Mubadalah.id – Olahraga sepakbola yang kita kenal saat ini bukan lagi milik kaum pria saja. Dalam artian, wanita juga kini banyak yang turut berperan aktif, bukan sekedar sebagai suporter atau penikmat. Tetapi juga terlibat sebagai pemain.
Beberapa waktu lalu, kita disuguhi aksi menawan dari para pemain sepakbola yang tergabung dalam Tim Nasional Indonesia Wanita U-19. Mereka para perempuan muda berusia di bawah 19 tahun yang mahir bermain bola.
Pada turnamen yang digelar di stadion Gelora Sriwijaya, Palembang, 5-15 Juli 2023 itu, Timnas Putri U19 Indonesia tampil cukup baik dengan finis sebagai juara keempat. Sebuah prestasi yang tentu saja, sangat membanggakan.
Salah satu pemain yang bermain sangat bagus pada turnamen itu adalah Ayunda Anggraeni. Ayunda, begitu ia kita sapa, sangat jago bermain bola. Menurut penuturannya seperti melansir Suara.com, kepiawaiannya mengolah si kulit bundar di tengah lapangan merupakan buah dari hobinya bermain sepakbola sejak usia kecil. Ayunda sering bermain bola bersama teman-temannya yang laki-laki.
Ayunda total mencetak 4 gol selama Piala AFF U19 2023. Hebat. Masing-masing 2 gol saat Indonesia menang 7-0 atas Timor Leste, sebiji gol saat Garuda Pertiwi menang 4-1 kontra Laos, dan satu gol ketika Indonesia melibas Kamboja 5-0.
Seketika, berkat aksi-aksi gemilangnya itu, Ayunda pun menuai apresiasi dari berbagai kalangan. Sosoknya mulai menjadi perhatian media. Tidak hanya karena permainan apiknya, Ayunda juga tersorot karena ia satu-satunya pemain sepakbola perempuan Garuda Pertiwi yang mengenakan hijab. Ya, tidak ada pemain lain selain Ayunda di tubuh tim Indonesia U19 yang memakai hijab.
Pemain Sepakbola Perempuan Berhijab
Sebagai satu-satunya pemain putri Timnas Indonesia U19 yang berhijab, Ayunda tentu merasakan suka dan duka dalam menjalaninya. Awalnya, Ayunda sempat kesulitan bergaul dengan rekan-rekan lain sesama pemain sepakbola wanita. Ia menceritakan pernah dicemooh oleh teman-temannya. Di mana seorang temannya itu berkata “eh jangan pakai hijab, dong’. Singkatnya, Ayunda mereka minta lepas hijab saat bermain bola.
Hebatnya, Ayunda tidak terpengaruh oleh ejekan temannya itu. Baginya, hijab ini adalah simbol diri dia sebagai perempuan muslim. Ia tetap istiqamah dengan keyakinannya tersebut.
Penggunaan jilbab, hijab, atau apa pun sebutannya bagi pemain sepakbola putri, memang sempat menjadi problematika. FIFA, selaku organisasi dunia yang menaungi sepakbola, pernah melarang pemain sepakbola putri memakai hijab. Pemberlakuan larangan ini sejak 2002 dengan alasan sebagai bentuk antisipasi terhadap isu sensitif yang kerap melibatkan agama.
FIFA menilai, hijab dan segala jenis simbol keagamaan tertentu menjadikan sepakbola sebagai sarana penyampaian pesan dari agama tertentu. FIFA juga menyebut alasan lain, yakni demi “kesehatan dan keselamatan”, mengingat kemungkinan mereka yang mengenakan hijab bisa tercekik lehernya. Ini sejalan dengan adanya aturan melarang “penggunaan peralatan yang bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain.”
Adanya larangan tersebut tentu sangat menyakitkan bagi muslimah yang ingin menjadi pemain sepakbola kelas dunia. Beruntung, pada 2014, FIFA akhirnya resmi mencabut larangan tersebut. Keputusan itu mereka umumkan dalam pertemuan Dewan Federasi Sepak bola Internasional di Zurich, Swiss. Sekjen FIFA ketika itu, Jérôme Valcke, menerangkan pemakaian hijab dan turban dibolehkan di lapangan.
Meski FIFA sudah memberi izin pemakaian hijab bagi pemain sepakbola wanita muslim yang bertanding di lapangan, tapi lain halnya yang terjadi di Prancis. Di negeri anggur, pemain sepakbola wanita muslim sampai detik ini masih mereka larang mengenakan hijab.
