Mubadalah.id – Saya merasa pilu ketika mengetahui kabar salah seorang perempuan dari India mengalami infeksi pada sistem reproduksinya (vagina) baru-baru ini karena dampak dari kerusakan lingkungan. Perempuan bernama Suchitra Jana mengalami infeksi vagina dengan sensasi terbakar yang luar biasa, bau yang sangat menyengat, hingga membuat tidak nyaman.
Lebih memilukan lagi, Suchitra Jana mengalami infeksi selama 6-7 bulan di tempat penampungan yang sempit dan kumuh selama 20 hari. Bisa kita bayangkan bagaimana sakitnya Suchitra Jana saat mengalami penderitaan pada sistem reproduksinya dengan waktu yang tidak sebentar.
Saya bertanya-tanya, apa yang telah terjadi pada Suchitra Jana sehingga ia harus mengalami penderitaan yang begitu menyakitkan. Setelah menelusuri lebih lanjut, Suchitra Jana merupakan korban dari bencana angin topan amphan dan kekeringan yang terjadi pada tahun 2020 lalu. Mau tidak mau, ia dan keluarganya harus mengungsi ke tempat pengungsian pemerintah bersama dengan 800 orang lainnya.
Di sinilah permasalahan banyak ditemukan. Di tempat pengungsian yang sempit dan kumuh, hanya terdapat empat bilik toilet yang digunakan bersama. Miris sekali, para pengungsi harus mengantre berjam-jam di toilet yang sangat kotor dan minim air. Hanya ada satu sumur untuk semua pengungsi dalam tempat pengungsian tersebut.
Di sisi lain, para pengungsi perempuan yang mengalami menstruasi tidak bisa mendapatkan pembalut, air bersih untuk mencuci, hingga tempat untuk menjemur yang layak di tempat pengungsian. Sehingga, para perempuan selalu menggunakan kain yang sama selama berhari-hari.
Hal inilah yang membuat Suchitra Jana mengalami infeksi pada sistem reproduksi. Bisa kita bayangkan, bagaimana keterpurukan Suchitra Jana yang mengungsi selama 20 hari namun harus menanggung dampakn hingga 7 bulan lamanya?
Pengalaman Biologis Menstruasi Perempuan selama Masa Bencana Alam
Kembali pada kisah Suchitra Jana, seorang aktivis kesehatan menstruasi, Sobhan Mukherjee mengatakan bahwa pada tempat pengungsian seringkali hanya memprioritaskan pengungsi dengan riwayat penyakit kronis. Sehingga isu-isu biologis perempuan masih sering terabaikan.
Perempuan lebih rentan mengalami stress akibat bencana. Hal ini dapat menyebabkan siklus menstruasi yang terhenti dan berakibat pada perempuan yang melewatkan siklus menstruasi dalam waktu yang lama.
Di sisi lain, perempuan membutuhkan akses untuk mendapatkan pembalut, air bersih, toilet yang layak, dan pencegahan resiko infeksi organ reproduksi. Meningkatnya kasus infeksi pada organ reproduksi pasca bencana alam menjadi akibat karena perempuan tidak memiliki akses untuk dapat menjaga kebersihan saat menstruasi dengan baik.
Dampak Kerusakan Lingkungan terhadap Sistem Reproduksi Perempuan
Jika kita belajar melalui pengalaman biologis Suchitra Jana, maka kita dapat melihat bahwa perempuan menjadi pihak yang sangat rentan dari dampak perubahan iklim terutama pada sistem reproduksinya. Adanya kerusakan pada ekosistem lingkungan akan berdampak langsung pada sistem reproduksi perempuan.
Salah satu dampak yang dapat terjadi adalah penurunan kualitas dan ketersediaan air bersih. Bencana alam seperti banjir atau kekeringan dapat mengganggu pasokan air bersih, yang sangat penting untuk menjaga kebersihan dan kesehatan sistem reproduksi perempuan.
Ketika akses terhadap air bersih terbatas, perempuan mungkin terpaksa menggunakan air yang tidak steril atau tidak aman untuk membersihkan diri mereka. Sehingga hal ini dapat meningkatkan risiko infeksi dan penyakit pada sistem reproduksi.
Sistem reproduksi perempuan menjadi sistem vital yang mendukung keberlanjutan hidup perempuan. Terganggunya sistem reproduksi pada perempuan dapat berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung pada kehidupan perempuan sendiri.
Pengalaman biologis perempuan seperti menstruasi, mengandung, melahirkan, menyusui, dan nifas merupakan pengalaman biologis yang berat bagi perempuan. Oleh karena itu, perempuan sebagai pihak rentan tidak seharusnya merasakan kesulitan lagi ketika kondisi mereka sendiri terancam.
Bencana Alam sebagai Akibat Perubahan Iklim
Tak bisa kita pungkiri, bahwa perubahan iklim menjadi sebab terjadinya bencana alam. Dalam kasus Suchitra Jana, angin Topan Amphan disebabkan oleh pengaruh musim hujan barat daya dan timur laut. Bagian India timur kerap kali menjadi daerah yang rentan akan bencana badai siklon tropis yang semakin tahun semakin kuat.
Topan Amphan yang merusak daerah India timur menjadi topan dengan kategori lima. Topan dengan kategori ini berdampak pada lima juta orang yang mengungsi di Bangladesh, India, Myanmar, dan Bhutan pada tahun 2020. Sehingga bencana alam Topan Amphan di India menjadi peristiwa pengungsian akibat bencana alam terbesar di dunia.
Dengan suhu global yang semakin meningkat, kemampuan atmosfer untuk menahan kelembapan juga meningkat. Hal ini mengakibatkan Topan Amphan dapat mempertahankan waktunya lebih lama pada daerah tersebut. []