• Login
  • Register
Minggu, 18 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

3 Srikandi Nahdliyyin di Pilgub Jatim dan Perdebatan Kepemimpinan Perempuan

Transformasi gagasan feminis muslim terus berlangsung di tubuh NU Jawa Timur salah satunya adalah munculnya 3 Srikandi Nahdliyyin pada kontestasi Pilgub Jatim 2024

Moh Soleh Shofier Moh Soleh Shofier
11/09/2024
in Publik, Rekomendasi
0
Srikandi Nahdliyyin

Srikandi Nahdliyyin

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah. Id — “Srikandi” kata yang akhir-akhir ini ramai dialamatkan pada kontestasi Pilgub Jawa Timur 2024. Kata Srikandi sendiri merujuk pada sosok tokoh perempuan yang tangguh. Sebagai gambaran tiga perempuan sebagai calon gubernur Pilgub Jatim 2024.

Khofifah Indar Parwansa sebagai petahana dapat tantangan dari dua perempuan yang tangguh lainnya yaitu Tri Rismaharini dan Luluk Nur Hamidah. Menambah kasak-kusuk Pilgub tahun ini lebih menarik. Satu hal lagi, ketiga-tiganya juga memiliki relasi dengan Nahdlatul Ulama.

Fenomena sosial yang tak kalah menarik adalah 3 srikandi Nahdliyyin tersebut justru lahir dari rahim Jawa Timur. Di mana Jatim sendiri merupakan basis dari Nahdlatul Ulama yang selama ini dikonsepsikan konservatif dalam gagasan kesetaraan gender.

Selain karena faktor budaya, juga faktor teologis yang mendorong warga NU bertindak diskriminatif lantaran gender. Tentu saja konsepsi demikian tidak seluruhnya salah sebagaimana tidak semuanya benar.

Dinamika Perdebatan Kepemimpinan Perempuan di NU

Sebagai bukti kecil, ada kisah sekitar tahun 2010 – bila saya tidak salah – di mana pesantren Lirboyo mengadakan bahtsul masail sebagai aktivitas intelektual NU.

Dalam forum tersebut, persoalan yang menjadi pembahasan adalah keabsahan perempuan sebagai presiden atau pemimpin. Salah satu musyawirin yang hadir berpendapat bahwa kepemimpinan perempuan absah secara syariat.

Baca Juga:

Indonesia Gelap, Kegelapan bagi Masa Depan Perempuan

Gus Dur dalam Tafsir Darurat Kepemimpinan Perempuan

Harapan pada Politik Domestik dan Iklim Indonesia di Tengah Hasil COP29

Mengoptimalkan Pengawalan Pemilu untuk Memastikan Partisipasi yang Setara bagi Semua Warga

Hanya saja, mayoritas menolak mentah-mentah pendapat itu – menggambarkan kuatnya penolakan kesetaraan gender dalam kepemimpinan di tahun 2010 ke bawah.

Salah satu dalil yang tegas yakni hadis Nabi Muhammad.

لا يفلح قوم ولوا أمرهم امرأة

“Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang memasrahkan seluruh urusannya kepada perempuan”.

Musyawirin yang mengabsahkan kepemimpinan perempuan tersebut yaitu kiai yang kini menjadi Wakil Ra’is PBNU, bersandang faqih usuli, Kiai Afifuddin Muhajir. Beliaulah salah satu yang mengenalkan pandangan anti maienstrem di kalangan aktivis Bahstul Masail kala itu.

Pemahaman Kiai Afifuddin Muhajir terhadap hadis yang menjadi argumentasi mayoritas musyawirin (bahkan semua) untuk menolak keabsahan pemimpin perempuan, memiliki kesamaan dengan Kiai Husein Muhammad secara substantif.

Bagi kedua kiai itu, hadis tersebut tidak bisa menjustifikasi terhadap penolakan kepemimpinan perempuan lantaran jenis kelaminnya. Serta tidak masuk pada cakupan kaidah “al-Ibratu bi umum al-Lafdzi la bi khususi al-sabab (yang menjadi acuan keumuman lafal bukan sebab yang spesifik)”.

