Sabtu, 20 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

    Krisis

    Di Halaqah KUPI, GKR Hemas Tekankan Peran Ulama Perempuan Hadapi Krisis Bangsa

    KUPI adalah

    GKR Hemas: KUPI Adalah Gerakan Peradaban, Bukan Sekadar Forum Keilmuan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kepemimpinan Perempuan dalam

    Penyempitan Ruang Kepemimpinan Perempuan Setelah Wafatnya Rasulullah Saw

    Catatan Kaki

    Perempuan Bukan ‘Catatan Kaki’ dalam Kehidupan

    Keulamaan Perempuan dalam

    Jejak Panjang Keulamaan Perempuan dalam Sejarah Islam

    Ibu Pertiwi

    Merawat Bumi, Merawat Ibu Pertiwi

    Kepemimpinan Perempuan

    Kepemimpinan Perempuan dalam Al-Qur’an

    KUPI

    KUPI adalah Kita; Tentang Keulamaan sebagai Nilai

    Martabat Kemanusiaan

    Al-Qur’an Menegaskan Martabat Kemanusiaan Laki-Laki dan Perempuan

    Korban Bencana

    Ketika Korban Bencana Terpaksa Menjadi Pahlawan

    Kepemimpinan Perempuan

    Apakah Islam Mengenal Kepemimpinan Ulama Perempuan?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

    Krisis

    Di Halaqah KUPI, GKR Hemas Tekankan Peran Ulama Perempuan Hadapi Krisis Bangsa

    KUPI adalah

    GKR Hemas: KUPI Adalah Gerakan Peradaban, Bukan Sekadar Forum Keilmuan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kepemimpinan Perempuan dalam

    Penyempitan Ruang Kepemimpinan Perempuan Setelah Wafatnya Rasulullah Saw

    Catatan Kaki

    Perempuan Bukan ‘Catatan Kaki’ dalam Kehidupan

    Keulamaan Perempuan dalam

    Jejak Panjang Keulamaan Perempuan dalam Sejarah Islam

    Ibu Pertiwi

    Merawat Bumi, Merawat Ibu Pertiwi

    Kepemimpinan Perempuan

    Kepemimpinan Perempuan dalam Al-Qur’an

    KUPI

    KUPI adalah Kita; Tentang Keulamaan sebagai Nilai

    Martabat Kemanusiaan

    Al-Qur’an Menegaskan Martabat Kemanusiaan Laki-Laki dan Perempuan

    Korban Bencana

    Ketika Korban Bencana Terpaksa Menjadi Pahlawan

    Kepemimpinan Perempuan

    Apakah Islam Mengenal Kepemimpinan Ulama Perempuan?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Perempuan Bukan ‘Catatan Kaki’ dalam Kehidupan

Kita perlu mengubah cara pandang terhadap perempuan. Masyarakat harus berhenti menempatkan perempuan sebagai pelengkap.

Salsabila Junaidi Salsabila Junaidi
20 Desember 2025
in Personal
0
Catatan Kaki

Catatan Kaki

18
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Perempuan adalah jantung narasi, bukan sekadar catatan kaki di pinggir halaman. Berhenti menjadikannya lampiran, karena hanya di teks utama peradaban akan menemukan kekuatan”.

Mubadalah.id. Dalam banyak narasi sosial, perempuan sering hadir seperti catatan kaki, disebut sekilas, diakui keberadaannya, tetapi jarang ditempatkan sebagai bagian utama. Ia ada, namun tidak selalu dianggap menentukan. Padahal, kehidupan tidak pernah benar-benar utuh tanpa kehadiran perempuan sebagai subjek penuh, yang berpikir, memilih, berkontribusi, dan menentukan arah hidupnya sendiri.

