• Login
  • Register
Sabtu, 7 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Perempuan yang Melahirkan Peradaban Melalui Tulisan

Mengapa perempuan perlu menulis? Karena dari rahim perempuan akan lahir peradaban, dan dari pemikiran perempuan akan lahir beragam perspektif untuk masa depan.

Nuril Qomariyah Nuril Qomariyah
31/12/2021
in Publik, Rekomendasi
0
Perempuan Muslim

Perempuan Muslim

355
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa waktu lalu Jaringan KUPI mengadakan Kolokium Series pertama yang menghadirkan Samia Kotele seorang kandidat doktoral dari Prancis. Topik yang diangkat pada kolokium ini mengenai kondisi Ulama Perempuan yang ditenggelamkan dalam sejarah. Samia menyebutkan bahwa penyebabnya pada saat itu perempuan termarginalisasi dari dunia pedidikan. Sehingga, faktor ini kemudian berdampak panjang pada eksistensi ulama perempuan tidak hanya dalam ranah pendidikan saja tapi hampir di seluruh sektor di ruang publik. Perempuan yang melahirkan peradaban melalui tulisan itu sangat jarang.

Ada hal menarik yang Samia tanyakan kepada peserta yakni, mengapa suara yang tertulis memiliki kredibilitas lebih penting jika dibandingkan dengan oral history? Dari pertanyaan ini dapat kita kaji untuk memahami urgensi menulis khusunya bagi perempuan. Karena mayoritas oral history yang tidak memiliki kredibilitas di sini adalah yang berasal dari pengalaman dan pemikiran perempuan. Padahal sudah kita ketahui bersama bahwa pengalaman perempuan adalah sumber ilmu pengetahuan.

Jika melihat kondisi pada abad 20an, tidak hanya ulama perempuan saja yang tenggelam dari sejarah. Para ilmuwan sains perempuan juga termarginalkan eksistensinya, sebab mereka perempuan. Bahkan tak jarang beberapa penemuan ilmuwan perempuan waktu itu diklaim oleh laki-laki, agar dapat diakui oleh masyarakat.

Padahal, beberapa penemuan tersebut merupakan hal fundamental dalam dunia sains. Pemaparan dari Samia diperkuat oleh Ibu Ita salah satu tokoh peneliti dari Indonesia yang juga hadir dalam kolokium tersebut, peran perempuan saat ini adalah bagaimana kemudian me-recalling memori pemikiran-pemikiran perempuan yang pernah dibungkam dan dibunuh pada saat itu.

Proses recalling yang dimaksud sebelumnya, adalah menghadirkan kembali pemikiran dan sejarah gerakan perempuan yang ditenggelamkan dalam sejarah. Dengan salah satu cara seperti riset yang dilakukan oleh Samia terkait gerakan Ulama Perempuan, dan juga Ibu Ita pada persitiwa ’65. Pendekatan Oral History yang dilakukan kemudian akan menghasilkan karya tertulis yang jauh lebih mudah diterima oleh siapa saja.

Baca Juga:

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh

Perempuan menulis tentang perempuan adalah penting untuk memperkuat eksistensi dari perempuan itu sendiri. Selain agar nantinya tulisan yang dilahirkan memiliki perspektif perempuan, ini juga bertujuan agar pembaca tergiring pemikirannya untuk memiliki perspektif perempuan. Penguatan kapasitas perempuan secara perspektif dan praktis menulis juga harus diperkuat, agar kredibilitas tulisan yang dihasilkan tidak diragukan oleh pembaca.

Seberapa Pentingkah Perempuan untuk Menulis?

Dari apa yang dipaparkan oleh Samia pada saat Kolokium, menjadi penegasan kembali pada kita semua saat ini. Bahwa pada waktu itu, perempuan banyak yang ditenggelamkan dari sejarah karena dia termarginalisasi dari ranah pendidikan. Yang salah satu faktor penyebabnya karena perempuan belum berani untuk menuliskan pemikirannya dan membagikan karyanya di ruang publik. Kondisi ini, dapat menjadi bahan refleksi betapa pentingnya untuk mengabadikan karya bagi perempuan melalui tulisan sebagai bentuk eksistensi dari pemikiran perempuan.

Belakangan sudah banyak kita temui penulis perempuan yang menuliskan tentang perempuan dengan bahasa yang mudah diterima oleh banyak kalangan. Mulai dalam bentuk novel yang dilahirkan oleh Mba Nyai Muyassarotul Hafidzoh, kumpulan esai yang penuh semangat dari Mba Kalis Mardiasih dan Kak Dea Safira Basori, dan masih banyak lagi perempuan-perempuan penulis yang tergabung di Jaringan penulis Mubadalah dan AMAN Indonesia, yang produktif melahirkan tulisan-tulisan populer yang mudah diterima masyarakat awam. Dengan harapan melalui tulisan dapat meluruskan pemikiran terkait kesetaraan bagi perempuan.

Sehingga tak heran, beberapa waktu lalu AMAN Indonesia melalukan upaya Konsolidasi Penulis Muda Mendukung RUU TPKS. Forum ini menjadi wadah refleksi akhir tahun terkait kondisi RUU TPKS yang belum menemukan ujung serta memperkuat jaringan para penulis muda khususnya perempuan. Untuk sama-sama saling menguatkan dan bergerak bersama, dalam upaya melakukan kampanye melalui tulisan agar RUU ini segera disahkan.

Seperti halnya yang telah disebutkan di atas, suara yang tertulis diyakini memiliki kredibilitas yang lebih kuat. Maka, kampanye tidak melulu dilakukan dengan orasi turun ke jalan. Namun, bagaimana kemudian tulisan-tulisan yang lahir dari pemikiran perempuan dapat menjadi sumber kekuatan bersama, untuk menggiring pemahaman masyarakat tentang RUU ini.

Karena, tidak dapat kita pungkiri semakin banyaknya korban yang berani speak up atas kejahatan yang dilakukan oleh pelaku kekerasan seksual, membuat masyarkat yang semua anti dengan isu ini, menjadi aware dan memberikan perhatiannya. Momen ini dapat menjadi kesempatan yang tepat untuk meluruskan pemahaman masyarakat terkait substansi serta urgensi disahkannya RUU ini.

Jadi, seberapa pentingkah perempuan menulis? Sangat penting. Bahkan dua kondisi di atas hanya bagian kecil dari pentingnya peran perempuan melahirkan tulisan. Masih ada banyak sektor dan pengalaman yang harus menjadi perhatian perempuan untuk dituliskan.

Karena di luar sana masih banyak sekali untold story dari pengalaman-pengalaman perempuan yang berjuang untuk menegakkan keadilan dan kesetaraan bagi perempuan. Jadi sebagai generasi perempuan saat ini, setidaknya kita harus bisa menjadi bagian dari perempuan yang mampu melahirkan peradaban melalui tulisan dengan perspektif perempuan. []

Tags: Aman IndonesiaberkaryaJaringan KUPImenulisperempuan
Nuril Qomariyah

Nuril Qomariyah

Alumni WWC Mubadalah 2019. Saat ini beraktifitas di bidang Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak di Kabupaten Bondowoso. Menulis untuk kebermanfaatan dan keabadian

Terkait Posts

Jam Masuk Sekolah

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

7 Juni 2025
Iduladha

Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

7 Juni 2025
Masyarakat Adat

Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

7 Juni 2025
Toleransi di Bali

Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

7 Juni 2025
Siti Hajar

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

7 Juni 2025
Relasi Kuasa

Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

7 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Masyarakat Adat

    Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID