Jumat, 17 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

    UIN SSC Kampus Inklusif

    UIN SSC Menuju Kampus Inklusif: Dari Infrastruktur hingga Layanan Digital Ramah Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Berdoa

    Berdoa dalam Perbedaan: Ketika Iman Menjadi Jembatan, Bukan Tembok

    Lirboyo

    Lirboyo dan Luka Kolektif atas Hilangnya Kesantunan Publik

    Difabel Muslim

    Pedoman Qur’an Isyarat; Pemenuhan Hak Belajar Difabel Muslim

    Hak Milik dalam Relasi Marital

    Hak Milik dalam Relasi Marital, Bagaimana?

    Media Alternatif

    Media Alternatif sebagai Brave Space dalam Mainstreaming Isu Disabilitas

    Disabilitas intelektual

    Melatih Empati pada Teman Disabilitas Intelektual

    Alam

    Menjaga Alam, Menyelamatkan Ekosistem

    Diplomasi Iklim

    Ekofeminisme dalam Diplomasi Iklim

    Korban Kekerasan Seksual

    Membela Korban Kekerasan Seksual Bukan Berarti Membenci Pelaku

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Fitrah Anak

    Memahami Fitrah Anak

    Pengasuhan Anak

    5 Pilar Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak adalah Amanah Bersama, Bukan Tanggung Jawab Ibu Semata

    mu’asyarah bil ma’ruf

    Mu’asyarah bil Ma’ruf: Fondasi dalam Rumah Tangga

    Kemaslahatan dalam

    3 Prinsip Dasar Kemaslahatan dalam Perspektif Mubadalah

    Kemaslahatan Publik

    Kemaslahatan Publik yang Mewujudkan Nilai-nilai Mubadalah

    Politik

    Politik itu Membawa Kemaslahatan, Bukan Kerusakan

    Kepemimpinan

    Kepemimpinan Itu yang Mempermudah, Bukan yang Memersulit

    Kepemimpinan

    Kepemimpinan dalam Perspektif Mubadalah

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

    UIN SSC Kampus Inklusif

    UIN SSC Menuju Kampus Inklusif: Dari Infrastruktur hingga Layanan Digital Ramah Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Berdoa

    Berdoa dalam Perbedaan: Ketika Iman Menjadi Jembatan, Bukan Tembok

    Lirboyo

    Lirboyo dan Luka Kolektif atas Hilangnya Kesantunan Publik

    Difabel Muslim

    Pedoman Qur’an Isyarat; Pemenuhan Hak Belajar Difabel Muslim

    Hak Milik dalam Relasi Marital

    Hak Milik dalam Relasi Marital, Bagaimana?

    Media Alternatif

    Media Alternatif sebagai Brave Space dalam Mainstreaming Isu Disabilitas

    Disabilitas intelektual

    Melatih Empati pada Teman Disabilitas Intelektual

    Alam

    Menjaga Alam, Menyelamatkan Ekosistem

    Diplomasi Iklim

    Ekofeminisme dalam Diplomasi Iklim

    Korban Kekerasan Seksual

    Membela Korban Kekerasan Seksual Bukan Berarti Membenci Pelaku

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Fitrah Anak

    Memahami Fitrah Anak

    Pengasuhan Anak

    5 Pilar Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak adalah Amanah Bersama, Bukan Tanggung Jawab Ibu Semata

    mu’asyarah bil ma’ruf

    Mu’asyarah bil Ma’ruf: Fondasi dalam Rumah Tangga

    Kemaslahatan dalam

    3 Prinsip Dasar Kemaslahatan dalam Perspektif Mubadalah

    Kemaslahatan Publik

    Kemaslahatan Publik yang Mewujudkan Nilai-nilai Mubadalah

    Politik

    Politik itu Membawa Kemaslahatan, Bukan Kerusakan

    Kepemimpinan

    Kepemimpinan Itu yang Mempermudah, Bukan yang Memersulit

    Kepemimpinan

    Kepemimpinan dalam Perspektif Mubadalah

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Poligami Bukan Tradisi Islam

Mubadalah Mubadalah
30 Oktober 2022
in Kolom
0
poligami bukan tradisi Islam

poligami bukan tradisi Islam

74
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Poligami bukan praktik yang dilahirkan Islam. Islam tidak menginisiasi perkawinan Poligami. Jauh sebelum Islam datang tradisi poligami telah menjadi salah satu bentuk praktik peradaban patriarkhis di seluruh dunia. Peradaban patriarkhi adalah peradaban yang memposisikan laki-laki sebagai aktor yang memiliki hak menentukan seluruh aspek kehidupan social kemasyarakatan, ekonomi dan Politik. Jadi poligami bukan tradisi Islam.

