Mubadalah.id – Dalam ayat-ayat al-Qur’an secara jelas (qathi’iy) menyebut laki-laki dan perempuan dalam pesan-pesannya. Dalam struktur bahasa Arab yang membedakan laki-laki dari perempuan, dan lebih banyak menggunakan struktur bahasa maskulin (mudzakkar), memasukkan perempuan secara eksplisit adalah penting.
Pendekatan baru yang digagas al-Qur’an ini, karena menyebutkan kedua jenis kelamin secara eksplisit, bisa dikategorikan sebagai pendekatan tashrih dan tanshish. Atau bisa disebut sebagai pendekatan eksplisit gender.
Ayat-ayat yang menyebutkan kedua jenis kelamin secara eksplisit (tashrih) cukup banyak. Hal ini bisa menjadi dasar argumentasi tentang kesederajatan laki-laki dan perempuan di satu sisi.
Bahkan tentang pentingnya penegasan dua jenis kelamin dalam pernyataan-pernyataan publik, terutama jika pernyataan netral justru akan menegasikan perempuan.
Demikianlah visi rahmatan lil ‘alamin dan misi akhlak karimah dijalankan al-Qur’an melalui ayat-ayat yang diturunkannya, terkait isu-isu relasi laki-laki dan perempuan, pada masa Nabi Muhammad Saw.
Visi dan misi ini harus terus kita gaungkan sepanjang masa, dan menjadi fondasi segala rumusan keputusan-keputusan hukum yang harus muncul pada berbagai konteks yang berbeda.
Terutama konteks kontemporer kita saat ini, di mana para perempuan terus mengalami kekerasan dan ketidakadilan, yang di antaranya adalah alasan penafsiran teologis tertentu.
Inspirasi yang serupa, tentang pemihakan pada perempuan, juga bisa kita temukan dalam Hadis atau Sunnah Nabi Saw. Sekalipun cikal bakal penulisan Hadis sudah mulai kecil-kecilan pada masa Nabi SAW dan para sahabat.
Tetapi momentum umat Islam merujuk pada kitab Hadis yang valid dan otoritatif terjadi jauh di abad ketiga hijriah. Yaitu saat muncul kitab Shahih Bukhari (w. 256/870).
Sebelumnya, kitab al-Muwaththa’ Imam Malik (w. 179/792) tidak sempat mendapat penerimaan publik yang masif sebagai kitab Hadis yang valid dan otoritatif. Begitu pun Mushannaf Abdurrazzaq (w. 211/826), Mushannaf Ibn Abi Syaibah (w. 235/849), dan Musnad Ahmad (w. 241 H/855). []