• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Perdebatan tentang Hukum Aborsi

Redaksi Redaksi
25/04/2025
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Aborsi

Aborsi

598
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perdebatan mengenai boleh tidaknya aborsi pada intinya terletak pada kapan kehidupan manusia dimulai. Apakah kehidupan manusia dimulai sejak ditiupkannya ruh, yakni sesudah empat puluh hari sebagaimana secara eksplisit disebutkan hadits Bukhari-Muslim. Atau sesudah 40 hari, sebagaimana disebutkan oleh hadits Muslim, atau sejak pembuahan atau bahkan ketika masih berupa air mani.

Meskipun secara jelas dalam hadits bahwa peniupan ruh yang menandai awal kehidupan setelah 120 hari. Tetapi sulit disangkal suatu kenyataan bahwa sejak saat air mani bertemu dengan telur (pembuahan) ia akan terus berkembang menuju bentuk-bentuk yang lain. Hal ini menandakan adanya proses kehidupan yang terus berjalan ke arah bentuk-bentuk yang semakin sempurna.

Dengan berpegang pada hadits Bukhari Muslim di atas, mayoritas ahli hukum muslim mengakui bahwa dalam tiga tahap perkembangan kandungan itu, janin memang tidak memiliki jiwa manusia tetapi hanya menunjukkan kehidupan tanaman dan binatang. Sesudah itu janin memiliki “al harakah al iradiyah”, gerakan yang berkemauan atau berkehendak.

Dengan demikian kesimpulan yang mungkin dapat kita berikan adalah bahwa kehidupan sesungguhnya telah ada sejak hari-hari pertama kehamilan baik sebagai kehidupan binatang atau kehidupan tanaman (al hayah al jurtsumiyah aw al nabatiyah). Sehingga tidak boleh melakukan aborsi.

Penghormatan Kehidupan

Meskipun demikian, penghormatan terhadap kehidupan ini, menurut mereka, tetap harus kita berikan, karena ia adalah entitas yang potensial untuk membentuk menjadi manusia. Dalam arti lain pelenyapan kehidupan tersebut dapat kita pandang sebagai pelanggaran terhadap awal kehidupan manusia (aborsi), yang karena itu berdosa dan patut mendapatkan hukuman yang sesuai.

Baca Juga:

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

Hukuman Bagi Pelaku dan Penyebab Aborsi

Bagaimana Hukum Aborsi Akibat Perzinaan?

Aborsi di Luar Nikah

Peniupan ruh pada janin berusia di atas 120 hari tidak ada di dalam al-Qur’an. Kitab suci ini hanya menyatakan :

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia itu dari intisari tanah. Kemudian Kami jadikan nuthfah yang tersimpan di tempat yang aman dan kokoh. Dalam perkembangan selanjutnya, nuthfah itu Kami olah menjadi segumpal darah, dan segumpal darah itu Kami olah menjadi segumpal daging. Lalu segumpal daging itu Kami olah menjadi tulang. Selanjutnya tulang itu kami bungkus dengan daging. Selanjutnya Kami jadikan makhluk yang berlainan dari yang sebelumnya. Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik”.(QS. al-Mu’minun ayat 12-14).

Dengan tidak disebutkannya masalah peniupan ruh dalam al-Qur’an, memaksa kita untuk memahami makna ruh yang disebutkan hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim di atas.

Sebagian penafsir memaknai ruh dengan ilham sebagaimana makna ruh dalam salah satu ayat al-Qur’an. Dengan mengutip Zamakhsyari, Mohammad Asad, pemikir Islam kontemporer mengatakan : “Istilah ruh sering digunakan dalam al-Qur’an dalam pengertian “ilham” dan secara lebih khusus, “ilham Ilahi”. 

Sementara al-Zamakhsyari sendiri, ketika menafsirkan kalimat “bi al ruh min amrih”, menyatakan “dengan wahyu yang menghidupkan hati yang mati karena kebodohan”.

Manusia Subjek

Pandangan Zamakhsyari tersebut kemudian al-Razi jelaskan dalam al-Tafsir al Kabir. Dia menguraikan persoalan ruh secara panjang lebar. Pada salah satu uraiannya dia mengatakan bahwa manusia harus merupakan makhluk berpengetahuan, dan pengetahuan hanya ada dalam ‘al qalb’. Karena manusia adalah pelaku (subjek) yang berkehendak bebas. Jadi, katanya, manusia adalah sesuatu (makhluk) yang ada di dalam ‘qalb’ atau sesuatu yang mempunyai kaitan dengan ‘qalb’.

Ada istilah lain yang seringkali ia gunakan untuk arti yang sama dengan ruh, yaitu nafs dan qalb. Al-Ghazali memandang ruh sebagai entitas moral yang mempunyai pengetahuan dan pandangan.

Dengan mengemukakan itu semua barangkali dapat kita simpulkan bahwa peniupan ruh yang berlangsung setelah hari ke 120 dari kehamilan sebagaimana dalam hadits Bukhari-Muslim dapat kita maknai sebagai pemberian kesadaran fitrah dan potensi-potensi pengetahuan atau ilmu atau akal.

Dan inilah yang bisa kita sebut sebagai manusia dalam arti yang sesungguhnya. Ilmu pengetahuan yang bersumber dari akal-intelektual adalah sesuatu yang membedakan manusia dari binatang. []

Tags: AborsihukumPerdebatan
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Oligarki

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

4 Juli 2025
Islam Harus

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

3 Juli 2025
Laki-laki dan Perempuan dalam fikih

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

3 Juli 2025
Perceraian untuk

Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

2 Juli 2025
Boys Don’t Cry

Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

2 Juli 2025
Perceraian dalam

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

1 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Beda Keyakinan

    Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID