Kehidupan perempuan yang kerap kali dianggap remeh, ternyata mengalami pergulatan keras sebagai generasi sandwich. Perempuan harusnya saling mendukung untuk bisa terus bersama-sama memberdayakan diri.
Mubadalah.id – Rasanya tak ada habisnya jika obrolannya adalah tentang kehidupan perempuan. Mulai dari ketidakadilan, peminggiran, steorotip negatif, sampai pada tindakan kekerasan baik fisik maupun seksual yang kerap kali mendudukkanya sebagai korban. Perempuan kerap kali diremehkan.
Dalam beberapa bidang, baik pendidikan, ekonomi maupun politik, isu terkait perempuan juga belum sepenuhnya rampung. Masih banyak pekerjaan rumah terkait dengan perempuan yang masih saja meninggalkan sisa. Terlebih beban-beban ganda yang mesti perempuan tanggung ketika mereka menempati posisi yang ada pada ruang-ruang publik.
Tidak hanya harus mengalami itu semua. Banyak juga perempuan di luar sana yang harus menjadi generasi sandwich untuk keluarganya. Memerah keringat setiap hari, menahan setiap ambisi pribadi untuk bisa terus memberi support pada keluarga, adalah hal-hal yang menghiasi hidup para generasi sandwich.
Ada yang mengatakan, perempuan tinggal duduk manis di rumah, berdandan cantik dan tinggal menerima gaji dari suami. Nyatanya hidup perempuan tidak semudah dan seremeh itu.
Banyaknya Jumlah Perempuan yang Menjadi Generasi Sandwich untuk Keluarganya
Jika kita melihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021. Terdapat pekerja perempuan sebanyak 39,52% atau 51,79 juta penduduk usia 15 tahun ke atas. Angka tersebut bertambah 1,09 juta orang dari tahun sebelumnya yang sebanyak 50,7 juta orang.
Artinya banyak perempuan pada rentang usia yang cukup muda tapi sudah bekerja. Padahal pada usia-usia tersebut seharusnya ia masih menempuh Pendidikan tinggi, atau mengekplorasi menggali potensi diri.
Hal ini menunjukkan bahwa, perempuan yang bekerja karena menjadi generasi sandwich dalam keluarga lebih besar daripada yang bekerja karena passion saja. Angka pekerja perempuan pada 2021 naik 1,05 poin dibanding tahun sebelumnya sebesar 27,55%.
Banyaknya pekerja perempuan sebagaimana data yang ada, menggambarkan bahwa banyak perempuan Indonesia yang merupakan generasi sandwich, dan harus menanggung keluarga. Gambaran demikian menunjukkan bahwa banyak perempuan yang harus struggle dengan hidupnya.
Empati dan Budaya Kebersamaan untuk Berdaya Bersama
Beratnya kehidupan perempuan yang menjadi generasi sandwich untuk keluarganya seharusnya mendapatkan empati dari sekitarnya. Bukan untuk mengemis belas kasihan, namun adanya rasa empati yang ada akan mampu menciptakan sikap saling menghargai.
Tidak semua perempuan pantas mendapatkan justifikasi menjadi perawan tua jika ia belum menikah di usia 30-an. Kurangnya kesadaran masyarakat akan adanya sikap menghargai terhadap keputusan masing-masing orang seakan harus kita pukul rata dengan pakem patriarki yang kerap kali memberi batasan dan standar usia penikahan bagi perempuan.
Padahal jelas banyak yang para generasi sandwich ini yang harus mereka pertimbangkan. Salah satu contohnya, persoalan finansial yang belum matang, mental health yang harus senantiasa terawat. Maka wajar jika sekian hal yang saya sebutkan ini menjadi pertimbangan sebelum memilih melanjutkan hidup ke jenjang pernikahan.
Para perempuan harus memiliki budaya kebersamaan. Membangun budaya sisterhood, bersama-sama saling memahami, tidak saling menjustifikasi. Kepekaan tersebut pada nantinya akan membawa kita pada iklim perdamaian karena tidak adanya ketimpangan dan peminggiran peran perempuan.
Kehidupan perempuan yang kerap kali dianggap remeh, ternyata mengalami pergulatan keras sebagai generasi sandwich. Perempuan harusnya saling mendukung untuk bisa terus bersama-sama memberdayakan diri. Mulai hari ini, hingga esok lusa dan nanti. []