“Kita harus menjaga kesehatan. Karena kalau orang-orang seperti kita ini sakit, nggak ada yang peduli, kecuali lingkaran komunitas di antara kita sendiri.”
Mubadalah.id – Demikian pesan yang Mbak Ruby Kholifah sampaikan, ketika kami baru selesai kegiatan audiensi Panitia KUPI II bersama Kementerian Luar Negeri. Saya tidak ingin membahas bagaimana pertemuan dengan jajaran Kemenlu. Tetapi saya ingin menggarisbawahi pesan dari Mbak Ruby tersebut agar kita juga waspada burnout yang kerap menghampiri.
Berapa hari yang lalu memang saya memposting di akun media sosial pribadi. Tentang kunjungan saya ke sebuah rumah sakit untuk menemui sahabat kami semua, pasangan suami istri. Di mana saat itu istrinya yang sedang sakit. Kata Mbak Ruby, ia membaca postinganku sampai tidak bisa tidur semalaman.
Waspada Burnout
Waspada burnout ini juga tidak ada kaitan sebenarnya dengan sahabat kami yang sedang sakit, tetapi lebih pada aktivitas saya sendiri yang belakangan ini memang terasa semakin melelahkan. Hingga kadang muncul perasaan, bagaimana kalau saya tinggalkan saja kerjaan ini, pura-pura tidak tahu kalau ini adalah tugas saya.
Lalu pura-pura menutup mata, lalu melempar tanggung jawab pada yang lain. Atau dengan lebih mudah menyalahkan pihak lain ketika tenggat kerjaan tidak sesuai jadwal. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, kok jahat banget sih, kok saya tega sih sama teman sendiri. Akhirnya ya sudah, pikiran negatif itu hanya selintas lewat dan tak pernah menjadi kenyataan.
Burnout merupakan istilah yang kita gunakan untuk menggambarkan kondisi stres berat yang dipicu oleh pekerjaan. Burnout tidak boleh kita biarkan berlarut-larut dan perlu kita atasi dengan tepat karena dapat memengaruhi kesehatan fisik dan mental.
Siapa saja bisa mengalami burnout. Namun, kondisi ini lebih banyak terjadi pada orang yang sering memaksa diri untuk terus bekerja, kurang mendapatkan apresiasi pekerjaan dari atasan, memiliki beban kerja yang berat, atau memiliki pekerjaan yang monoton.
Apresiasi Diri Sendiri
Hari ini saja sebenarnya ada dua kegiatan luar rumah. Dua-duanya saya merasa penting, karena keduanya adalah komunitas, tempat di mana sahabat-sahabat saya sering melakukan kerjasama. Tetapi mau tidak mau, akhirnya saya urungkan datang.
Selain karena semalam baru saja tiba dari luar kota, masih ada deadline kerjaan yang belum saya selesaikan. Bertambah lagi dengan kondisi cuaca yang mendung serta hujan, semakin menyempurnakan alasan tidak bisa menghadiri kedua acara tersebut.
Ya saya merasa perlu mengapresiasi diri sendiri dengan istirahat yang cukup. Menikmati waktu sendiri, yang kadang sebagai hiburan saya gunakan dengan menonton drama korea, atau membaca novel ringan. Di mana dalam waktu sekali duduk membaca langsung selesai.
Apresiasi pada diri sendiri ini juga menjadi cara kita untuk melawan waspada burnout tadi. Bagaimana pilihan-pilihan hidup memberi kita kesempatan untuk terjebak dalam aktivitas, atau kita tetap bisa menikmatinya dengan hati yang riang gembira.
Bahkan kemarin saat di Jakarta, seusai giat bersama panitia KUPI II itu, saya mengganjar diri sendiri dengan menikmati satu cup gelato rasa cokelat dan kopi. Paduan manis pahit yang sempurna untuk menutup aktivitas selama berada di Jakarta, sebelum akhirnya pulang kembali ke pangkuan keluarga.
6 Tips Atasi Burnout
Selain tips sederhana di atas, melansir dari alodokter.com burnout yang tidak teratasi dengan baik dapat berdampak buruk terhadap kesehatan fisik dan mental. Oleh karena itu, jika gejala atau ciri-ciri burnout muncul, kita bisa mengatasinya dengan langkah-langkah berikut ini:
Pertama, buatlah prioritas pekerjaan dari yang penting ke yang kurang penting. Dengan begitu, kita tahu mana yang perlu dikerjakan terlebih dahulu, sehingga energi yang terkuras tidak terlalu banyak.
Kedua, bicarakan dengan atasan. Komunikasikan dengan atasan mengenai kerisauan yang kita rasakan. Saat kita diberikan pekerjaan yang terlalu banyak, ungkapkan bahwa pekerjaan tersebut membuat kita terbebani dan membutuhkan bantuan orang lain untuk menyelesaikannya.
Ketiga, kurangi ekspektasi dan berikan apresiasi terhadap diri sendiri. Atur pola pikir dan bersikaplah realistis, sehingga kita dapat menurunkan ekspektasi terhadap pekerjaan yang tengah dikerjakan. Dengan begitu, kecemasan dan stres di tempat kerja dapat berkurang. Selain itu, jangan lupa untuk memberi apresiasi terhadap diri sendiri terhadap prestasi yang pernah kita capai.
Jangan Ragu Speak Up!
Keempat, coba ceritakan apa yang kita rasakan kepada orang-orang terdekat yang dapat kita percaya. Jangan ragu untuk speak up. Intinya kita berani bicara. Meski tidak selalu mendapatkan solusi, cara ini dapat membantu melepaskan emosi negatif dan mengurangi stres pekerjaan.
Kelima, jaga keseimbangan hidup hidup dengan baik. Kita juga perlu untuk bersantai dan melupakan pekerjaan sejenak dengan pergi bersama teman atau melakukan hal yang kita sukai seusai jam kerja berakhir. Ini dapat membuat pikiran kembali jernih dan kita siap untuk bekerja kembali keesokan harinya.
Keenam, ubah gaya hidup. Terapkan gaya hidup sehat dengan cara mengonsumsi makanan sehat, rutin berolahraga, dan tidur yang cukup. Hal-hal ini dapat mendukung tubuh yang sehat dan pikiran yang lebih mudah fokus, sehingga menurunkan risiko terjadinya burnout.
Selain itu, kita juga bisa mencoba mencari hobi baru atau melakukan hal-hal baru yang belum pernah kita lakukan sebelumnya untuk mengatasi burnout. Waspada burnout dalam pekerjaan tidak hanya berpengaruh pada hasil kerja, tapi juga dapat meregangkan hubungan dengan orang-orang di sekitar dan menurunkan kualitas kesehatan.
Oleh karena itu, apabila ciri-ciri burnout muncul, segera atasi dengan cara-cara di atas. Jika cara tersebut telah kita terapkan tapi kita masih tetap mengalami burnout, coba berkonsultasi kepada psikolog untuk mendapatkan penanganan yang tepat. []