Mubadalah.id – Dalam ingatan sebagian besar orang, bulan Juni lekat kaitannya dengan hari kelahiran pancasila, karena itu dalam tulisan ini saya ingin meneguhkan kembali kesaktian pancasila. Di mana, ini merupakan implementasi dari ayat-ayat al-Qur’an. Atau kata lain adalah tasawuf pancasila.
Tasawuf Pancasila
Sila 1: Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan hasil ikhtiar dari QS. al-Ikhlas ayat 1:
قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ( اَلإِخْلَاص: ١)
Yang berarti, “katakanlah (Muhammad) bahwa Dialah Allah yang Maha Esa.” Indonesia memang tidak mendeklarasikan diri sebagai negara agama. Apalagi sebagai negara yang memiliki sebuah keyakinan tertentu, tapi semangat juang yang diusung justru banyak yang memiliki nilai keislaman.
Bahkan menurut beberapa kelompok cendekiawan, Indonesia ini merupakan negara sekuler yang bermaksud memisahkan antara agama dan negara.
Berangkat dari sila pertama ini dapat menegaskan kembali bahwa Indonesia bukan negara agama tapi negara berketuhanan. Masing-masing rakyatnya bebas menyembah Tuhan yang mereka yakni. Dalam artian harus tetap memiliki satu Tuhan yang kita sembah. Karena itu, segala sikap yang mengingkari adanya Tuhan atau atheisme belum mendapat tempat dan tidak terakui di Indonesia. Karena dianggap bertentangan dengan sila pertama ini.
Sila 2: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Sila kedua ini merupakan implementasi dari QS. an-Nisa ayat 135:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَۚ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْا…(النساء: ١٣٥)
Maksud dari sila kedua erat kaitannya dengan sebab turunnyya ayat di atas. Yakni merupakan perseteruan antara orang kaya & fakir yang kemudian mengadu kepada Baginda Rasulullah Saw. Berawal dari sana, Rasulullah kemudian bersabda bahwa tidak boleh berlaku zalim antar keduanya.
Seperti yang kita ketahui bahwa al-Qur’an turun kepada Baginda Nabi untuk diserukan kepada umatnya sehingga pada ayat ini pula yang menjadi objek dari ayat tersebut adalah Rasulullah dan ummatnya. Umat Rasulullah diperintah oleh Allah melalui kalam-Nya berupa sepenggal ayat diatas agar senantiasa berperilaku adil di setiap kondisi terkhusus berperilaku adil kepada sesama manusia tanpa memandang status sosialnya.
Selain itu menciptakan interaksi sosial yang beradab. Dalam artian saling menciptakan kedamaian dan tidak saling menganiaya.
Sila 3: Persatuan Indonesia
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وِلاَتَفَرَّقُوْا ( ألاعمران: ١٠٣)
Dalam sila ketiga ini menegaskan kembali bahwa sebagaimana yang kita tahu jika negara tercinta kita ini merupakan negara yang berketuhanan. Masing-masing individu diberikan kebebasan memeluk agama yang mereka percaya. Namun, dengan perbedaan tersebut tidak lantas membuat kita terpecah belah atau saling merasa unggul antar satu dengan yang lainnya.
Melainkan harus tetap memegang teguh prinsip yang sama, yaitu kesatuan Republik Indonesia. Melalui ayat 103 QS. al-Imron tersebut dengan tegas menyampaikan bahwa agama Islam memerintahkan supaya berpegang teguh pada agama. Jangan sampai terpecah belah dan tetap bersatu dalam keberagaman.
Sila 4: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah, Kebijaksanaan, dalam Permusyawaratan dan Perwakian
أُدْعُ اِلى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسِنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ اَحِسَن ( النَّحْل: ١٢٥)
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan jumlah penduduk kurang lebih 270 juta cenderung sulit untuk menyelaraskan satu suara. Begitu membentuk Dewan Perwakilan Rakyat yang bertugas memusyawarahkan segenap hajat rakyat, memegang otoritas untuk menyeragamkan suara rakyat demi tujuan negara yang makmur dan sejahtera.
Pada ayat yang sudah tertera di atas menyerukan kepada kita untuk saling mengajak menuju jalan Tuhan dengan pendekatan hikmah, penuturan yang baik, dan bermusyawarah dengan cara yang baik pula. Dalam ayat tersebut juga terdapat nilai yang cukup penting. Yaitu tuntunan untuk mengedepankan sesuatu yang sangat mendesak untuk kita lakukan terlebih. Yakni yang berkaitan dengan hal-hal yang urgent seperti dalam problema keagamaan & kebangsaan.
Kaitannya dengan ini ialah, kita perlu mendidik moral bangsa dengan sistem pemerintahan, pendidikan, perekonomian, dan kebudayaan yang mengutamakan prinsip akhlaqul karimah. Di mana untuk mencapainya kita memerlukan sikap musyawarah dan mufakat bersama yang berkonsep keadilan. Termasuk ketentuan hukum yang bijak dari para pemegang mandat Perwakilan Rakyat tersebut.
Sila 5: Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوْا الْأَمَانَاتَ اِلى اَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ( الِّنسَاء: ٥٨)
Syari’at Islam memerintahkan umatnya agar menghukumi sesuatu dengan cara yang adil. Dalam konteks kenegaraan sendiri dapat kita mengerti bahwa masing-masing warga negara berhak mendapat perlakuan yang adil dari pemimpin mereka. Begitu pun sebaliknya.
Para pemimpin negara harus memberikan kebijakan yang konteks manfaatnya menyeluruh sehingga dapat terasakan oleh berbagai pihak. Selain itu menghukumi dalam bernegara haruslah dengan cara dan tujuan yang adil. Di mana kebijakan yang adil merupakan bentuk sifat amanah.
Adapun amanah yang manusia emban sendiri terbagi menjadi 3 tipikal. Pertama, Beribadah kepada Allah Swt. dengan melaksanakan segenap perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Kedua, Menjaga sebaik mungkin nikmat yang telah diberikan kepada manusia seperti kesempuranaan fisik, kesehatan, dan lain sebagainya.
Ketiga, saling menghargai dan toleran terhadap hak, harkat dan martabat antar sesama makhluk hidup sehingga dilarang berbuat diskriminasi. []