Mubadalah.id – Nikita Willy baru saja bercerita bahwa dirinya mengalami keguguran anak kedua di usia kandungan 7 minggu. Ia menuturkan, “Bulan lalu (Januari), kami kehilangan bayi kami yang berharga pada usia 7 minggu yang memilukan.”
Tulis Nikita Willy via Instagram, Selasa, 20 Februari 2024. Ia juga membagikan foto hasil USG hingga momen dirinya saat menghadapi pengalaman keguguran. Kejadian ini berlangsung beberapa waktu yang lalu.
Tentunya kabar ini terasa pahit untuk Nikita dan Indra Priawan. Terlebih, saat mendengar kabar kehamilan kedua, keduanya sudah sangat bahagia. Ia membagikan foto hasil USG hingga momen diri dia saat menghadapi keguguran.
“Minggu-minggu awal itu dipenuhi dengan antisipasi dan cinta, dan aku menghargai setiap momen.” Ungkap Nikita.
Dukungan Suami
“Membayangkan kehidupan yang tumbuh dalam diriku dan keluarga kami yang sedang berkembang. Sayangnya, aku harus mengalami keguguran hingga merasa bersalah.” Demikian Nikita mengungkapkan perasaannya.
“Indra telah menjadi pilar kekuatan yang menopangku ketika aku merasa bersalah dan hancur,” ujarnya.
Keguguran merupakan hal yang kerap dialami banyak ibu di luar sana. Dengan kondisi NIkita Willy yang sekarang, ia ingin menguatkan ibu-ibu lainnya.
Nikita bahkan menambahkan informasi mengenai keguguran dalam Islam.
Bagi orang tua yang mengalami keguguran 6 minggu dalam Islam ternyata mereka akan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Hal ini bisa diketahui dari beberapa hadis sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya janin yang keguguran akan membawa ibunya ke dalam surga bersama dengan ari-arinya; apabila ibunya mengharap pahala dari Allah SWT atas musibah tersebut.” (H.R. Ibnu Majah).”
Tulis Indra dalam pesan WhatsApp yang Nikita bagikan di media sosialnya.
Dalam reels Instagram yang sama, Nikita juga memberikan pesan dokter kandungannya. Dalam obrolan tersebut, ia diberi tahu bahwa keguguran merupakan cara alamiah tubuh untuk menyingkirkan kehamilan yang tidak normal. Dengan begitu, tubuh bisa kembali menyiapkan diri untuk hamil kembali dengan kondisi terbaik.
“Dan aku ingat kata dokterku, keguguran adalah cara tubuh menyingkirkan kehamilan abnormal yang tidak dapat bertahan hingga cukup bulan. Agar tubuh dapat hamil kembali dengan bayi yang sehat. Menakjubkan, bukan?” katanya.
Meski masih berselimutkan rasa duka, Nikita mencoba untuk bangkit agar bisa kembali ke kondisi semula dan mempersiapkan kehamilan selanjutnya yang lebih baik.
Pengalaman Biologis yang Tak Mudah
Apa yang dilakukan Nikita Willy untuk berbagi pengalaman kegugurannya, merupakan sesuatu yang patut kita apresiasi. Karena hingga hari ini masih banyak stigma negatif yang menimpa perempuan yang mengalami keguguran. Sehingga perempuan kerap merasa bersalah, dan menyalahkan diri sendiri atas peristiwa yang terjadi.
Sebab saya punya pengalaman serupa, mengalami keguguran di kehamilan anak ketiga pada usia kehamilan dua bulan. Ada perasaan bersalah yang tak mampu saya jelaskan, hingga saya sempat mengalami depresi. Tiba-tiba menangis sendirian. Cukup lama waktu yang saya butuhkan untuk bisa pulih kembali, dan bisa menerima kenyataan.
Melansir dari laman WHO, perempuan masih menghadapi stigma dan rasa malu yang sangat besar ketika mereka kehilangan bayi. Mereka sering kali tidak terdorong untuk menceritakan pengalaman dan kehilangan mereka. Hal ini dapat menyebabkan isolasi dan keterputusan, bahkan dari pasangan dan keluarga dekatnya. Artinya perempuan akhirnya terjebak dalam kesedihan pribadinya.
Tidak semua keguguran tidak bisa kita hindari. Kita memiliki beragam alat dan protokol yang jika kita terapkan dengan tepat dapat mencegah setidaknya 1,3 juta bayi lahir mati. Beberapa di antaranya termasuk memastikan diagnosis dini kehamilan, pemeriksaan yang tepat untuk kondisi medis apa pun yang mungkin berdampak negatif pada hasil kehamilan. Selain itu memantau detak jantung bayi pada waktu yang tepat selama kehamilan dan selama persalinan, mengobati infeksi seperti malaria dan sifilis, serta pengawasan yang baik selama persalinan.
Memastikan Kehamilan yang Sehat
Untuk memastikan kehamilan yang sehat, perempuan harus memiliki akses terhadap layanan antenatal yang efektif sejak awal kehamilannya. Selain itu perempuan dapat mengakses layanan di masyarakat. Jika memungkinkan, ada keberlangsungan layanan yang dipimpin oleh bidan.
Perawat dan bidan dapat menjadi sekutu penting bagi perempuan. Inilah salah satu alasan mengapa WHO menetapkan tahun 2020 sebagai Tahun Perawat dan Bidan, yang bertepatan dengan laporan Keadaan Keperawatan Dunia yang pertama. Di negara-negara berpendapatan rendah, meningkatkan pelayanan yang bidan berikan sebesar 10% saja dapat mengurangi jumlah bayi lahir mati hingga seperempatnya.
Hak asasi manusia adalah landasan penyediaan layanan kesehatan. Perempuan harus bertanggung jawab atas tubuhnya sendiri. Perempuan dan bayinya tidak hanya harus bertahan hidup selama kehamilan, mereka juga harus kita dukung untuk memastikan bayi mereka tumbuh dan berkembang secara maksimal.
Kehamilan harus menjadi pengalaman positif bagi ibu dan bayi. Jika hal ini tidak memungkinkan, maka perempuan berhak mendapatkan empati, rasa hormat, dan dukungan dari kita. []