Mubadalah.id – Fenomena memutus silaturahim kerap kali terdengar di tengah masyarakat, terutama akhir-akhir ini, saat materialisme mendominasi. Hak untuk saling memperhatikan dan mengunjungi satu sama lain sudah terabaikan. Padahal jarak sudah bukan lagi menjadi halangan di era kemajuan teknologi informasi, sehingga seharusnya tidak ada alasan lagi untuk enggan memelihara hubungan kekerabatan karena begitu mudahnya fasilitas tersedia.
KH Hasyim Asy’ari dalam kitabnya, al-Tibyan (penjelasan mengenai larangan memutuskan hubungan kekeluargaan, kekerabatan dan persahabatan), secara khusus membahas tentang pentingnya silaturahim di tengah kemelut dan gejolak permusuhan serta persaingan hidup.
Larangan Memutus Silaturahim
Silaturahim menurut Hasyim Asy’ari, merupakan ibadah yang paling utama, sedangkan memutus silaturahim adalah perbuatan yang tercela dan keburukan yang keji. Ia menerangkan bahwa yang dimaksud dengan putus silaturahim yang diharamkan adalah memutuskan hubungan persaudaraan yang telah dibina sebelumnya. Baik dalam masalah harta, surat, atau saling mengunjungi.
Karenanya, KH Hasyim berpesan ketika tali silaturahim antara kerabat ataupun tetangga dirasa merenggang, maka tindakan yang harus dilakukan adalah segera memperbaikinya. Dalam surah an-Nisa ayat 1, Allah berfirman:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءًۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.
Perintah Takwa
Allah menyandingkan penegasan perintah memelihara silaturahim dengan perintah takwa. Seperti halnya manusia wajib takut dan bertakwa kepada Allah, maka begitu pula halnya mereka harus takut untuk memutus ikatan kekerabatan. Sebaliknya, silaturahim dan kekerabatan harus dijaga dengan sikap sayang dan berbuat baik kepada kerabat. Perintah menjaga hubungan keluarga ini semata untuk kemaslahatan manusia. (Tafsir al-Munir 2/562)
Menurut Kyai Hasyim, sebagaimana penegasan di akhir ayat tersebut, jika seseorang memahami bahwa Allah sungguh mengawasi perbuatan-perbuatannya, mencatat, dan memberi balasan setiap perbuatan, maka ia pasti akan kembali ke dalam petunjuk serta menaati perintah-Nya, dan ia akan benar-benar takut akan siksa-Nya, serta takut terhijab dari kasih sayang-Nya. Sehingga ia akan sungguh-sungguh menjaga silaturahim dan takut untuk memutuskannya. (At-Tibyan fi al-Nahy ‘an Muqatha’ah al-Arham wa al-Aqarib wa al-Ikhwan, h. 2)
Muassis Nahdhatul Ulama’ ini juga menegaskan dengan mengutip hadist riwayat Abu Bakrah, bahwa tidak ada dosa yang lebih pantas disegerakan siksanya baik di dunia, beserta siksa yang disediakannya di akhirat nanti selain dosa durhaka, memutus hubungan silaturahmi, berkhianat, berdusta, dan berusaha keras berbuat taat sebagai pengganti bagi penyambung hubungan silaturahmi. Silaturahim merupakan bentuk ketaatan yang paling cepat diberikan ganjarannya. (HR. Abu Dawud)
Perintah Memperbaiki dan Memelihara Hubungan Kekerabatan
KH Hasyim juga mengutip dari riwayat Thabarani,
“Sesungguhnya sebuah keluarga itu meskipun buruk perangainya, jika mereka mau menyambung silaturahim, maka akan berkembang dan bertambah banyak hartanya. Tidaklah setiap anggota keluarga itu saling menyambung silaturahim kecuali mereka akan saling membutuhkan satu sama lain. Dan sesungguhnya amal anak cucu Adam (manusia) itu diangkat (dihadapkan kepada Allah ta’ala) setiap hari Kamis dan malam Jum’at. Maka (ketika amal itu diangkat) Allah tidak akan menerima amal orang yang memutus silaturahim.”
(At-Tibyan h. 6)
Dalam ayat lain, terdapat perintah Allah tentang silaturahim.
ۖ فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَأَصْلِحُوا۟ ذَاتَ بَيْنِكُمْ ۖ وَأَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
Bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu orang-orang mukmin. (Q.S al-Anfal: 1)
KH Hasyim menjelaskan bahwa Allah memerintahkan agar umat Islam memperbaiki hubungan sesamanya, yaitu menjalin cinta kasih dan memperkokoh kesatuan dan persaudaraan dengan menggunakan berbagai macam cara.
Menurutnya, yang paling wajib dilakukan oleh umat adalah menjaga silaturahim dengan orang-orang yang termasuk kategori mahram (orang yang haram dinikahi), antara lain saudara kandung, ayah, ibu, kakek, nenek dan terus ke atas, serta paman dan bibi. (At-Tibyan h. 13)
Artinya memang kewajiban untuk mengatur dan mengondisikan perdamaian, keharmonisan, dan kesejahteraan di mulai dari internal keluarga yang tercakup dalam bingkai mahram.
Pentingnya Silaturahim
Pendapat ini bukan kemudian dapat kita artikan bahwa hubungan yang wajib kita jaga hanya hubungan keluarga yang mahram, lantas kemudian tidak memedulikan lingkungan sosial sekitar. Karena sebagaimana telah Rasulullah sampaikan bahwa menjaga silaturahim, bertetangga yang baik, dan berbudi pekerti luhur merupakan hal yang bisa mendamaikan dunia dan memperpanjang umur.
Dengan demikian pentingnya memperbaiki serta memelihara hubungan di antara sesama agar muslimin terhindar dari bahaya yang mengancam, keretakan yang menggoyahkan umat. Silaturahim dapat mengikat mereka dalam kesatuan gerak dalam mencapai cita-cita bersama, yaitu mempertinggi kalimat Allah. Persatuan dan kesatuan ini menjadi dasar kekuatan umat dalam segala bidang.
Sebagai penutup, KH Hasyim Asy’ari menuliskan di kitabnya,
“Renungkanlah hal ini, sesungguhnya masalah hubungan persaudaraan sesama atau silaturahim ini penting sekali, karena orang orang-orang khawas terkadang lupa, apalagi orang awam.” Wallah Muwaffiq.[]