Kita bisa melihatnya dari hal-hal sederhana. Ketika perempuan menyampaikan pendapat dalam forum keluarga, sering ada yang memotong pembicaraan. Saat perempuan ingin mengambil peran di lingkungan sosial, orang mempertanyakan kelayakannya. Bukan karena ia tidak mampu, tetapi karena ia perempuan. Identitas yang seharusnya dihormati justru berubah menjadi alasan untuk membatasi.

Namun, membatasi perempuan sebenarnya adalah cara kita membatasi kemajuan itu sendiri. Ketika satu suara dibungkam, kita kehilangan satu perspektif berharga yang mungkin saja menjadi kunci dari sebuah solusi. Perempuan bukan sekadar pelengkap atau “pemanis” dalam ruang sosial, melainkan mesin penggerak yang memiliki daya cipta dan logika yang setara.

Perempuan Hadir di Setiap Ruang Kehidupan

Sejak lama, perempuan hadir dan bekerja di hampir semua ruang kehidupan. Di rumah, perempuan mengelola emosi keluarga, merawat anggota yang sakit, mendampingi anak tumbuh, dan menjaga nilai-nilai hidup tetap hidup. Banyak keluarga berdiri kokoh karena ketekunan perempuan yang bekerja tanpa jeda, tanpa jam istirahat yang jelas.

Di luar rumah, perempuan juga bergerak. Mereka mengajar di sekolah, berdagang di pasar, mengurus posyandu, memimpin komunitas, hingga menjadi tulang punggung ekonomi keluarga. Di banyak desa dan kota, perempuan menghidupkan kegiatan sosial dan menjaga solidaritas warga. Fakta ini bukan cerita langka, melainkan realitas yang bisa kita temui setiap hari.

Namun, masyarakat sering menganggap peran itu sebagai kewajaran, bukan kontribusi. Ketika perempuan berhasil, orang menyebutnya pengecualian. Ketika laki-laki berhasil, orang menyebutnya prestasi. Pola pikir ini membuat kerja perempuan terlihat kecil, padahal dampaknya besar.

Kalimat Sederhana yang Membatasi

Masyarakat sering melontarkan kalimat yang terdengar biasa, tetapi membawa dampak besar. Salah satunya, “Kamu itu perempuan.” Banyak orang menggunakan kalimat ini bukan untuk mengakui identitas, melainkan untuk menghentikan langkah. Kalimat itu muncul saat perempuan ingin berpendapat, mengambil tanggung jawab, atau memimpin.

Kalimat-kalimat ini membentuk batas tak terlihat. Masyarakat tidak melarang secara langsung, tetapi menciptakan rasa ragu dan takut. Banyak perempuan akhirnya mundur sebelum melangkah, bukan karena tidak siap, tetapi karena lelah menghadapi penilaian.

Dengan menanamkan keyakinan bahwa perempuan harus selalu “di belakang,” masyarakat telah menciptakan ketimpangan struktural yang sulit ditembus. Akibatnya, banyak perempuan merasa tidak percaya diri, takut gagal, atau bahkan enggan mencoba.

Budaya yang Mengerdilkan Potensi

Budaya sering mengajarkan perempuan untuk menyesuaikan diri, bukan menantang ketidakadilan. Sejak kecil, banyak perempuan belajar untuk diam, bersabar, dan mengalah. Lingkungan memuji perempuan yang patuh, bukan yang kritis. Akibatnya, perempuan yang bersuara sering dianggap berlebihan.

Di sisi lain, masyarakat memberi ruang lebih luas bagi laki-laki untuk mencoba, gagal, lalu bangkit. Perempuan jarang mendapat kesempatan yang sama. Ketika mereka gagal sekali, orang langsung mengaitkannya dengan jenis kelamin. Cara pandang ini mempersempit ruang belajar dan tumbuh.

Budaya seperti ini tidak hanya merugikan perempuan, tetapi juga masyarakat. Ketika setengah populasi tidak bebas mengembangkan potensi, masyarakat kehilangan banyak ide, solusi, dan kepemimpinan.

