Mubadalah.id – Setiap orang tentunya ingin memiliki pasangan yang bisa memahami akan diri, serta bisa menerima kekurangannya. Tujuannya agar bahagia nanti saat hidup bersama, serta saling menyayangi dalam setiap jalan hidup yang terlewati.
Seseorang yang dianugerahkan pasangan yang cocok dan sesuai dengan standar tipenya, berarti ia telah menemukan jodoh yang selama ini ia idamkan. Tidak sembarang orang merasakan kemudahan dalam pencariannya mencari jodoh. Meski jodoh adalah hal yang sudah dijamin oleh Allah Swt.
Artinya, seseorang tetap harus berusaha mencarinya, baik usaha yang sifatnya physical ataupun yang sifatnya spiritual. Berikut ini adalah salah satu usaha yang sifatnya spiritual, yaitu do’a Nabi Musa AS dalam al-Qur’an, yang bisa kita amalkan, atau yang sedang mengalami kesulitan dalam mencari jodoh dan rezeki:
رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ
Terjemahan: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku”. (Q.S. Al-Qur’an: 28: 24)
Do’a tersebut di atas adalah ungkapan Nabi Musa As yang sedang dirundung kesusahan tatkala kabur dari Negerinya, Mesir. Saat itu, beliau memohon kebaikan Allah Swt pada diri dia lantaran gelisah dari perundingan raja Fir’aun beserta dengan para pembesar Negeri untuk memburunya.
Namun anehnya, do’a Nabi Musa ini malah kita jadikan sebagai do’a untuk mempermudah mencari jodoh oleh ummat muslim umumnya. Padahal redaksi do’a tersebut tidak sedikitpun menyinggung jodoh, baik secara eksplisit maupun implisit.
Nah, untuk menyingkap kemusykilan ini, mari kita bahas doa ini lebih terperinci. Mulai dari tafsirnya sampai konteks atau kisah yang melatarbelakanginya. Hal ini saya lakukan supaya pemahaman kita merasa terpuaskan dan mantap untuk mengamalkan do’a tersebut.
Penjelasan Mufassirin Terkait Surah al-Qasas Ayat 24
Kalau kita perhatikan, lafadh kebaikan pada ayat di atas masih bermakna umum. Untuk itulah pandangan mufassirin kita perlukan disini.
Berdasarkan keterangan Abu Ja’far at-Tabari dalam kitabnya Tafsir at-tabari: Jami’ul Bayan an ta’wili Ayil Qur’an, dia berkata bahwa Nabi Musa saat mengungkapkan do’a ini adalah sedang berada dalam kondisi kepayahan dan kesusahan.
Nabi Musa hendak menyinggung dua orang perempuan yang sedang berurusan dengannya dengan tujuan supaya kedua perempuan tersebut memberinya makanan yang dapat mengenyangkan. Tegasnya, berikut pernyataan Abu Ja’far at-Tabari:
وَذُكِرَ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ قَالَ هَذَا الْقَوْلَ، وَهُوَ بِجَهْدٍ شَدِيدٍ، وَعَرَّضَ ذَلِكَ لِلْمَرْأَتَيْنِ تَعْرِيضًا لَهُمَا، لَعَلَّهُمَا أَنْ تُطْعِمَاهُ مِمَّا بِهِ مِنْ شِدَّةِ الْجُوعِ.
Disebutkannya Nabi Musa As yang mengucapkan akan ungkapan do’a ini (dalam al-Qur’an) itu adalah pada kondisi dia sedang dalam kesusahan dan kepayahan. Nabi Musa hendak menyinggung dengan ungkapan do’a tersebut terhadap kedua wanita yang bersinggungan dengannya supaya mereka berdua memberikannya makanan yang dapat mengenyangkannya.
Meninggalkan Mesir Menuju Madyan
Keterangan di atas makin kuat dengan pernyataan Abu Mansur al-Maturidi dalam kitabnya Tafsir al-Maturidi: Ta’wilatu Ahli as-Sunnah yang menyatakan bahwa ungkapan Nabi Musa tersebut merupakan keluhannya tentang suatu hal yang telah menimpanya karena kelaparan.
Sebab tersebutkan bahwa Nabi musa meninggalkan Mesir menuju Madyan dengan melarikan diri tanpa membawa bekal, sementara perjalanannya tersebut memakan waktu delapan malam. Berikut keterangannya:
إن هذا منه شكاية عما أصابه من الجوع؛ لأنه ذكر أنه خرج من المصر إلى مدْين هاربًا من فرعون وقومه، غير متزود، وهو مسيرة ثماني ليال.
Sesungguhnya ungkapan do’a ini merupakan suatu keluhan tentang apa yang telah menimpanya (Nabi Musa) karena kelaparan. Sebab, disebutkan bahwa dia keluar dari Mesir ke Madyan dengan berlari dari Fir’aun dan Kaumnya tanpa membawa bekal, sedangkan perjalanannya membutuhkan waktu delapan malam.
Demikianlah penjelasan pakar tafsir terkait ungkapan do’a tersebut. Namun hal ini masih belum menjawab problem tentang mengapa do’a Nabi Musa itu kita jadikan sebagai do’a untuk mempermudah seseorang memperoleh jodoh. Sebab itu, penting untuk menyimak kisah di balik ungkapan do’a Nabi Musa tersebut.