Arggumentasi Kiai Husein Muhammad terkait Hadis Larangan Kepemimpinan Perempuan

Bedanya, Kiai Husain Muhammad mendekati hadis tersebut lebih menitikberatkan kepada konteks historis dan maqashid – tentu tanpa menghilangkan sisi tekstualnya sama sekali.

Sebagaimana dalam buku beliau Fiqih Perempuan (hal. 287-288) bahwa hadisnya hanya bersifat informatif dan secara historis menyasar putri raja Kisra Bauran binti Syiruyah Ibnu Kisra.

Dengan demikian, hadis tersebut berlaku spesifik pada putri Kisra yang sistem pemerintahannya berbeda dengan sekarang, dan tidak berlaku umum. Sehingga tidak masuk dalam cakupan kaidah di atas.

Adapun Kiai Afifuddin Muhajir mendekati hadis tersebut tetap konsisten dengan kaidah kebahasaan atau teks – bukan berarti mengabaikan konteks historisnya. Menurutnya, sesuai teori kebahasaan, kehendak dari hadis tersebut adalah memasrahkan segala urusan atau kekuasaan.

Arggumentasi Kiai Afifuddin terkait Hadis Larangan Kepemimpinan Perempuan

Karena hadisnya bermakna “seluruh urusan”(  (ولواsebagaimana redaksi lain menggunakan .اسندوا  . Dengan demikian, memasrahkan sebagian serta ada chek and balence maka tidak termasuk cakupan hadis tersebut.

Dan faktanya, kekuasaan dalam konteks Indonesia tidak semuanya urusan negara. Melainkan terbatas pada fungsi tertentu semisal sebagai pemimpin legislatif, yudikatif, semisal gubernur, presiden dan lain semacamnya.

Maka kepemimpinan perempuan dalam konteks Indonesia absah secara syariat dan tidak menyalahi hadis  Nabi.

***

Itu potongan kecil dari kisah pertengkaran gagasan dan pemikiran di kalangan NU – bila kisah itu tidak salah –  terkait kesetaraan gender. – masih banyak kisah demikian baik yang diskusi formil maupun tidak.

Intinya, dari kisah itu hanya ingin mengatakan bahwa NU yang selama ini dipersepsikan sebagai yang kontra pada gagasan feminis tidak seluruhnya salah tapi tidak sepenuhnya benar.

Sebab, dalam tubuh NU terus terjadi dinamika pemikiran terkait kajian gender yang berlangsung tahun demi tahun, hingga pada akhirnya kebanyakan masyarakat NU mendapatkan edukasi terkait kesetaraan gender.

Fakta bahwa transformasi gagasan feminis muslim terus berlangsung di tubuh NU di Jawa Timur salah satunya adalah munculnya 3 Srikandi Nahdliyyin pada kontestasi Pilgub Jatim 2024.

Membaca fenomena tersebut, pengamat politik Kacung Marijan menjelaskan, menunjukkan bahwa gender tidak menjadi kendala untuk menjadi pemimpin politik di Jatim.

Ia menambahkan, “Memang sebagian kiai masih ada yang kurang sreg dengan pemimpin perempuan, tapi saya kira jumlahnya menurun, apalagi Khofifah menunjukkan bisa memimpin.”

Bahkan Wahyudi Winaryo dari Universitas Muhammadiyah Malang, memandang NU saat ini telah mampu membawa warganya menuju ke moderasi cara beragama, termasuk diskursus soal kepemimpinan perempuan.

Warga Jatim termasuk dari Nahdliyin, ujarnya, akan melihat bukan lagi persoalan gender melainkan memori-memori kinerja politik dari ketiga Srikandi Nahdliyyin.

Pertanyaannya, Mengapa Calon Gubernur Jatim Semuanya Perempuan? []

 

 

 

 

Tags: Kepemimpinan PerempuanPilgub Jawa TimurPilkada 2024Politik PerempuanSrikandi Nahdliyin
Moh Soleh Shofier

Moh Soleh Shofier

Dari Sampang Madura

Terkait Posts

Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Nyai Ratu Junti

    Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil
  • Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua
  • Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version