Contoh lain, misalnya, perempuan yang memilih untuk tidak menikah atau tidak memiliki anak sering kali menerima tekanan dan stigma dari keluarga dan lingkungan. Masyarakat menganggap mereka gagal menjalankan peran sebagai “perempuan sejati.”

Beban Mental yang Nyata

Tekanan sosial berdampak langsung pada kondisi mental perempuan. Banyak perempuan merasa tidak cukup baik, meskipun mereka bekerja keras. Mereka terus berusaha memenuhi standar yang saling bertentangan: sukses, tetapi tetap sederhana; mandiri, tetapi tidak terlalu menonjol.

Situasi ini membuat banyak perempuan lelah secara emosional. Mereka merasa harus terus membuktikan diri di ruang yang tidak pernah benar-benar adil. Beban ini nyata dan berdampak pada kualitas hidup.

Menggeser Perempuan ke Peran Utama

Kita perlu mengubah cara pandang terhadap perempuan. Masyarakat harus berhenti menempatkan perempuan sebagai pelengkap. Perempuan layak hadir sebagai subjek penuh dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.

Langkah perubahan bisa dimulai dari hal sederhana. Dengarkan perempuan saat mereka berbicara. Libatkan mereka dalam pengambilan keputusan. Hentikan candaan dan komentar yang merendahkan. Beri kesempatan yang sama untuk belajar dan memimpin.

Ketika perempuan bergerak maju, masyarakat ikut maju. Ketika perempuan merasa aman untuk menjadi diri sendiri, kehidupan bersama menjadi lebih sehat. Peradaban tidak tumbuh dari satu suara, tetapi dari keberagaman pengalaman.

Perempuan bukan hanya ‘Catatan Kaki‘ dalam kehidupan. Mereka adalah bagian utama dari cerita manusia. Selama kita membiarkan hak-hak mereka tertulis sebagai catatan kaki yang terabaikan di pinggir halaman, dunia akan terus kehilangan potensi terbesarnya. Sudah saatnya kita memindahkan perempuan ke teks utama, tempat mereka memang seharusnya berada. []

 

Tags: Catatan KakiGenderkeadilanKesetaraanmanusiaperadabanPeran PerempuanRelasisejarah
Salsabila Junaidi

Salsabila Junaidi

Terkait Posts

Keulamaan Perempuan dalam
Publik

Jejak Panjang Keulamaan Perempuan dalam Sejarah Islam

20 Desember 2025
KUPI
Publik

KUPI adalah Kita; Tentang Keulamaan sebagai Nilai

20 Desember 2025
Kepemimpinan Perempuan
Publik

Kepemimpinan Perempuan Mengakar dalam Sejarah Indonesia

19 Desember 2025
Trauma Healing
Keluarga

Kenapa Anak-anak Korban Bencana di Sumatra Butuh Trauma Healing Secepatnya?

18 Desember 2025
Perspektif Mubādalah
Publik

Etika Kesalingan dalam Islam: Relasi, Interrelasi, dan Transrelasi Perspektif Mubādalah

17 Desember 2025
Manual Mubadalah
Buku

Belajar Kesetaraan dari Buku Manual Mubadalah

17 Desember 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan Ayah Ambil Rapor

    Pro Kontra: Gerakan Ayah Ambil Rapor, Solusi atau Retorika?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Korban Bencana Terpaksa Menjadi Pahlawan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Islam Mengenal Kepemimpinan Ulama Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesantren Miftahul Falah Awihideung Kembangkan Pendidikan Ekologi dan Kemandirian Pangan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kepemimpinan Perempuan Mengakar dalam Sejarah Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Penyempitan Ruang Kepemimpinan Perempuan Setelah Wafatnya Rasulullah Saw
  • Perempuan Bukan ‘Catatan Kaki’ dalam Kehidupan
  • Jejak Panjang Keulamaan Perempuan dalam Sejarah Islam
  • Merawat Bumi, Merawat Ibu Pertiwi
  • Kepemimpinan Perempuan dalam Al-Qur’an

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID