Mubadalah.id – Melalui tulisan ini, saya ingin mengulas tentang pentingnya sikap tawasuth, dan bagaimana implikasi dari dampak konflik geopolitik dunia. Karena sejak Februari 2014, yakni setelah Revolusi Martabat Ukraina. Padahal awalnya hanya fokus pada status Krimea dan bagian dari Donbas, yang diakui secara internasional.
Lalu setelah itu konflik semakin melebar Aneksasi (pencaplokan wilayah) oleh Rusia hingga sampai invasi skala penuh ke Ukraina pada 24 Februari 2022. Terjadi dilema besar- besaran di dunia, perubahan sosial, ekonomi, gas bumi semakin melebar sehingga menimbulkan krisis global.
Rusia dan Ukraina merupakan Negara yang berkontribusi besar dalam pertumbuhan ekonomi dunia. Rusia sebagai produsen dan pengekspor minyak bumi terbesar ketiga di dunia, dan juga Ukraina termasuk aktor penting pada pasar minyak, gas, gandum energy dan makanan. Selain itu kedua Negara tersebut merupakan pemasok penting bagi Negara yang mengalami defisit pangan seperti Afrika Utara dan Timur tengah, Afrika sub- sahara dan Asia Selatan dan Tenggara.
Kemudian hak Rusia untuk menghentikan ekspor kepada pihak lawan yang dalam konteks memusuhinya, juga mengalami krisis yang mendalam. Salah satu contohnya Sri Lanka dan Pakistan Perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina telah mendorong dua negara termiskin di dunia ke dalam krisis besar-besaran dan masuk ke daftar yang beresiko untuk ambruk, ekonomi dan negaranya.
Dampak Konflik
Mengutip dari Medcom. Id, Turki, Tunisia, Mesir, Ghana, Kenya, dan lainnya yang juga mengimpor sebagian besar minyak dan gas serta bahan makanan pokok mereka, seperti gandum dan jagung, yang semuanya melonjak antara 25 persen dan 40 persen tahun ini, juga telah telah menghadapi tekanan berat.
Meningkatnya biaya impor dan subsidi bagi kebutuhan sehari-hari itu telah meyakinkan Kairo untuk mendevaluasi mata uangnya 15 persen dan mencari bantuan IMF dalam beberapa pekan terakhir. Tunisia dan Sri Lanka yang telah lama bertahan juga telah meminta bantuan.
Dari dampak konflik kedua Negara tersebut yang kolektif, Indonesia mau tidak mau kini juga mengalami hal yang seperti itu. Mengutip dari Kompas.com, Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM) Eddy Junarsin mengatakan, perang tersebut memberi dampak yang cukup serius kepada Indonesia. Hal ini karena efek globalisasi.
Globalisasi berita dan informasi yang mudah kita dapat, dan kabar tentang naiknya harga logistic, kini banyak oknum justru menaikan harga kebutuhan pangan, dengan alasan untuk bersiap- siap jika harga naik tidak stabil. Selain itu juga dampak paling besar untuk Indonesia oleh Konflik Geopolitik, antara Rusia dengan sekutunya, dan Ukraina yang berlindung di bawah naungan NATO. Yakni pada bidang ekspor.
Dampak bagi Indonesia
Karena perang, Rusia akan terkena embargo perdagangan, sehingga Indonesia tidak dapat melakukan ekspor ke Rusia. “Jika tidak dapat melakukan ekspor ke Rusia maka Indonesia akan kehilangan pendapatan sebesar 170 juta dollar AS dari hasil ekspor karet, lemak hewan, dan kakao,” katanya lagi.
Dan puncaknya hari Selasa (6/9/2022) Serikat buruh mengadakan aksi di 34 provinsi secara serentak. Menyusul kemudian organisasi Internal maupun Eksternal dari Mahasiswa. Mereka merespon kenaikan harga BBM atau bahan bakar minyak yang tinggi. Mengutip lagi dari CNBC Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, Sebagai informasi harga minyak dunia rata-rata sejak awal tahun (year-to-date/ytd) masih berada di level US$97/barrel.
Menurutnya, subsidi tetap akan melonjak tinggi. “Dengan perhitungan ini maka angka kenaikan subsidi yang waktu itu disampaikan di media dari Rp 502 triliun tetap akan naik. Tidak menjadi Rp 698 triliun namun Rp 653 triliun,” jelasnya. Sementara itu, jika rata-rata harga minyak US$85/barrel, tambahan subsidi menjadi RP 640 triliun. Namun jika ICP berada di atas US$100, total subsidi dalam bentuk BBM mencapai Rp 649 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan belanja yang tadinya untuk subsidi digunakan memberikan bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat. Pemerintah juga akan terus memantau perkembangan ICP. Selain juga dampak inflasi dan pertumbuhan ekonomi serta kemiskinan dari kenaikan BBM. “Perkembangan ICP harus dan akan kita monitor karena suasana geopolitik dan proyeksi ekonomi dunia masalah karena dinamis.
Kami akan terus mengalokasikan subsidi bagi masyarakat antara Rp 591 triliun, apabila harga ICP di US$ 85. Atau Rp 605 triliun, jika harga ICP US$ 99,” kata Sri Mulyani. Dengan konflik yang datang dari luar maupun dalam, sikap yang paling bijak adalah kita open minded dan memonitor perkembangan situasi global yang terjadi, maka seharusnya kita menerapkan sikap Tawasuth untuk menghindari konflik semakin keruh.
Sikap Tawasuth Sebagai Landasan Berfikir dan Integrasi Aspirasi Masyarakat
Keseimbangan antara informasi eksternal berita dari luar negeri dan situasi politik saat ini, sebagai bahan kita untuk berpikir kritis, dan menjadi agen yang bisa membuat perubahan. Dan perlunya pengkajian masalah ini secara kolektif dari sudut pandang manapun. Karena dampak yang ditimbulkan di Indonesia kini bukan hanya tugas pemerintah saja, tetapi segenap elemen masyarakat, untuk membantu pemerintah agar mampu menghadapi konflik ini segera usai.
Sikap tawasuth juga termasuk Al I’tidalan Tawazun. Yakni bukan serba kompromistik dengan memperhatikan unsur (sinkretisme). Tetapi lebih spesifik untuk mereduksi semua permasalahan yang terjadi. Perlunya juga kita mengumpulkan pioneer bangsa, yang berlandaskan permusyawaratan dari pemerintah dengan segenap ahli pada bidangnya untuk mencari jalan tengah atas krisis ini.
Dengan itu sikap Tawasuth akan berkembang menjadi sikap pluralis yang menghargai perbedaan pendapat. Dan kepada yang turun di jalan, sikap ini juga perlu kita tanamkan. Tujuannya agar tidak ada ajang eksistensi, pengakuan, atau mengatasnamakan rakyat padahal untuk kepentingan pribadi (Populis).
Selain itu tetap menghargai tradisi etika dalam masyarakat untuk menyuarakan aspirasi. Karena apapun yang kita sokong adalah keluh kesah masyarakat. Apabila kita saja tidak menghargai etika jalan di masyarakat, bagaimana kita bisa mengatasnamakan rakyat?
Menurut Lewis Coser seorang sosiolog terkenal, ia mengatakan bahwa dalam satu masyarakat, konflik dapat mengaktifkan peran individu yang selama ini terisolasi. Artinya menyuarakan pendapat dengan kolektif atau demonstrasi juga merupakan usaha bentuk sikap Tawasuth. Yakni untuk mempererat solidaritas, dan membawa satu visi dan misi yang sama, tanpa pandang stereotip golongan.
Usaha ini akan berhasil jika di lapangan tidak terjadi anarkisme destruktif. Dari kejadian ini usaha kita untuk mendekat kepada persatuan Tauhid Sosial yang akan mudah kita realisasikan. Tanpa ada diskriminasi, egosentris, dan kriminalisasi. Sehingga seharusnya menjadikan kita lebih kuat dan bersama- sama mencari jalan keluar ini. Tanpa ada sekat antara otoritas dan seluruh elemen masyarakat. []