Mubadalah.id – Demokrasi menurut Henry B Mayo adalah sebuah sistem politik yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang berdasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Demokrasi tidak akan berjalan apabila tidak ditunjang oleh terbangunnya budaya politik yang sesuai dengan prinsip-prinsipnya yaitu perlindungan konstitusional (menjamin hak-hak individu dan konstitusi harus pula menentukan cara prosedural untuk memperoleh atas hak-hak yang dijamin), badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak, adanya pemilu yang bebas, kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan berserikat dan beroposisi.
Konsep kebebasan ini pun bukan merupakan kebebasan yang tanpa batas. Akan tetapi memiliki aturan main yang jelas sehingga tidak brutal. Konsep kebebasan dalam ideologi demokrasi ini seharusnya memiliki konsep bebas dan bertanggungjawab.
Demokrasi juga tidak dapat berjalan jika hanya pada satu sektor saja, akan tetapi harus menyeluruh pada semua sektor kehidupan. Maksudnya demokrasi tidak dapat terjadi hanya pada sektor politik saja, sementara sektor-sektor lainnya tidak demokratis. Misalnya liberalisasi dalam ideologi demokrasi tidak dapat hanya berlaku dalam bidang politik saja, sementara bidang ekonomi, Pendidikan, sosial dan lain sebagainya tidak mengalami liberalisasi.
Prinsip-prinsip demokrasi adalah : kedaulatan rakyat, pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah, kekuasaan mayoritas, hak-hak minoritas, jaminan hak asasi manusia, pemilihan yang bebas, adil dan jujur, persamaan di depan hukum proses hukum yang wajar. Dalam prinsip-prinsip demokrasi ini memuat beragam sektor, tidak hanya melulu politik namun sektor penunjang lainnya seperti pendidikan, ekonomi, sosial dan lain-lain.
Demokrasi baru dapat dikatakan berhasil apabila tujuan sosial mendirikan negara telah dicapai. Tujuan yang harus diupayakan adalah Terwujudnya kesejahteraan masyarakat, yang secara hukum berarti terjaminnya hak asasi manusia yang di dalamnya mencakup hak asasi perempuan.
Titik mula berjalannya demokrasi adalah dari keluarga. Keluarga terbentuk melalui pola perkawinan, jika pola perkawinan antara suami dan istri dijalankan dengan prinsip-prinsip demokrasi, maka dalam keluarga akan terjalin kehidupan yang demokratis. Jika banyak keluarga menjalankan kehidupan yang demokratis maka akan terwujud masyarakat yang demokratis, jika banyak koloni masyarakat yang menjalankan prinsip demokrasi maka akan terwujud sebuah negara yang demokratis. Jika prinsip demokrasi ini berjalan baik terutama dalam pemenuhan hak-hak asasi perempuan, maka tidak akan terjadi peminggiran perempuan dalam semua sektor kehidupan sebagaimana yang masih terjadi saat ini.
Untuk memberikan kesadaran bahwa kaum perempuan dapat berpartisipasi dalam beragam sektor, mulai politik, sosial, budaya, ekonomi maka harus dibangun terlebih dahulu nilai-nilai demokrasi dalam keluarga, agar salah satu prinsip demokrasi berupa jaminan hak asasi manusia yang di dalamnya memuat jaminan hak asasi perempuan dapat terbentuk mulai dari keluarga.
Kendalanya adalah budaya patriarki masih dominan yang berdampak pada domestikasi perempuan sehingga berdampak pada hilangnya peran perempuan di ruang publik termasuk dalam bidang politik, pendidikan, ekonomi, sosial dan lain-lain. Hal tersebut sangat berpengaruh pada sulitnya terpenuhi kuota 30 persen partisipasi perempuan terpilih di parlemen yang memiliki tujuan menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan dengan melahirkan kebijakan yang setara dan adil gender.
Membangun demokrasi melalui keluarga untuk dapat berpartisipasi dalam membangun kesetaraan, dan keadilan gender dalam semua bidang, maka di mulai dari keluarga dengan menerapkan prinsip kesetaraan yang memberikan jaminan hak-hak asasi perempuan. Keluarga yang menerapkan prinsip kesetaraan bermula dari pola perkawinan yang setara dan adil gender. Pola perkawinan ini dapat menjadi dasar demokrasi keluarga.
