“Literasi mengantarkan seseorang paham perihal mandat hidupnya, tak membuat kekacauan, tetapi sebaliknya literasi mengantar seseorang memimpin perubahan.”
Mubadalah.id – Sejarah pernah merekam bahwa Indonesia sebelum kemerdakaan atau bahkan pasca-kemerdekaan, penduduk Indonesia hampir seluruhnya mengalami buta huruf. Hal tersebut, karena situasi politik yang masih kacau balau.
Situasi itulah, yang terkadang membuat empati, keinginan untuk merubah hal tersebut, dari seseorang yang rindu akan kebebasan terhadap pendidikan. Bagaimana suatu negeri akan maju? Apabila seseorang tak mendapat hak pendidikannya hingga membuatnya tak memahami apapun, tak mampu membaca, tak mampu menulis, dan tak mampu memahami kondisi sekitarnya. Padahal tersebut, paling dasar dari kemajuan suatu negeri.
Kondisi semacam itulah yang membuat Siti Rahmani Rauf, memilih jalan hidupnya sebagai pendidik sekitar 1937 hingga 1953. Tepat pada tahun tersebut, Belanda masih berkuasa di Indonesia. Peperangan, pengasingan, penindasan, pembunuhan, dll. masih menyelemuti Indonesia. Namun, tak membuat Rahmani kendor untuk tetap berjuang bagi pendidikan anak-anak.
Pendidik bagi Anak-anak
Sejak 1937, Rahmani telah memilih jalan hidupnya sebagai seorang pendidik. Baginya dengan cara inilah, kemerdekaan akan cepat Indonesia raih, serta anak-anak akan terlepas dari pusaran kebodohan. Kendatinya, ia harus terseok-seok untuk menjalani profesi tersebut, sebab kondisi Indonesia yang masih dalam belenggu Belanda.
Siti Rahmani Rauf kita kenang sebagai guru yang sangat kreatif. Tangannya, pikirannya, hatinya saling bersatu untuk memikirkan ihwal pendidikan. Dengan kasih pada anak dan pendidikan, Rahmani Rauf rela membuat alat peraga untuk memudahkan para murid untuk membaca. Ditambah dengan keahlian dalam menggambar sehingga membuat alat peraga tak begitu sulit baginya, tetapi semakin indah.
Alat peraga yang ia buat berupa kotak yang berisi papan flannel. Yaitu papan yang terlapisi kain flannel. Di dalam kotak terdapat beberapa kata, di mana kata tersebut merupakan kata-kata yang terdapat di dalam buku pelajaran. Lalu, anak ia didik dapat membaca setiap rangkaian kata di kotak tersebut.
Metode yang Rahmani gunakan, merupakan metode ASA (Struktural Analitik dan Sintetik) salah satu metode pembelajaran membaca dan menulis bagi pemula yang baru memahami huruf dan angka. Yakni dengan cara menampilkan suatu kalimat utuh kemudian diuraikan menjadi suku kata dan huruf yang berdiri sendiri. Dan metode ini masih digunakan hingga saat ini.
Catatan sejarah pula mengatakan bahwa Rahmani juga seorang penulis buku. Kecintaannya kepada dunia pendidikanlah yang memaksanya untuk menulis. Buku yang terkenang bahkan fenomal pada zamannya adalah Ani dan Budi.
Penggagas Karya “Ani dan Budi”
“Ini Ani…” “Ini Ibu Ani…” “Ini Ayah Ani…”
“Ini Budi…” “Ini Ibu Budi…” “Ini Ayah Budi…”
Kalimat itu, sering kali terdengar bahkan tampil pada buku untuk siswa kelas Sekolah Dasar. Namun, kita sering abai untuk kembali melihat ataupun mencari siapa penulisnya? Siapa penciptanya? Siapa penggagasnya? Hanya sekadar menikmati. Padahal penciptanya ataupun penulisnya adalah seorang yang sepenuh hati memberikan waktu, tenaga, pikirannya perihal kemajuan pendidikan bangsa Indonesia.
Rahmani Rauf hampir tak pernah kita kenang, dibicarakan, ataupun kita letakkan namanya dalam BAB pejuang pendidikan. Bahkan namanya, tenggelam, dan hanya tersisa karyanya yang sangat luar biasa dan menjadi rujukan tatkala akan memulai belajar membaca.
Petuturan Karmeni anak kandung Rahmani, pembuatan buku itu pula berdasarkan permintaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Namun, tatkala dicetak Rahmani Rauf tak meminta bayaran sepersenpun.
Nama Ani dan Budi yang digunakan sebagai kata di dalam bukunya; tak terlepas dari keinginan Rahmani pada penerus bangsa Indonesia untuk selalu berbudi luhur. Baginya namanya tersebut, menggambarkan seseorang yang lembut tuturnya, lembut perilakunya, dan tajam pikirannya.
Sebab, ketinggian dalam berilmu adalah adab. Di mana ia katakan beradab bisa menggunakan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari, dan bertanggung jawab terhadap ilmu yang telah dipelajarinya. Hingga membuat diri dia paham akan mandat hidupnya. Selain itu nama tersebut, juga dianggap nama yang mudah dicerna dan diterima oleh anak-anak.
Artinya, buku Ani dan Budi merupakan salah satu buku yang tidak hanya sekadar untuk mempermudah anak didik untuk membaca. Akan tetapi, lebih daripada itu bahwa sesungguhnya buku tersebut, merupakan literasi berbudi luhur yang penting untuk kita baca.
Literasi Berbudi Luhur
Apa yang paling penting dari literasi? Selain mengantarkan seseorang untuk untuk berbudi luhur. Budi adalah sikap dan perilaku, sedangkan luhur artinya tinggi atau mulia. Jika kita kawinkan akan menghasilkan bahwa seorang pencari ilmu mesti punya value dalam setiap lagam kehidupannya. Seperti, keinginan Rahmani Rauf yang tertuang dalam karyanya.
Seorang yang telah memiliki literasi berbudi luhur, tak akan pernah tersesat dalam pikiranya, tindakannya, bahkan akan bersemayam kepada hal yang baik. Kendatinya, hari ini telah memasuki zaman yang sanggup menyulap kebohongon menjadi kebenaran. Hingga membuat pikiran menjadi kalang kabut atau kadang membuat hati hanya terbalut kebencian. Namun, seseorang yang memiliki literasi berbudi luhur tak akan pernah terkecoh dengan hal semacam itu.
Literasi berbudi luhur ini menjadi sebuah embrio seseorang untuk memandu kehidupannya. Setiap kata, kalimat tersulap menjadi sebuah bongkahan keberkahan di tengah suasana perayaan manusia yang merebut kebenaran.
Suara lirih tak sembarang berucap, tinta penanya tak sembarang tertuang, dia hanya menuangkan sesuatu yang ada dalam pikirannya. Tentu bukan ocehan, ujara kebencian, atau segala hal yang tak beradab. Akan tetapi, doa-doa dan harapan perihal perubahan yang lebih baik ke depannya.
Rahmani Rauf seorang pendidik dan penulis buku, yang hidupnya ditorehkan untuk pendidikan di Indonesia. Dengan tangan terampilnya ia mampu membuat buku, agar anak didiknya dan semua anak di Indonesia mampu mengeja huruf-huruf yang terpijar rapi di buku-buku, atau bahkan yang tersembunyi di setiap untaian kata tersebut. []