Larangan Penggunaan Hijab
Belum lama ini, Pengadilan Administratif Tinggi Prancis memutuskan bahwa para pemain sepakbola perempuan muslim tetap dilarang mengenakan hijab saat bertanding. Keputusan itu mereka buat ketika menanggapi desakan dari kolektif pemain muslim, The Hijabeuses, yang menyerukan bahwa pelarangan hijab di lapangan sepak bola harus dibatalkan.
Pemerintah Prancis memang menegakkan aturan larangan penggunaan simbol-simbol agama, termasuk larangan penggunaan jilbab/hijab bagi pemain sepakbola wanita muslim. Aturan itu sebagai bentuk untuk mempromosikan dan membela nilai-nilai sekularisme, hidup bersama, dan netralitas.
Aturan itu sangat menyulitkan bagi perempuan di Prancis yang bercita-cita jadi pemain sepakbola. Kelompok pemain sepakbola wanita muslim di Prancis yang menolak aturan itu, hingga saat ini masih terus berjuang supaya pemerintah mencabut larangan penggunaan hijab bagi pesepakbola.
Meskipun masih ada negara menolak pemakaian hijab oleh pemain sepakbola wanita muslim, tapi sekarang hijab sudah ada di pentas Piala Dunia Wanita 2023. Adalah Nouhaila Benzina, pemain sepakbola wanita Timnas Maroko, yang menorehkan tinta emas sebagai pemain berhijab pertama yang tampil dalam sejarah Piala Dunia Wanita.
Pemain berposisi sebagai bek bermain menghadapi Korea Selatan pada 30 Juli 2023. Laga itu dimenangi Nouhaila Benzina dkk dengan skor tipis 1-0.
Penggunaan Hijab Menginspirasi Banyak Orang
Melansir dari detik.com, aksi Benzina mengenakan hijab itu langsung menginspirasi banyak orang. Salah satunya Assmaah Helal, Manajer operasional Creating Chances and Football United, yang memuji langkah pesepakbola wanita berusia 25 tahun tersebut. “Para gadis akan melihat Benzina (dan berpikir), ‘Itu bisa saja saya’,’ kata Helal.
Sementara itu, warga Melbourne, Maryan Haghi Hashi, juga senang melihatnya. Katanya, melihat pemain non hijab dan hijab berada satu lapangan permainan menjadi hal yang indah. “Ada campuran wanita (Muslim) yang memakai jilbab dan tidak memakai jilbab. Saya kira dunia telah menyadari adanya keragaman,” ucapnya.
Sepakbola, dalam pandangan saya, harus menjadi olahraga yang menyenangkan bagi siapa pun. Tidak saja bagi kaum pria, melainkan wanita juga. Sepakbola adalah milik semua agama, ras, dan suku. Agama mana pun berhak terlibat di dalamnya. Selain itu, pilihan untuk mengenakan hijab bagi pesepakbola wanita muslim, juga perlu mendapatkan dukungan, baik dari federasi, negara dan tentu saja, dari teman sendiri.
Setiap stakeholder dalam permainan sepakbola perlu menghargai dan menghormati antar sesama. Jangan jadikan perbedaan agama, ras, atau suku sebagai alat untuk melakukan diskriminasi.
Saya kira, keragaman budaya yang ada di lapangan permainan sepakbola, tidak saja soal adanya pemain Muslim, Kristen, atau Hindu, tapi juga terdapat pemain wanita berhijab yang mendapatkan haknya untuk berekspresi tanpa adanya ancaman atau diskriminasi dari siapa pun.
Akan menjadi pemandangan yang indah, saya rasa, jika dalam sebuah pertandingan, ketika 22 orang berada di lapangan, dan disitu terdapat lima pemain wanita muslim berhijab, misalnya. Di mana mereka saling beradu kualitas mempertontonkan skill bermain bolanya. Kemudian di akhir pertandingan, mereka semua, tak peduli agamanya apa, timnya apa, saling berpelukan dan menari-nari bersama.
Akhir kata, sepakbola harus menjadi ruang yang aman, dan nyaman. Menjadi ruang yang menerima dan terbuka serta inklusif bagi perempuan dan anak perempuan untuk berpartisipasi dalam sebuah permainan. Bukan malah menjadi ruang yang menakutkan untuk siapa pun. []