Nasib hidup kaum perempuan dalam sistem ini didefinisikan oleh laki-laki dan untuk kepentingan mereka. Perempuan, dalam budaya patriarkhi dipadang sebagai layaknya benda (mataa’) dan untuk kesenangan (mut’ah) (kesenangan) laki-laki. Peradaban ini telah lama bercokol bukan hanya di wilayah Jazirah Arabia, tetapi juga dalam banyak peradaban kuno lainnya seperti di Mesopotamia, Mediterania dan di hampir seluruh bagian dunia lainnya. Berbagai pandangan keagamaan pada saat itu juga melegitimasi praktik-praktik tersebut. Dengan kata lain perkawinan poligami sejatinya bukan khas peradaban Arabia, tetapi juga peradaban bangsa-bangsa lain.

Poligami bukan praktik yang dilahirkan Islam. Islam tidak menginisiasi perkawinan Poligami. Jauh sebelum Islam datang tradisi poligami telah menjadi salah satu bentuk praktik peradaban patriarkhis di seluruh dunia

Di dunia Arab, tempat kelahiran Islam, sebelum Nabi Muhammad Saw lahir, perempuan dipandang rendah dan entitas yang tak berarti. Perempuan dianggap sebagai benda atau barang dan karena itu bisa diwaris. Pemilik dan pewarisnya adalah laki-laki. Laki-laki berhak memiliki sejumlah isteri dan sejumlah budak perempuan. Al-Qur’an banyak menyebut kata ba’l, untuk suami. Kata ba’l berarti pemilik (al–malik), tuan, penguasa (al–sayyid), atau pemelihara (al–rabb). Sedangkan perempuan (isteri) disebut mab’uul, yang berarti dimiliki (al–mamlukah), yang dikuasai (al–masyudah) dan yang dipelihara (a– marbubah). Al-ba’l juga merupakan nama dari salah satu tuhan bangsa Arab ketika itu.

Maka tidaklah mengherankan pula bahwa masyarakat Arabia waktu itu, menganggap kelahiran anak perempuan bukan merupakan peristiwa yang patut dirayakan. Sebagian malahan menganggap kelahiran anak perempuan itu justeru dapat membawa kesialan. Kitab Suci kaum muslimin dalam sejumlah ayatnya menginformasikan kepada kita realitas sosial ini.

“Apabila mereka diberitahukan kabar tentang kelahiran anak perempuan, wajah mereka berubah menjadi merah-padam. Mereka berusaha menutupinya, untuk menyembunyikan kabar buruk ini. Mereka berpikir apakah membiarkannya dalam kehinaan atau menguburkan anak perempuan itu dalam keadaan hidup. Betapa buruknya keputusan mereka”.(Q.S. al-Nahl, 16: 58-59).

Umar bin Khattab pernah mengungkapkan kenyataan ini dengan mengatakan :

“Dalam dunia Arabia yang kelam (jahiliyah), kami tidak menganggap perempuan sebagai makhluk yang perlu diperhitungkan. Tetapi begitu perempuan disebutkan Tuhan, kami baru mengetahui bahwa mereka mempunyai hak-haknya secara otonom”.

Demikianlah, bahwa perbudakan manusia terutama perempuan, dan poligami menjadi praktik kebudayaan yang lumrah dalam masyarakat Arabia saat itu. Ketika Nabi Islam hadir di tengah-tengah mereka praktik-praktik ini tetap berjalan dan dipandang tidak bermasalah, sebagaimana tidak bermasalahnya tradisi “kasur, dapur dan sumur” bagi peran perempuan dalam masyarakat Jawa.

Poligami dan Perbudakan Bukan Tradisi Baik

Nabi Saw tentu saja mengetahui bahwa poligami (apalagi perbudakan) yang dipraktikkan bangsa Arab ketika itu bukan merupakan tradisi yang baik, karena seringkali dan banyak merugikan kaum perempuan. Dan setiap perbuatan yang merendahkan dan membuat derita orang haruslah dihindarkan dan dihentikan. Akan tetapi bukanlah cara al-Qur’an untuk menghapuskan praktik ini dengan cara-cara yang radikal dan revolusioner. Al-Qur’an tidak pernah menggunakan kata-kata yang kasar dan radikal. Ini bukan karakter bahasa al Qur’an. Tetapi adalah pasti bahwa al-Qur’an dan Nabi Islam hadir untuk melakukan transformasi kultural. Transformasi yang dijalankan nabi, baik melalui kata-kata al-Qur’an maupun tindakan beliau sendiri, selalu bersifat gradual (bertahap), akomodatif dan dalam waktu yang sama sangat kreatif.