Menurut Scanzoni Scanzoni, ada empat pola perkawinan dalam keluarga. Pertama, Owner Property, dalam pola ini istri merupakan milik suami yang statusnya disamakan dengan uang atau barang berharga lainnya. Tugas suami sebagai pencari nafkah keluarga dan tugas istri adalah mengurus rumah tangga, menyediakan kebutuhan suami dan anak anak. Istri harus tunduk dan patuh serta taat pada suami. Kestabilan rumah tangga akan terjadi jika istri harus tunduk atas sesuatu apapun baik yang dikehendakinya atau tidak dikehendakinya. Jika terjadi ketidaksepakatan, istri harus sepakat atas apa yang diinginkan suaminya
Kedua, Head Complement yaitu peran istri sebagai pelengkap suami. Suami diharapkan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan istrinya. Suami memiliki tugas mencari nafkah utama keluarga, sedangkan tugas istri adalah mengatur urusan rumah tangga dan anak anak, akan tetapi dalam hal perencanaan keluarga semuanya direncanakan bersama antara suami dan istri.
Ada komunikasi dua arah yang terjalin dengan baik antara suami dan istri. Jika suami memiliki waktu luang, maka suami juga dapat membantu pekerjaan rumah istri jika dibutuhkan. Tugas istri yang utama adalah mengurus rumah tangga dan memberikan dukungan kepada suami sehingga suami dapat mencapai kesuskesan dalam pekerjaannya.
Dalam hal ini seorang suami memiliki istri yang dapat menjadi pelengkap dirinya. Norma dalam perkawinan sama dengan pola perkawinan owner property, kecuali dalam ketaatan. Istri dapat melakukan komunikasi jika ada sesuatu yang dianggapnya kurang sesuai.
Ketiga, Senior- Junior Partner. Posisi istri selain sebagai pelengkap suami juga sebagai teman. Istri juga bekerja dan memberikan sumbangan ekonomis sehingga istri tidak terlalu tergantung kepada suami tetapi pencari nafkah utama keluarga tetap berada pada pundak suami.
Dengan memiliki penghasilan, maka kekuasaan istri meningkat dalam keluarga. Tetapi kekusaannya tetap lebih besar suami karena tugas suami sebagai pencari nafkah keluarga. Dalam pola perkawinan seperti ini, seorang istri mendahulukan karir suaminya dari pada karir dirinya sendiri. Bahkan demi menunjang kenaikan pangkat suami, istri rela berkorban.
Keempat, Equal partner. Dalam pola perkawinan ini posisi suami dan istri adalah setara, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah. Istri mendapatkan hak serta kewajiban yang sama dengan suami untuk mengembangkan dirinya sepenuhnya dan melakukan tugas-tugas rumah tangga. Pekerjaan suami sama pentingnya dengan pekerjaan istri. Maka istri dapat menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga, dalam hal ini berarti penghasilan istri bisa lebih tinggi dari pada penghasilan suami.
Alasan istri bekerja dalam pola perkawinan ini juga berbeda dengan pola perkawinan sebelumnya dengan alasan agar hanya tidak sepenuhnya bergantung kepada suami. Alasannya bisa untuk agar istri mandiri secara penuh. Norma dalam perkawinan ini adalah baik istri maupun suami sama sama memiliki kesempatan untuk mengembangkan dirinya baik dalam pekerjaan atau secara ekspresif.
Semua keputusan yang disepakati bersama berdasarkan saling mempertimbangkan kebutuhan dan kepuasan kedua belah pihak. Istri mendapat pengakuan dari orang lain disebabkan oleh kemampuan dirinya bukan karena suaminya. Dalam pola perkawinan ini potensi dan kemampuan individu sangat diperhatikan.
Berkaca pada pola perkawinan di atas, maka demokrasi dalam sebuah keluarga dapat berjalan baik jika pola perkawinan yang berjalan antara suami istri adalah equal partner. Dalam pola perkawinan equal partner ini hak asasi perempuan sangat dijunjung, di mana istri dapat memiliki hak yang sama dengan suami, tidak kurang tidak lebih.
Dalam pola perkawinan seperti ini ketika suami dan istri sudah adil dan setara dalam menjalankan kehidupan rumah tangganya, maka mereka akan memperlakukan anak-anaknya dengan adil dan setara, tidak akan memberikan perlakuan yang berbeda baik dalam urusan sosial, pendidikan dan ekonomi. Baik anaknya yang laki-laki dan perempuan akan diberikan pendidikan yang sama baiknya dan sama tingginya, diberikan arahan untuk memilih pekerjaan sesuai minat masing-masing bukan atas dasar perbedaan jenis kelamin, diberikan perintah yang sama dalam mengerjakan urusan rumah tangga.
Anak juga akan melihat bagaimana ayah dan ibunya bahu membahu dalam mengurus rumah tangga baik dalam urusan domestik dan publik. Nilai dalam keluarga akan membekas dalam benak anak-anak bagaimana seharusnya kehidupan yang setara dan adil gender berjalan. Dari keluarga seperti ini lah, akan lahir generasi yang akan membangun bangsa dengan perspektif kesetaraan dan keadilan gender sebagai salah satu prinsip dari demokrasi. Wallahu a’lam bi al shawab. []