Jumat, 26 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Natal

    Makna Natal Perspektif Mubadalah: Feminis Maria Serta Makna Reproduksi dan Ketubuhan

    Kekerasan di Kampus

    IMM Ciputat Dorong Peran Mahasiswa Perkuat Sistem Pelaporan Kekerasan di Kampus

    Kekerasan di Kampus

    Peringati Hari Ibu: PSIPP ITB Ahmad Dahlan dan Gen Z Perkuat Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di Kampus

    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Keadilan Hakiki

    Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan Hadirkan Islam yang Membebaskan

    Keadilan Hakiki Bagi Perempuan

    Pentingnya Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan

    Natal

    Natal Sebagai Cara Menghidupi Toleransi di Ruang Publik

    Perspektif Keadilan Hakiki Perempuan

    5 Prinsip Dasar Keadilan Hakiki bagi Perempuan

    Al Ummu Madrasatul Ula

    Al Ummu Madrasatul Ula; Setiap Kita adalah Ibu

    Perspektif Keadilan Hakiki

    Perspektif Keadilan Hakiki Cegah Agama Dijadikan Alat Menyalahkan Korban

    Pemilu 2024

    Algoritma di Balik Amplop: Bagaimana Data Pemilih Dijadikan Peta Politik Uang Pemilu 2024

    Biologis Perempuan

    Islam Memuliakan Kondisi Biologis dan Sosial Perempuan

    Keadilan Hakiki

    Keadilan Hakiki bagi Perempuan Menjadi Bagian dari Prinsip Universal

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Penciptaan Manusia

    Logika Penciptaan Manusia dari Tanah: Bumi adalah Saudara “Kita” yang Seharusnya Dijaga dan Dirawat

    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Natal

    Makna Natal Perspektif Mubadalah: Feminis Maria Serta Makna Reproduksi dan Ketubuhan

    Kekerasan di Kampus

    IMM Ciputat Dorong Peran Mahasiswa Perkuat Sistem Pelaporan Kekerasan di Kampus

    Kekerasan di Kampus

    Peringati Hari Ibu: PSIPP ITB Ahmad Dahlan dan Gen Z Perkuat Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di Kampus

    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Keadilan Hakiki

    Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan Hadirkan Islam yang Membebaskan

    Keadilan Hakiki Bagi Perempuan

    Pentingnya Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan

    Natal

    Natal Sebagai Cara Menghidupi Toleransi di Ruang Publik

    Perspektif Keadilan Hakiki Perempuan

    5 Prinsip Dasar Keadilan Hakiki bagi Perempuan

    Al Ummu Madrasatul Ula

    Al Ummu Madrasatul Ula; Setiap Kita adalah Ibu

    Perspektif Keadilan Hakiki

    Perspektif Keadilan Hakiki Cegah Agama Dijadikan Alat Menyalahkan Korban

    Pemilu 2024

    Algoritma di Balik Amplop: Bagaimana Data Pemilih Dijadikan Peta Politik Uang Pemilu 2024

    Biologis Perempuan

    Islam Memuliakan Kondisi Biologis dan Sosial Perempuan

    Keadilan Hakiki

    Keadilan Hakiki bagi Perempuan Menjadi Bagian dari Prinsip Universal

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Penciptaan Manusia

    Logika Penciptaan Manusia dari Tanah: Bumi adalah Saudara “Kita” yang Seharusnya Dijaga dan Dirawat

    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Permendikbud Hanya Mengatur Tindak Kekerasan Seksual, Bukan Tindakan Asusila!

Publik saat ini sedang terbelah antara pro dan kontra, menanggapi frase “tanpa persetujuan korban” dalam Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan Perguruan Tinggi di Indonesia

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
14 November 2021
in Hukum Syariat, Rekomendasi
0
suami memukul istri

Islam

1.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tadi malam, di hadapan para kader ulama perempuan, aku berbiacara tentang logika “mafhum mukhalafah” yang sekarang sedang viral. Sebagaimana kita tahu, publik saat ini sedang terbelah antara pro dan kontra, menanggapi frase “tanpa persetujuan korban” dalam Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan Perguruan Tinggi di Indonesia.

Secara substansi, sesungguhnya semua kelompok setuju bahwa kekerasan seksual (KS) itu pelanggaran martabat kemanusiaan yang dilarang semua agama dan bertentangan dengan nila-nilai Pancasila dan semua budaya luhur Indonesia.

