burke, pada tahun 2006 dengan tagar #Metoo yang ia insiasi untuk menguatkan korban pelecehan seksual terutama perempuan kulit berwarna.

Selain itu gerakan ini ingin menampakkan pada dunia, bahwa yang mengalami pelecehan seperti yang Burke alami tidaklah sedikit. Gerakan ini mendapat apresiasi positif dari para artis dan masyarakat untuk bersama-sama mengubah norma sosial dan menghapus kekerasan seksual.

Lalu gerakan serupa Femininsta Jones lakukan pada tahun 2014 dengan dalam aksi  #YouOkSis. Gerakan ini merupakan bentuk perlawanan terhadap tindakan pelecehan di jalanan, terutama yang sering para perempuan kulit hitam alami di Amerika. Gerakan tagar serupa juga dilakukan di Indonesia.

Seperti pada tahun 2016, #NyalaUntukYuyun diinisiasi untuk mendukung agar kasus Yuyun (bukan nama sebenarnya), pelajar SMP di Bengkulu yang diperkosa 14 pemuda. Kasus ini segera mendapat perhatian media nasional dan segera ada tindak lanjut secara hukum.

Gerakan tagar ini terus mereka gunakan secara konsisten bagi para pejuang perempuan, khususnya di Indonesia. Yakni untuk merespon kekerasan-kekerasan seksual  yang terjadi di masyarakat. Hingga akhirnya gerakan ini melahirkan desakan penerbitan RUU PKS, dengan respons penerbitan Perppu 1/2016 tentang perubahan kedua atas UU 2/2002 tentang Perlindungan Anak (dengan aturan kebiri kimia).

Perjuangan Perempuan

Tentunya desakan dan perjuangan atas RUU PKS menimbulkan banyak reaksi negatif, dan juga reaksi positif (khususnya dalam isu marital rape). Isu ini menyuarakan suara-suara bungkam para korban yang selama ini terpendam.

Kendati nampak sangat menjanjikan bagi perjuangan perempuan, feminism digital juga memiliki tantangan yang nyata. Antara lain, mengenai kontruksi gender di media, kesenjangan digital dan masalah akses, pengawasan pemerintah dan pemilik platform digital, kebencian dan pelecehan daring, dan keletihan feminis digital.

Sudahlah terasa sangat meletihkan, perjuangan para perempuan di dunia nyata dan dunia digital ini tidak terlepas dari pemanfaatan pihak tertentu untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Bagi Anita, kondisi ini dapat mengakibatkan posisi korban bertambah beban menjadi korban baru, posisi pelaku menjadi korban, atau juga posisi korban yang dapat berubah menjadi pelaku.

Oleh karena itu, para feminis harus berpegang pada prinsip: harus percaya kepada korban. Lalu memiliki bukti-bukti pendukung yang kuat, meneliti kasus bersangkutan dengan detail agar tetap dapat objektif dalam menilai dan memberi dukungan. Namun, hal ini tidak dapat membatalkan prinsip dasar dalam meresposn korban kekerasan seksual luring dan daring. Yakni mempercayai pernyataan (terduga) korban.

Bagaimana kawan-kawan? Siap menjadi bagian dari feminis digital? []

Tags: Feminisme DigitalGerakan DigitalJurnalisme DigitalKehidupan DigitalMedia Digitalperjuangan perempuan
Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Pola Relasi Suami Istri

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version