Sebuah Kisah Di Balik Ungkapan Do’a Nabi Musa
Cerita bermula sejak Nabi Musa tiba di sumber air negeri Madyan. Setelah dia melakukan perjalanan panjang dan melelahkan dalam rangka melarikan diri dari buruan Fir’aun beserta dengan bala tentaranya. Saat itu, ia sedang menjadi bahan perundingan Fir’aun beserta dengan para pembesar negeri. Penyebabnya karena ia telah membunuh salah satu pegawai kerajaan dengan satu kali pukulan.
Nabi Musa menjumpai di negeri Madyan para penggembala laki-laki yang tengah memberi minum ternak-ternak mereka di sumber mata air yang ada di negeri tersebut. Sementara, ada dua orang perempuan yang terhalang untuk memberikan minum hewan ternak gembalaannya. Sebab mata air tersebut telah dipadati para penggembala laki-laki tadi.
Nabi musa merasa risih dengan keadaan seperti itu, karena menurutnya perempuan seharusnya lebih kita dahulukan dari pada laki-laki untuk memberikan hewan ternak air minum. Sehingga dengan tujuan membantu kedua perempuan itu, dia mendekati mereka seraya berkata:
“Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?”. (Q.S. Al-Qasas: 28: 23)
Kedua wanita itu menjawab:
“Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”. (Q.S. Al-Qasas: 28: 23)
Mendengar ungkapan kedua perempuan tadi, Nabi Musa memberi minum ternak kedua perempuan tadi dengan tujuan menolong mereka. Meski dia adalah orang asing dan sedang kepayahan, hal itu tidaklah membuatnya jadi penghalang untuk menolong perempuan yang membutuhkan bantuan.
Setelah menolong mereka, suasana kering dan panas membuat Nabi Musa berlindung ke tempat yang teduh seraya berdo’a:
“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (Q.S. Al-Qasas: 28: 24)
Tanpa harus menunggu lama, langit segera mengabulkan hati yang sedang ber-tadharru’ dan sedang berada di negeri asing itu. Kedua perempuan yang tadinya dibantu oleh Nabi Musa datang padanya dengan berjalan malu-malu seraya berkata:
“Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami”. (Q.S. Al-Qasas: 28: 25).
Perjumpaan Nabi Musa dengan Nabi Syu’aib
Karena saat itu Nabi Musa memang memerlukan makanan, minuman, serta keamanan, dia tak kuasa untuk tidak menerima ajakan mereka. Sehingga, pergilah Nabi Musa menjumpai ayah mereka dalam kediaman rumahnya yang tak lain adalah Nabi Syu’aib.
Sesampainya Nabi Musa di kediaman mereka, Nabi Syu’aib sebagai Ayah mereka menyambut Nabi Musa yang sedang kelelahan itu dengan hangat. Hal itu membuat Nabi Musa menceritakan berbagai peristiwa yang telah menimpanya. Di mana ia diburu oleh Fir’aun beserta dengan bala tentaranya.
Mendengar keluh kesah yang Nabi Musa sampaikan itu, Nabi Syu’aib berkata pada Nabi Musa:
“Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu”. (Q.S. Al-Qasas: 28: 25)
Nabi Syu’aib berkata demikian bukan tanpa alasan, negeri Madyan merupakan daerah yang tidak akan mungkin bagi fir’aun beserta dengan kaumnya untuk menemukannya. Bahkan, orang-orang dzalim itu tak mempunyai kekuasaan untuk menganiaya negeri tersebut.
Kedua perempuan tadi juga ikut dalam pembicaraan kedua Nabi itu. Sebab mereka telah menyaksikan keamanahan Nabi Musa sekaligus kekuatannya, salah satu di antara mereka berkata:
“Ya bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. (Q.S. Al-Qasas: 28: 26).
Membalas Kebaikan Nabi Musa
Permintaan anak perempuan Nabi Syu’aib merupakan hal yang wajar sebagai perempuan salihah, dia tidak ingin berdesakan dengan kumpulan laki-laki lagi. Selain itu, dia juga ingin membalas kebaikan Nabi Musa tadi. Sehingga, Nabi Syu’aib sebagai ayah yang baik memenuhi keinginan dari sang anak.
Selain hal itu, Nabi Syu’aib juga merasakan adanya kecocokan di antara Nabi Musa dengan salah satu anaknya. maka dia ingin menikahkan salah seorang putrinya dengan Nabi Musa seraya berkata:
“Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”. (Q.S. Al-Qasas: 28: 27)
Nabi Musa pun menerima tawaran untuk menjalankan akad yang menguntungkan kedua belah pihak itu. Nabi Musa berkata pada Nabi Syu’aib:
“Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan”. (Q.S. Al-Qasas: 28: 28)
Perkataan Nabi Musa ini menunjukkan keseriusannya pada putri Nabi Syu’aib yang salihah itu. Di mana hal ini ia buktikan pada saat dia memilih ketentuan waktu sepuluh tahun. Hingga akhirnya, dia mendapat ketenangan di rumah mertuanya dan aman dari intaian Fir’aun serta tipu dayanya.
Demikianlah kisah Nabi Musa yang berserah diri hanya pada Allah Swt saat dirundung kesusahan dan kepayahan. Saat itu, Nabi Musa bukan hanya lepas dari genggaman Fir’aun yang zalim, tapi juga mendapatkan jodoh, penginapan, pekerjaan, dan rezeki-rezeki yang Allah anugerahkan lainnya. Kisah inilah yang membuat banyak orang mengamalkan do’a ini dengan tujuan mendapatkan jodoh. Wallahua’lam. []