Dalam Islam, substansi Permendikbud ini, tentang pencegahan KS dan perlindungan korban, sudah selaras dengan nilai-nilai ketauhidan, visi Islam rahmatan lil ‘alamain, dan misi akhlaq karimah. Lebih khusus, perlindungan dan pemulihan korban adalah bagian dari karakter maqashid syari’ah dalam melindungi kelompok mustadh’afin.

Namun, frase “tanpa persetujuan korban” yang menjadi jantung bagi konsep kekerasan seksual justru dipermasalahkan. Frase ini, bagi yang setuju, adalah penting karena untuk membedakan antara kejahatan pidana kekerasan dan pemaksaan, dimana yang satu adalah pelaku dan yang lainnya adalah korban, dengan dosa asusila yang kedua belah pihak bisa dianggap berdosa.

Bila frasa “tanpa persetujuan korban” dihilangkan, maka unsur pidana pemaksaan akan hilang, dan secara karakter akan sama dengan dosa asusila. Pada gilirannya, korban akan sama-sama dianggap bersalah, dan rentan ikut dikriminalisasi.

Frase ini juga penting untuk mengantisipasi berbagai pihak yang justru mengganggap korban kekerasan seksual telah menyetujui. Dari berbagai pengalaman kelompok pendamping, ada banyak kasus dimana perempuan korban KS tidak langsung melapor karena mengalami ketakutan dan trauma. Berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bisa bertahun-tahun. Begitu ia mencoba melapor, justru disalahkan dan dianggap SETUJU karena cukup lama mendiamkan tanpa membuat laporan.

Persetujuan dalam hal ini, bukan datang dari korban, tetapi didefinisikan orang lain di luar dirinya. Frase “tanpa persetujuan korban” ingin menegaskan bahwa hanya korban yang berhak mengungkapkan SETUJU atau TIDAK SETUJU, bukan orang lain.

Sementara bagi yang kontra, frase ini dianggap melegalkan seks bebas dan zina. Frase “tanpa persetujuan korban”, berarti jika ada persetujuan bisa menjadikan aktivitas seks yang haram menjadi BOLEH. Permen, dengan demikian, membolehkan aktivitas seks yang disetujui bersama, atau suka sama suka, atau dikenal juga sebagai seks bebas. Logika kesimpulan seperti ini, dalam Ushul Fiqh, dikenal dengan istilah “Mafhum Mukhalafah”, atau memahami kebalikan dari yang tertulis.

Nah, aku mendiskusikan logika ini di kalangan kader ulama perempuan yang diadakan Fahmina, tadi malam. Apa maknanya? Apa contohnya? Bagaimana dampaknya jika logika ini digunakan untuk memaknai berbagai ayat al-Qur’an dan teks-teks Hadits. Dalam Ushul Fiqh, logika “mafhum mukhalafah” ini diperdebatkan, secara konsep maupun praktik. Bolehkah diadopsi dan sejauhmana bisa dipraktikkan.

Kita ambil contoh satu ayat yang relevan dengan Permendikbud di atas. Yaitu surat an-Nur (24: 33), yang artinnya: “Janganlah kalian PAKSA para perempuan muda (hamba sahaya) kalian untuk MELACUR, jika mereka MENGINGINKAN kesucian (dari pelacuran), karena kalian mencari keuntungan dunia. Barangsiapa yang memaksa mereka, maka sungguh Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang (kepada para perempuan tersebut) setelah mereka dipaksa”.

Coba, jika logika yang sekarang dipakai untuk menyerang Permendikbud, itu dipakai untuk memahami ayat ini. Apakah ayat ini bisa dianggap membolehkan perempuan melacur ketika TIDAK DIPAKSA, atau boleh melacur jika atas keinginan sendiri? Karena ayatnya secara tekstual berbicara: Jangan Paksa mereka melacur. Nah, gimana kalau tidak dipaksa?

Atau apakah boleh melacur jika para perempuan itu TIDAK MENGINGINKAN kesucian, tetapi justru memang MENGINGINKAN pelacuran? Bukankah ayatnya secara literal berbicara: JIKA MEREKA MENGINGINKAN KESUCIAN?

Coba, betapa berbahaya-nya kesimpulan dari ayat ini, jika menggunakan logika “mafhum mukhalafah” yang sekarang digunakan untuk menyerang Permendikbud tersebut. Logika ini, sesungguhnya masih sumir jika digunakan untuk menyimpulkan bahwa frase “tanpa persetujuan” menunjukkan bolehnya aktivitas seks yang “dengan persetujuan”. Karena frase “tanpa persetujuan” ini sesungguhnya diungkapkan dalam konteks pidana pemaksaan. Bukan dalam pernyataan tentang aktivitas seks yang boleh dan tidak boleh.

