• Login
  • Register
Senin, 23 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Stigma Tubuh Perempuan sebagai Sumber Fitnah

Ketimpangan ini menunjukkan betapa seksualitas perempuan tidak dianggap sebagai bagian dari hak kemanusiaan yang utuh. Tubuhnya hanya dalam relasi tunduk patuh kepada laki-laki, entah sebagai istri, atau sebagai potensi penggoda publik.

Redaksi Redaksi
23/06/2025
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Tubuh Perempuan Sumber Fitnah

Tubuh Perempuan Sumber Fitnah

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam banyak pemikiran fikih klasik, identitas perempuan kerap dilekatkan pada tubuh dan sensualitasnya. Tubuh perempuan diposisikan sebagai sumber fitnah yakni sesuatu yang dianggap menggoda dan bisa menjerumuskan laki-laki dalam dosa. Akibatnya, tubuh perempuan tak hanya menjadi objek penilaian moral, tapi juga harus dijinakkan dan dikendalikan.

Bahkan, relasi suami istri dalam konstruksi fikih klasik menunjukkan betapa kuatnya pandangan subordinatif terhadap perempuan. Kewajiban utama istri sering kali direduksi hanya pada pelayanan seksual kepada suami.

Sebuah hadis yang dari at-Tirmidzi, misalnya, menyatakan bahwa istri harus memenuhi ajakan suami untuk berhubungan intim, meskipun ia sedang di dapur atau di atas punggung unta (Sunan Tirmidzi, no. hadis 1160).

Dalam riwayat al-Bukhari bahkan menyebutkan bahwa jika seorang istri menolak ajakan suami. Maka ia akan mendapat laknat dari malaikat sampai pagi (Shahih Bukhari, no. hadis 3065 dan 4898).

Teks-teks keagamaan semacam ini telah melanggengkan pandangan bahwa tugas utama perempuan dalam pernikahan adalah menyediakan tubuhnya untuk laki-laki nikmati.

Baca Juga:

Bukan Sekadar “Jangan Bermindset Korban Kalau Ingin Sukses”, Ini Realita Sulitnya Jadi Perempuan dengan Banyak Tuntutan

Katanya, Jadi Perempuan Tidak Perlu Repot?

Membaca Fenomena Perempuan Berolahraga

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

Kisah Rabi’ah al-Adawiyah, yang tiap malam berhias dan menawarkan tubuhnya kepada suami, meskipun dalam konteks spiritualitas, juga kerap menjadi rujukan tentang idealitas peran istri yang patuh dan siap sedia secara seksual.

Dalam struktur fikih klasik, hasrat seksual perempuan pun menjadi pasif. Ia tidak memiliki ruang untuk mengaktualisasikan atau mengekspresikan keinginannya.

Bahkan hak perempuan atas layanan seksual suami sering kali diperdebatkan dengan batas-batas yang ditentukan oleh kemampuan atau waktu yang dimiliki laki-laki.

Sebagian ulama menyebut layanan itu sah jika ia berikan satu kali dalam empat hari, sebulan sekali, bahkan ada yang menyebut hanya sekali selama masa pernikahan. Alasannya karena seks tak bisa laki-laki paksakan, dan jika tak ada gairah, penis tidak akan bisa ereksi.

Ketimpangan terhadap Perempuan

Ketimpangan ini menunjukkan betapa seksualitas perempuan tidak menjadi bagian dari hak kemanusiaan yang utuh. Tubuhnya hanya dalam relasi tunduk patuh kepada laki-laki, entah sebagai istri, atau sebagai potensi penggoda publik.

Pemikiran keagamaan bahkan menyebut bahwa potensi fitnah ada di dalam diri perempuan. Oleh karena itu, muncul anjuran agar perempuan tidak keluar rumah, karena setiap langkahnya akan ada setan yang mengikutinya.

Dalam salah satu hadis disebutkan, “Shalat perempuan yang paling dicintai Allah adalah di tempat yang paling gelap di dalam rumahnya” (Riwayat Ibn Khuzaimah dan al-Baihaqi). Sementara dalam riwayat lain, shalat perempuan di rumahnya dianggap lebih baik dari shalat di masjid Nabi sendiri (Riwayat Ahmad VI/371).

Logika perlindungan ini, di satu sisi tampak melindungi perempuan. Tapi di sisi lain, justru menempatkannya sebagai sumber masalah moral masyarakat. Perempuan menjadi ‘beban sosial’ yang harus laki-laki kendalikan, bukan subjek utuh yang memiliki kehendak, akal, dan hak spiritual yang setara.

Pandangan-pandangan fikih seperti ini menuntut kita untuk melakukan peninjauan ulang secara kritis. Seperti Dr. Faqihuddin Abdul Kodir jelaskan dalam bukunya Pertautan Teks dan Konteks dalam Muamalah, ajaran fikih lahir dari konstruksi sosial dan budaya tertentu yang bersifat patriarkal.

Maka, pembacaan ulang teks agama dengan mempertimbangkan konteks zaman, perspektif kesetaraan gender, serta hak-hak dasar kemanusiaan, menjadi sangat penting.

Tanpa pembacaan ulang, tubuh perempuan akan terus menjadi arena pertarungan tafsir yang tidak adil. Dan agama, yang semestinya menjadi sumber keadilan, justru berisiko melanggengkan ketimpangan. []

Tags: stigmaSumber Fitnahtubuh perempuan
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

fikih perempuan

Menyoal Tubuh Perempuan sebagai Fitnah dalam Pemikiran Fikih

23 Juni 2025
Seksualitas Perempuan

Seksualitas Perempuan dalam Fikih: Antara Penghormatan dan Subordinasi

23 Juni 2025
Debat Agama

Kisah Salim dan Debat Agama

23 Juni 2025
Seksualitas Perempuan

Membongkar Konstruksi Seksualitas Perempuan dalam Pemikiran Keagamaan

23 Juni 2025
Kekerasan

Islam Menolak Kekerasan, Mengajarkan Kasih Sayang

22 Juni 2025
Ketahanan Pangan

Refleksi Kisah Yusuf Dalam Rangka Mewujudkan Ketahanan Pangan Melalui Transisi Energi Berkeadilan

22 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Hakikat Berkeluarga

    Membedah Hakikat Berkeluarga Ala Kyai Mahsun

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kebaikan Yang Justru Membunuh Teman Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spiritual Awakening : Kisah Maia dan Maya untuk Bangkit dari Keterpurukan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Korban KBGO Butuh Dipulihkan Bukan Diintimidasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Salim dan Debat Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Stigma Tubuh Perempuan sebagai Sumber Fitnah
  • Membedah Hakikat Berkeluarga Ala Kyai Mahsun
  • Menyoal Tubuh Perempuan sebagai Fitnah dalam Pemikiran Fikih
  • Korban KBGO Butuh Dipulihkan Bukan Diintimidasi
  • Seksualitas Perempuan dalam Fikih: Antara Penghormatan dan Subordinasi

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID