Mubadalah.id – Beberapa waktu terakhir publik dibuat penasaran oleh Tepuk Sakinah, sebuah kreatifitas berbasis spirit Mubadalah dari Bimbingan Perkawinan (Bimwin) Kementerian Agama yang sedang viral karena mampu mengemas nilai-nilai perkawinan Islami dengan cara menyenangkan dan mudah kita ingat.
Namun, tahukah Anda bahwa ada inisiatif serupa yang tak kalah keren dan layak terkenal lebih luas? Namanya Pakta Kesalingan.
Inisiatif ini lahir dari tangan dingin Bapak Emsapri Ende, Kepala KUA di Kecamatan Metro Kibang (sebelumnya berdinas di Kecamatan Batanghari), Lampung Timur, setelah mengikuti rangkaian pelatihan yang diadakan Rahima sejak tahun 2018 tentang rumah tangga sakinah dengan perspektif Mubadalah (kesalingan).
Berbeda dengan taklik talak yang selama ini hanya terbacakan oleh pihak suami setelah akad nikah, Pakta Kesalingan mengajak kedua mempelai—suami dan istri—untuk berdiri bersama sebagai subjek yang setara. Keduanya saling berjanji, bukan hanya satu pihak yang berkomitmen kepada pihak lain.
Dari Taklik Talak ke Pakta Kesalingan
Secara historis, taklik talak adalah ungkapan janji suami yang baru menikah untuk tidak berbuat buruk kepada istrinya. Janji ini tertulis dalam buku nikah, dengan dasar hukum Peraturan Menteri Agama No. 2 Tahun 1990. Isinya berupa janji suami untuk tidak meninggalkan, menyakiti, atau menelantarkan istri. Jika melanggar, istri berhak menggugat ke Pengadilan Agama.
Namun, taklik talak tetap menempatkan suami sebagai pihak yang berjanji, sementara istri hanya sebagai penerima. Padahal, pernikahan dalam Islam sejatinya adalah akad yang mengikat dua pihak—laki-laki dan perempuan—dalam rumah tangga yang mubadalah, dengan komitmen saling melindungi serta menunaikan hak dan kewajiban bersama. Di titik inilah Pakta Kesalingan menemukan relevansinya.
Isi Janji Kesalingan
Dalam praktiknya, Pakta Kesalingan dibacakan, atas inisiatif Kepala KUA Batanghari dan Metro Kibang, oleh suami dan istri segera setelah akad nikah. Ada lima poin inti janji kesalingan yang sederhana namun penuh makna:
Pertama, saling mencintai, menghargai, dan menghormati.
Kedua, saling membantu dan berkorban demi keluarga sakinah.
Ketiga, mengutamakan musyawarah dan keterbukaan dalam menyelesaikan masalah.
Keempat, menghindari segala bentuk kekerasan, intimidasi, atau penyelesaian yang merendahkan pasangan.
Kelima, saling mendoakan dan mendukung demi kebahagiaan bersama.
Janji ini memang tidak memiliki konsekuensi hukum seperti taklik talak. Namun, ia berfungsi sebagai pengingat moral dan spiritual, sekaligus ikrar publik bahwa rumah tangga terbangun di atas kesetaraan dan kemitraan.
Di samping itu, Pakta Kesalingan memperkenalkan kepada masyarakat luas perspektif kesalingan dalam berumah tangga—sesuatu yang perlu terus kita kenalkan dan diajarkan secara publik, termasuk melalui prosesi akad nikah.
Pada momentum ini, calon suami dan calon istri seharusnya hadir sebagai dua subjek hukum yang sama-sama berkomitmen membangun keluarga sakinah, mawaddah, dan penuh rahmah.
Perspektif Mubadalah
Melihat dari perspektif Mubadalah, Pakta Kesalingan adalah bentuk nyata tafsir baru atas akad nikah. Akad bukanlah pemberian otoritas satu pihak atas tubuh pihak lain, melainkan ikatan timbal balik untuk hidup bersama secara bermartabat. Suami dan istri sama-sama menjadi subjek, sama-sama terikat janji, dan sama-sama bertanggung jawab atas keutuhan rumah tangga.
Inovasi Pakta Kesalingan dari KUA Batanghari dan Metro Kibang sejalan dengan spirit Mubadalah dalam Islam rahmatan lil-‘alamin, yang menekankan mawaddah, rahmah, dan musyawarah sebagai fondasi keluarga. Spirit ini pula yang dihidupkan oleh Tepuk Sakinah: janji kokoh, saling menghormati, saling melayani, saling meridai, dan saling bermusyawarah.
Dampak Sosial dan Tantangan
KUA Batanghari memperkenalkannya sejak 2021, hingga kini di Metro Kibang, Pakta Kesalingan telah terbaca oleh lebih dari 3.000 pasangan, atau sekitar 6.000 mempelai laki-laki dan perempuan. Jika setiap prosesi rata-rata menghadirkan 100 orang, maka lebih dari 300.000 orang telah menyaksikan praktik ini secara langsung. Jumlah ini akan jauh lebih besar jika kita tambah dengan jangkauan media sosial.
Tantangan terbesarnya adalah belum adanya dasar hukum resmi dari Kementerian Agama, sehingga Pakta Kesalingan belum dapat kita terapkan di seluruh KUA. Selain itu, budaya patriarki kerap menghalangi pengakuan bahwa perempuan juga berhak menjadi subjek penuh dalam pernikahan.
Mengapa Perlu Dikenalkan Lebih Luas?
Pakta Kesalingan layak terkenal dan kita kembangkan lebih luas karena ia bukan sekadar seremoni tambahan, melainkan transformasi paradigma. Jika taklik talak adalah perlindungan minimal bagi istri, maka Pakta Kesalingan adalah komitmen bersama untuk saling melindungi.
Di tengah maraknya isu perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, dan praktik patriarki yang masih kuat, inisiatif ini adalah angin segar. Ia meneguhkan bahwa pernikahan bukanlah dominasi satu pihak, melainkan ruang kesalingan. Sebagaimana pesan Al-Qur’an: hunna libāsun lakum wa antum libāsun lahunna—“mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun pakaian bagi mereka” (QS. al-Baqarah: 187).
Dari Tepuk Sakinah hingga Pakta Kesalingan, kita belajar bahwa inovasi sederhana bisa membawa dampak besar. Bapak Emsapri Ende telah menunjukkan bahwa kreativitas berbasis nilai Islami mampu menghadirkan praktik baru yang lebih adil dan setara. Kini, tugas kita adalah menyuarakannya lebih lantang, agar keluarga-keluarga Muslim di Indonesia tumbuh dengan spirit kesalingan, keadilan, dan kasih sayang. []