Al-Qur’an dan Nabi Muhammad Saw selalu berusaha memperbaiki keadaan ini secara persuasif dan mendialogkannya secara intensif. Kedua sumber Islam itu selalu mengajak audiennya untuk memikirkan keuntungan dan kerugiannya, apabila ia dilakukan. Bukan hanya isu poligami, seluruh praktik kebudayaan yang tidak menghargai manusia selalu diupayakan Nabi Saw untuk diperbaiki dengan cara seperti itu, untuk pada gilirannya cita-cita Islam dapat diwujudkan. Idealitas Islam yang dimaksud adalah terbentuknya sebuah sistem kehidupan yang menghargai martabat manusia dan berkeadilan.

Ini diutarakan oleh banyak ayat. Tuhan sendiri telah menyatakan dengan tegas penghormatannya pada manusia: “Walaqad Karramna Bani Adam” (Kami sungguh-sungguh menghormat manusia, QS al-Isra, 17: 70). Di tempat lain al-Qur’an menyatakan bahwa Nabi Saw ditugaskan untuk membebaskan manusia dari dunia gelap menuju cahaya (yukhrijuhum min al–zhulumat ila al-nur, QS. Al-Baqarah, 2: 257). Kezaliman adalah kegelapan dan keadilan adalah cahaya. Ini adalah kehendak logis dari sistem kepercayaan Islam yang paling fundamental: Tauhid.

Jika kita membaca teks-teks al Qur-an secara holistik dan tidak sepotong-sepotong, kita melihat bahwa perhatian kitab suci terhadap eksistensi perempuan secara umum dan isu poligami dalam arti khusus, muncul dalam rangka reformasi sosial dan hukum tersebut. Al Qur’an tidak ujug-ujug turun untuk mengafirmasi perlunya poligami. Pernyataan Islam atas praktik poligami, justeru dilakukan dalam rangka mengeliminasi praktik ini, selangkah demi selangkah.

Dua cara dilakukan al Qur’an untuk merespon praktik ini; mengurangi jumlahnya dan memberikan catatan-catatan penting secara kritis, transformatif dan mengarahkannya pada penegakan keadilan. Sebagaimana sudah diketahui, praktik poligami sebelum Islam dilakukan tanpa batas. Laki-laki dianggap wajar dan sah saja untuk mengambil perempuan sebagai isteri sebanyak yang dikehendakinya, berapapun, sebagaimana laki-laki juga dianggap wajar saja memperlakukan kaum perempuan sesuka hatinya.

Perbudakan juga dipandang lumrah. Logika sosial mainstream saat itu memandang poligami dengan jumlah perempuan yang dikehendaki, juga perbudakan sebagai sesuatu yang lumrah, sesuatu yang umum, dan bukan perilaku yang salah dari sisi kebudayaan. Bahkan untuk sebagian orang atau komunitas poligami dengan banyak perempuan merupakan kebanggaan tersendiri. Previlase, kehormatan dan kewibawaan seseorang atau suatu komunitas seringkali dilihat dari seberapa banyak dia mempunyai isteri, budak atau selir.

Kaum perempuan menerima kenyataan itu tanpa bisa berbuat apa-apa. Mereka tidak berdaya melawan realitas tersebut meski sungguh-sungguh merugikan dirinya itu. Kaum perempuan dalam masyarakat tersebut selalu menjadi korban ketidakadilan tanpa mereka sendiri memahaminya. Boleh jadi, karena keadaan yang lumrah dan mentradisi ini, mereka sendiri alih-alih tidak menganggapnya sebagai hal yang merugikan atau menderiakan dirinya, malahan untuk sebagiannya dirasakan sebagai biasa-biasa saja. Boleh jadi mereka juga telah menganggapnya sebagai sudah menjadi kehendak Tuhan. Ketidakadilan itu menjadi tak terpikirkan lagi.

Koreksi Al-Qur’an terhadap Praktik Poligami

Al-Qur’an kemudian turun untuk melancarkan koreksi, kritik dan memprotes keadaan tersebut dengan mengambil strategi meminimalisasi jumlah yang tak terbatas itu sehingga dibatasi hanya empat orang saja di satu sisi, dan memperingatkan dan menuntut agar para suami untuk memperlakukan para isterinya dengan adil, pada sisi yang lain. Ini adalah strategi transformasi yang ditunjukkan al Qur’an.

Informasi mengenai realitas sosio-kultural dan tindakan mereduksi praktik poligami seperti itu terungkap dalam sejumlah hadits Nabi saw. Beberapa di antaranya hadits Ibnu Umar. Katanya: “Ghilan al Tsaqafi ketika masuk Islam mempunyai sepuluh orang isteri. Mereka semua masuk Islam bersamanya. Nabi Muhammad Saw kemudian menyarankan dia untuk hanya mengambil empat orang saja”.(H.R. Ahmad, Ibnu Majah dan Tirimidzi). Qais bin Harits juga mengalami hal yang sama. Dia mengatakan; “Aku masuk Islam dan aku mempunyai delapan orang isteri. Aku kemudian mendatangi dan menceritakannya kepada Nabi saw. Nabi Saw kemudian mengatakan: “Pilih empat di antara mereka”. (H.R. Abu Daud dan Ibnu Majah).

Strategi al-Qur’an untuk mereduksi atau meminimalisasi jumlah isteri tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa kitab suci ini tampaknya enggan untuk membolehkan poligami kecuali dengan syarat-syarat tertentu. Sebabnya jelas bahwa poligami dalam banyak kondisi untuk tidak mengatakan dalam semua kondisi telah membuat para perempuan semakin tidak berdaya. Poligami juga melahirkan sejumlah persoalan krusial dan konflik di dalam rumah tangganya. Amatlah jarang perkawinan poligami berjalan dengan mulus dan damai.

Poligami juga secara faktual telah menimbulkan problem psikologis bagi isteri bahkan juga bagi pihak lain yang terkait, terutama anak-anak. Kecemburuan di antara para isteri selalu terjadi. Hubungan-hubungan di antara mereka seringkali tidak berjalan harmonis. Tegasnya poligami adalah isu problematik dalam kehidupan keluarga dengan banyak dampak negatif, apalagi jika telah ada anak-anak. Keadaan-keadaan tersebut jelas tidak sejalan dengan missi perkawinan yang digariskan al-Qur’an. Yakni menciptakan kehidupan rumah tangga yang sakinah (tenteram), mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang).

Penulis: KH Husein Muhammad

Tags: perempuanpoligamipoligami bukan tradisi islam
Mubadalah

Mubadalah

Portal Informasi Popular tentang relasi antara perempuan dan laki-laki yang mengarah pada kebahagiaan dan kesalingan dalam perspektif Islam.

Terkait Posts

Berbuat Baik Kepada Perempuan
Hikmah

Islam Memerintahkan Laki-Laki untuk Berbuat Baik kepada Perempuan

11 Oktober 2025
Perempuan di Bawah Laki-laki
Hikmah

Islam Tidak Pernah Menempatkan Perempuan di Bawah Laki-Laki

10 Oktober 2025
Laki-laki Perempuan dalam Kemanusiaan
Hikmah

Laki-Laki dan Perempuan: Mitra Setara dalam Kemanusiaan

10 Oktober 2025
Laki-laki dan Perempuan
Hikmah

Kenikmatan Surga untuk Laki-Laki dan Perempuan

9 Oktober 2025
Kenikmatan Surga
Hikmah

Bidadari dan Bidadara: Tafsir Mubadalah atas Kenikmatan Surga bagi Laki-laki dan Perempuan

9 Oktober 2025
Kenikmatan Surga
Hikmah

Ketika Surga Terlalu Maskulin: Menafsir Ulang Kenikmatan Surga bagi Laki-laki dan Perempuan

8 Oktober 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Lirboyo

    Lirboyo dan Luka Kolektif atas Hilangnya Kesantunan Publik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pedoman Qur’an Isyarat; Pemenuhan Hak Belajar Difabel Muslim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mu’asyarah bil Ma’ruf: Fondasi dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rima Hassan: Potret Partisipasi Perempuan Aktivis Kamanusiaan Palestina dari Parlemen Eropa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pengasuhan Anak adalah Amanah Bersama, Bukan Tanggung Jawab Ibu Semata

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Memahami Fitrah Anak
  • Berdoa dalam Perbedaan: Ketika Iman Menjadi Jembatan, Bukan Tembok
  • 5 Pilar Pengasuhan Anak
  • Rima Hassan: Potret Partisipasi Perempuan Aktivis Kamanusiaan Palestina dari Parlemen Eropa
  • Pengasuhan Anak adalah Amanah Bersama, Bukan Tanggung Jawab Ibu Semata

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID