Mubadalah.id – Gelaran Pekan Asi Sedunia atau World Breastfeeding Week (WBW) setiap 1-7 Agustus atau pekan pertama bulan Agustus. Peringatan ini merupakan kampanye global ini mendapat dukungan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), UNICEF, World Alliance for Breastfeeding Action (WABA), serta Kementerian Kesehatan Indonesia. Yakni untuk meningkatkan kesadaran dan mendorong aksi pada tema-tema yang berkaitan dengan menyusui.
Sejarah Pekan Asi Sedunia
Mengutip situs resmi WABA, perayaan Pekan Asi Sedunia dalam rangka memperingati Deklarasi Innocenti 1990 tentang Perlindungan, Promosi dan Dukungan Menyusui. WABA sendiri adalah merupakan organisasi yang mereka bentuk untuk perlindungan, promosi dan dukungan menyusui di seluruh dunia.
Deklarasi Innocenti mereka bentuk, dan diadopsi oleh para peserta pada pertemuan pembuat kebijakan WHO/UNICEF tentang “Menyusui pada 1990-an: Inisiatif Global”.
Di mana sponsornya bersama Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (AID), dan Otoritas Pembangunan Internasional Swedia (SIDA), yang diadakan di Spedale Degli Innocenti, Florence, Italia, pada 30 Juli-1 Agustus 1990. Deklarasi ini juga sebagai bentuk dukungan dan upaya mempromosikan aktifitas menyususi.
Tak lama kemudian, tepatnya 2 tahun setelah itu WABA mulai menginisiasi peringatan Pekan ASI Sedunia. Dan selanjutnya, resolusi WHO turut mendukung peringatan Pekan Asi Sedunia di setiap tahunnya. Yakni sebagai bagian dari strategi promosi menyusui yang penting dengan mengangkat berbagai tema-tema tahunan yang berbeda.
Proses Penyusuan dalam al-Qur’an
Tahun ini merupakan peringatan Pekan ASI Sedunia yang ke-32, sejak peringatan pertamanya pada tahun 1992 silam. Namun, anjuran menyusui telah al-Qur’an kampanyekan jauh sebelum Pekan Asi Sedunia itu ada. Surat Al-Baqarah Ayat 233 seringkali menjadi landasan anjuran menyusui bagi seorang ibu.
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Menurut Quraish Shihab, kata Ibu dalam ayat “para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,…” menggunakan kata الْوٰلِدٰتُ yang berarti ibu secara umum, tidak harus ibu kandung. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya air susu ibu untuk pertumbuhan anak. Hingga tidak harus anak peroleh dari ibu kandung.
Masa Menyusui
Sebagaimana tradisi pada masyarakat Arab. Di mana nabi juga dipersusukan oleh sosok ibu yang lain. Namun, air susu ibu kandung tentu lebih kita utamakan, karena membuat anak merasa nyaman dan mendekatkan bonding antara ibu dan anak.
Adapun mengenai waktu menyususi selama dua tahun penuh adalah sebagai bentuk penyempurnaan proses menyusui. Namun, Al-Qurthubi menjelaskan dalam Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an bahwa kalimat “bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan” justru menunjukkan dalil bahwa menyusui selama dua tahun tidak wajib. Boleh menyapih sebelum atau setelah dua tahun.
Pembatasan dua tahun ini adalah bertujuan untuk memutus perselisihan antara suami istri dalam menentukan masa menyusui. Dengan demikian, proses penyapihan lebih atau kurang dari dua tahun hanya boleh kita lakukan selama tak membahayakan anak atau ibu. Selain itu sesuai kerelaan dan pemusyawaratan dari pihak ayah dan ibu.
Bahkan dalam studi terbaru, penyapihan juga melibatkan kerelaan anak dan kesiapan anak. Sehingga, tidak ada larangan jika anak kita sapih kurang dari dua tahun. Selama orang tua (dan anak) sama-sama rela dan tidak menimbulkan perselisihan yang dapat merusak rumah tangga.
Ayah sebagai Support System Pertama Ibu Menyusui
Penggalan ayat “Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut” dalam surat al Baqarah ayat 233 di atas dapat dibaca sebagai suatu bentuk mengenai kewajiban ayah untuk menafkahi isteri dan anaknya sebagai suatu hubungan resiprokal, yaitu karena isteri telah menyusui, maka suami yang bertugas memenuhi kebutuhannya.
Penelitian juga menguatkan, bahwa peran suami untuk istri yang memberi ASI sangat penting. Karena support system pertama istri adalah suami. Mungkin ada orang tua, tetapi tetap tak bisa mengalahkan peran suami sebagai pendukung utama istri.
Suami dapat membantu pekerjaan istri atau berbagi peran dalam mengurus si kecil, agar istri mempunyai waktu untuk istirahat. Bahkan sekedar memberikan kata penyemangat, membelikan makanan kesukaan atau memijit istri dapat meningkatkan kadar hormon oksitosin atau hormon kebahagiaan, sehingga asi dapat mengalir deras.
Menurut Dr. Nur Rofi’ah, menyusui sebagai salah satu dari pengalaman biologis perempuan selain menstruasi, hamil, melahirkan, dan nifas memang hanya dialami oleh perempuan. Namun menjadi tanggung jawab bersama dari pasangan dan bahkan lingkungan keluarga untuk membuat proses menyusui tersebut tidak semakin sakit, bahkan untuk menjadikannya semakin nyaman.
Maka, memperlakukan pengalaman menyusui perempuan secara manusiawi adalah sejalan dengan ayat di atas yang memperjelas bahwa keberhasilan proses menyusui adalah merupakan hubungan resiprokal. Di mana hal menjadi tugas dan tanggung jawab bersama antara suami dan istri, bukan hanya menjadi tanggung jawab istri. []