Mubadalah.id – Salah satu tokoh paling menonjol dan kontroversial dalam isu-isu perempuan ialah Qasim Amin. Pada 1899, ia menulis bukunya yang terkenal, Tahrir al-Marah (Pembebasan Perempuan).
Qasim Amin merupakan tokoh pembaru Islam dari Mesir yang lain. Ia dilahirkan di Thurah, wilayah pinggiran kota Kairo pada 1277 H/1863 M. Ia bertemu Muhammad Abduh di Prancis.
Gagasan Qasim Amin tentang kesetaraan gender banyak mendapat kritik tajam, bahkan kecaman dari kalangan ulama Islam tradisional Mesir, dan beberapa tokoh nasional Mesir.
Namun, ia juga disambut dengan apresiasi tinggi dari kaum perempuan dan para intelektual. Qasim merespons kritik-kritik ulama melalui bukunya yang juga populer, Al-Mar’ah al-Jadiddah (Perempuan Baru).
Di Tunisia, ada nama Thahir al-Haddad yang lahir pada 1899 M. Ia dipandang sebagai tokoh pertama di Tunisia yang menyuarakan kesetaraan dan keadilan gender.
Ia menulis buku yang sangat kontroversial berjudul Imraatuna fi asy-Syariah wa al-Mujtama’ (Kaum Perempuan dalam Syariah dan Masyarakat Kita).
Buku ini membahas isu-isu diskriminasi terhadap hak-hak perempuan, terutama dalam hukum keluarga, pemakaian hijab dan cadar.
Akibat kritisismenya dalam buku ini, ia mendapatkan stigma sebagai liberal dan kafir. Bahkan, ia juga dipenjara dan diusir dari tanah airnya. Ia meninggal di Arab Saudi pada usia yang sangat muda, 36 tahun.
Thahir al-Haddad sejatinya melanjutkan perjuangan Rifa’ah yang berhasil merintis sekolah bagi perempuan.
Dan, setelah itu, sekolah-sekolah perempuan banyak berdiri di Timur Tengah. Demikian pula, muncul kesadaran untuk memperjuangkan martabat perempuan.
Para ulama perempuan sekaligus para pembaru tersebut kemudian melahirkan para ulama dan aktivis perempuan di banyak negara muslim.
Tidak sedikit para ulama perempuan atau perempuan ulama tampil kembali ke panggung-panggung sejarah Islam.
Pengetahuan mereka dalam bidang ilmu-ilmu agama (Islam) cukup mendalam dan luas. Mereka cerdas dan kritis. []