Frase “tanpa persetujuan korban”, sesungguhnya, juga ada dalam kajian fiqh jinayah mengenai konsep “ikrah” atau paksaan. Dalam kitab at-Tasyri’ al-Jina’ (Juz 2, hal. 563), Abdul Qadir Audah menyatakan bahwa pemaksaan adalah “tindakan seseorang terhadap orang lain yang menghilangkan KERELAANnya dan merusak PILIHANnya (fi’lun yaf’aluhu al-insanu bi ghairihi fa yazulu ridhahu aw yufsidu ikhtiyaruhu)”.

Persetujuan adalah bagian dari kerelaan dan pilihan seseorang. “Tanpa persetujuan” sama persis dengan “tanpa kerelaan” yang diungkapkan ulama fiqh mengenai konsep “paksaan”.

Dengan demikian, Permendikbud ini secara substansi, karena mencegah KS dan melindungi korban, adalah sudah sangat tepat dan sesuai dengan Syari’ah Islam. Sementara ketakutan bahwa frase “tanpa persetujuan korban” akan melegalkan zina adalah sama sekali tidak berdasar. Karena di lingkungan kampus juga sudah ada kode etik yang melarang segala tindakan asusila, di samping ada norma-norma agama, budaya, dan tentu saja ada KUHP.

Lebih dari itu, dalam Islam, melindungi korban, melalui Permendikbud ini adalah kemaslahatan yang nyata, penting, dan genting, sementara kekhawatiran melegalkan zina, dari Permendikbud ini,  adalah asumsi. Suatu kemaslahatan yang sudah nyata tidak boleh ditinggalkan karena ada kekhawatiran keburukan yang masih asumtif (al-mashlahah al-haqiqiyah laa tutraku li al-mafsadah al-mauhumah).

Menurut hematku, Permendikbud ini secara khusus hanya mengatur tindak kekerasan seksual, bukan tindakan asusila apapun. Sesuatu yang hanya mengatur suatu pidana tertentu, seperti KS ini, tidak bisa dianggap lalu menyetujui dosa atau pidana lain yang tidak diaturnya, seperti seks bebas, zina, narkoba, atau yang lain. Tidak sama sekali. Permendikbud ini hanya tentang pencegahan kekerasan seksual dan perlindungan korban. Sangat jelas, bahwa pencegahan kekerasan seksual adalah syar’i dan perlindungan korban adalah juga Islami. Wallahu a’lam. []

Tags: IndonesiaPenanggulangan Kekerasan SeksualPencegahan Kekerasan SeksualPerguruan TinggiPerlindungan KorbanPermendikbud No.30 Tahun 2021
Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Founder Mubadalah.id dan Ketua LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Perempuan Difabel
Publik

Mengapa Perempuan Difabel Sulit Mengakses Keadilan Hukum?

23 Desember 2025
Kepemimpinan Perempuan
Publik

Kepemimpinan Perempuan Mengakar dalam Sejarah Indonesia

19 Desember 2025
Feminisme
Aktual

Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

15 Desember 2025
Laras Faizati
Publik

Laras Faizati: Ancaman Kebebasan terhadap Suara Perempuan

11 Desember 2025
Hukum Perkawinan Beda Agama
Publik

Ketidakpastian Hukum Perkawinan Beda Agama di Indonesia

6 Desember 2025
Lautan Indonesia
Publik

Lautan Indonesia di Ambang Kehancuran

5 Desember 2025

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Natal

    Makna Natal Perspektif Mubadalah: Feminis Maria Serta Makna Reproduksi dan Ketubuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Natal Sebagai Cara Menghidupi Toleransi di Ruang Publik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan Hadirkan Islam yang Membebaskan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Seni Merawat Alam Dengan Akal Sehat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan Hadirkan Islam yang Membebaskan
  • Pentingnya Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan
  • Natal Sebagai Cara Menghidupi Toleransi di Ruang Publik
  • Makna Natal Perspektif Mubadalah: Feminis Maria Serta Makna Reproduksi dan Ketubuhan
  • 5 Prinsip Dasar Keadilan Hakiki bagi Perempuan

Komentar Terbaru

  • 0241 pada Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan
  • spicebomb Extreme cena pada Tak Ada yang Sempurna dalam Usaha Menciptakan Pernikahan Setara
  • drover sointeru pada Tidak Menikah, Gak Apa-apa, Kan?
  • MichaelMon pada Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan
  • plastic surgery supplies pada Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID